Import substitution atau substitusi impor adalah strategi pengembangan yang menekankan penggantian impor dengan produksi dalam negeri. Kebijakan ini banyak diadopsi oleh negara berkembang.
Substitusi impor populer di negara dengan ukuran pasar domestik yang besar. Untuk negara dengan ekonomi yang besar, mempromosikan industri lokal memberikan beberapa keuntungan. Diantara keuntungan tersebut adalah penciptaan lapangan kerja, pengurangan impor, dan penghematan dalam mata uang asing sehingga mengurangi tekanan pada neraca pembayaran.
Tujuan kebijakan substitusi impor
Substitusi impor adalah kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah mendorong produksi dalam negeri untuk barang-barang yang sebelumnya diimpor.
Pemerintah dapat menerapkan hambatan perdagangan secara ekstensif, sehingga melindungi industri dalam negeri dari persaingan impor. Dengan tidak masuknya barang impor, produksi dalam negeri diharapkan akan terus terpacu.
Kritik
Sebagian ekonom menyimpulkan bahwa substitusi impor bukanlah cara terbaik untuk mengembangkan industri baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Alasannya, jika industri yang dilindungi tidak efisien, maka konsumen harus membayar harga yang lebih tinggi. Karena barang impor yang lebih murah tidak dapat masuk, mereka terpaksa harus mengkonsumsi barang domestik yang berharga lebih mahal (akibat dari inefisiensi produksi). Kondisi ini menyebabkan inflasi.
Selain itu, kebijakan ini menghadapi banyak efek yang tidak diinginkan seperti masalah kronis dengan neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Meskipun substitusi impor seharusnya mengurangi ketergantungan pada perdagangan dunia, ada kebutuhan untuk mengimpor barang-barang seperti bahan baku, mesin dan suku cadang, yang mana tidak semuanya dapat dihasilkan dari dalam negeri.