Boom merupakan bagian akhir dari fase ekspansi dari sebuah siklus ekonomi. Boom ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang menguji batas-batas tertingginya.
Pada fase ini, banyak perusahaan meningkatkan ekspansinya. Sebagai akibatnya, mereka akan kesulitan menemukan pekerja yang berkualitas. Efek selanjutnya adalah upah dan biaya tenaga kerja meningkat secara signifikan.
Ketika perusahaan percaya bahwa ekonomi akan terus berekspansi, mereka memutuskan untuk meminjam uang untuk memperluas kapasitas produksi mereka.
Bank sentral mulai khawatir. Mereka menilai bahwa pertumbuhan upah yang berlebihan dapat menyebabkan inflasi dan dapat meledak sewaktu-waktu.
Tekanan ke atas upah juga dapat menyebabkan pengurangan keuntungan. Selain itu, jika perusahaan meneruskan kenaikan upah ke harga jual, maka tekanan inflasi menjadi semakin kuat. Dalam kondisi ini (inflasi tinggi), ekonomi dikatakan terlalu panas (overheating).
Kondisi tersebut tidak berkelanjutan karena harga tinggi dapat menurunkan permintaan agregat seiring dengan berkurangnya permintaan terhadap barang dan jasa. Permintaan rendah dapat menyebabkan penurunan pendapatan dan memunculkan masalah arus kas perusahaan, terutama untuk membayar pinjaman. Konsekuensi terburuknya adalah krisis gagal bayar.
Untuk menghindarinya, bank sentral mulai mengetatkan kebijakan moneter, misalnya dengan menaikkan suku bunga. Kenaikan bunga membuat pinjaman menjadi lebih mahal. Baik sektor bisnis maupun rumah tangga akan mengurangi pinjaman. Hasilnya permintaan agregat melambat dan produsen mulai merasionalisasi produksinya, sehingga inflasi bergerak ke level normal.