Galloping inflation mengacu pada suatu kondisi ketika tingkat inflasi luar biasa tinggi. Secara tahunan, mungkin 20%, 50%, atau bahkan lebih tinggi. Pada periode ini, inflasi yang tidak terkendali memperburuk resesi ekonomi. Beberapa negara menghadapi galloping inflation pada tahun 2002 termasuk Turki (45%), Argentina (25,9%) dan Venezuela (22,4%).

Lebih dalam tentang “Galloping Inflation”
Galloping inflation berbeda dari inflasi yang merangkak (creeping inflation) di mana persentase inflasi berada pada satu digit; atau hiperinflasi di mana tingkat inflasi lebih tinggi dari dua digit dan kadang-kadang, mencapai 50% dalam sebulan.
Inflasi yang rendah dan stabil adalah salah satu tujuan kebijakan ekonomi. Dalam situasi ini, harga barang dan jasa naik perlahan seiring waktu. Inflasi yang rendah dan stabil juga lebih dapat diprediksi karena volatilitas yang rendah. Sebagai dampaknya, orang lebih bersedia untuk menyimpan uang mereka karena inflasi tidak mengikis nilai tabungan mereka. Bisnis juga percaya diri untuk masuk ke dalam kontrak jangka panjang karena mereka tidak mengharapkan harga naik dengan cepat di masa depan.
Pemerintah akan melakukan intervensi sebelum tingkat inflasi melonjak terlalu tinggi untuk menghindari ekonomi yang terlalu panas. Ini dapat dilakukan dengan menaikkan suku bunga, operasi pasar terbuka, mengurangi pengeluaran pemerintah atau menaikkan tarif pajak.
Sebaliknya, galloping inflation membuat nilai mata uang turun dengan cepat. Jumlah uang yang sama membeli lebih sedikit barang dan jasa. Inflasi yang tidak terkendali menghambat investasi dan meningkatkan ketidakpastian dalam menjalankan bisnis. Jika orang mengharapkan inflasi terus meningkat, orang akan membeli barang dan jasa sebelum harga naik lagi. Karena itu, mereka akan menghemat lebih sedikit. Bisnis akan ragu untuk terlibat dalam kontrak jangka panjang karena harga berubah dengan cepat. Investor tidak akan melakukan investasi yang menawarkan pengembalian di bawah tingkat inflasi.