Kontrol modal dapat mewakili kebijakan makroprudensial optimal yang mengurangi risiko krisis keuangan dan mencegah eksternalitas terkait. Meningkatnya aliran modal internasional misalnya membawa risiko pembalikan secara tiba-tiba karena terdorong aktivitas spekulasi.
Pertumbuhan ekonomi global rata-rata jauh lebih tinggi pada periode Bretton Woods di mana banyak negara melakukan kontrol modal. Dengan menggunakan analisis regresi, ekonom seperti Dani Rodrik tidak menemukan korelasi positif antara pertumbuhan dan pergerakan modal bebas.
Kontrol modal yang membatasi penduduk suatu negara dari memiliki aset asing dapat memastikan bahwa kredit domestik tersedia lebih murah daripada yang seharusnya. Kontrol modal semacam ini masih berlaku di India dan Cina. Di India, kontrol mendorong penduduk untuk menyediakan dana murah langsung ke pemerintah, sedangkan di Cina, itu berarti bahwa bisnis Cina memiliki sumber pinjaman yang murah.
Aliran masuk modal besar yang tidak terkendali sering merusak pembangunan ekonomi suatu negara. Ini menyebabkan mata uangnya terapresiasi terlalu tajam. Sebaliknya, pembalikan arus modal dapat mengakibatkan depresiasi parah dan sering mendahului krisis keuangan.
Risiko krisis lebih tinggi ada di negara-negara berkembang. Hal ini karena arus masuk menjadi pinjaman dalam mata uang asing, sehingga pembayarannya menjadi jauh lebih mahal karena mata uang negara berkembang terdepresiasi.