Utang pemerintah menjadi sebuah keniscayaan ketika pemerintah mengadopsi kebijakan defisit fiskal. Defisit berarti pendapatan pemerintah lebih kecil daripada pengeluaran pemerintah. Untuk menutup defisit, pemerintah membutuhkan uang dan harus berhutang. Salah satunya dengan menerbitkan surat utang pemerintah.
Penumpukan utang adalah akumulasi dari defisit fiskal dari tahun ke tahun. Semakin lebar defisit, semakin besar utang.
Argumen pendukung utang pemerintah
Haruskah kita khawatir tentang level utang nasional (biasanya diukur sebagai persentase terhadap terhadap PDB). Ekonom terbagi menjadi dua: ada yang ya, khawatir, dan ada yang tidak.
Bagi yang tidak khawatir dengan level utang pemerintah, ada beberapa argumen kuat yang mereka kemukakan.
Pertama, masalah utang sering dilebih-lebihkan. Utang dari sumber internal warga tidak seharusnya dikhawatirkan karena tidak rentan terhadap pelarian modal. Sebagai contoh, utang kepada asing di Korea Selatan dan Kanada masing-masing hanya sekitar 7 persen dan 5 persen. Perekonomian negara-negara tersebut relatif stabil dan tidak rentan terhadap arus modal keluar.
Argumen kedua adalah bahwa sebagian dari uang yang dipinjam digunakan untuk proyek investasi modal, baik modal fisik (seperti infrastruktur) maupun non-fisik (seperti pelatihan dan pendidikan). Investasi semacam ini akan mengarah pada peningkatan output dan pendapatan pajak di masa depan.
Ketiga, defisit mungkin tidak memiliki dampak bersih. Alasannya karena sektor swasta dapat bertindak untuk mengimbangi defisit fiskal dengan meningkatkan tabungan untuk mengantisipasi kenaikan pajak di masa depan. Argumen ini dikenal sebagai Ricardian equivalence.
Keempat, defisit diperlukan untuk menstimulus perekonomian. Aktivitas perekonomian yang meningkat menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dalam perekonomian.