Ekonomi Jepang mengalami pertumbuhan pesat antara tahun 1950-an dan 1980-an. selama periode tersebut, pertumbuhan PDB riil Jepang lebih cepat daripada negara G7 lainnya.
Tetapi, tingkat pertumbuhan riil yang sangat tinggi yang dicapai oleh Jepang selama empat dekade telah mengerek naik harga aset, terutama ekuitas dan harga properti komersial. Menjelang akhir 1980-an, harga aset naik ke tingkat yang lebih tinggi ketika bank sentral Jepang, Bank of Japan, mengikuti kebijakan moneter ekspansioner karena mencoba mencegah apresiasi yen Jepang terhadap dolar AS terlalu tajam.
Namun, ketika suku bunga naik pada 1989-1990 dan ekonomi melambat, investor akhirnya percaya bahwa pertumbuhan ekonomi Jepang tidak realistis. Akibatnya, harga aset Jepang runtuh. Sebagai contoh, indeks pasar saham Nikkei 225 yang berada 38.915 pada tahun 1989, jatuh menjadi menjadi 7.972 pada akhir Maret 2003.
Jatuhnya harga aset menyebabkan kekayaan rumah tangga menurun secara dramatis. Kepercayaan konsumen turun tajam dan pertumbuhan konsumsi melambat. Selanjutnya, investasi modal perusahaan juga turun, sementara pinjaman bank mengalami kontraksi tajam karena lemahnya perekonomian.