Contents
Apa itu: Kurva-J (J-curve) adalah grafik berbentuk seperti huruf “J.” Ini adalah representasi grafis dua dimensi untuk menunjukkan hubungan antara dua variabel.
Kurva ini populer di perdagangan internasional dan dana ekuitas swasta. Dalam hal ini, sumbu x mewakili waktu, dan sumbu y mewakili pengembalian bersih, arus kas bersih, atau neraca perdagangan.
Kurva-J dalam ekuitas swasta
Kurva-J menggambarkan tren pengembalian atau arus kas bersih dana ekuitas swasta (private equity funds) dari waktu ke waktu. Pengembalian ekuitas swasta negatif di tahun-tahun awal karena arus kas keluar lebih signifikan daripada arus kas masuk. Mungkin perlu beberapa waktu.
Kemudian, pada periode berikutnya, arus kas masuk mulai membaik. Pengembalian mulai meningkat seiring dengan hidup dana investasi, mulai menjadi portofolio yang lebih matang.
Beberapa alasan menjelaskan mengapa arus kas bersih ekuitas swasta negatif di tahun-tahun awal. Yang pertama adalah biaya dimuka yang signifikan, termasuk biaya investasi, biaya manajemen, dan biaya yang terkait dengan risiko portofolio investasi. Pada saat yang sama, portofolio tersebut menghasilkan pengembalian yang cukup untuk menutupi biaya-biaya ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian
Seberapa signifikan arus kas negatif dan berapa lama waktu yang dibutuhkan ekuitas swasta untuk mencapai hasil positif bergantung pada faktor-faktor berikut:
- Signifikansi biaya awal. Menyiapkan ekuitas swasta mahal. Ini membutuhkan beberapa biaya tinggi, seperti biaya hukum, akuntansi, pajak, dan biaya manajemen. Di sisi lain, pengembalian investasi awal seringkali tidak mencukupi. Karena alokasi dan diversifikasi investasi dilakukan secara bertahap, tidak serta merta menghasilkan arus kas masuk yang besar.
- Tingkat kegagalan dan jumlah kerugian transaksi. Beberapa investasi awal mungkin berhasil, tetapi beberapa gagal. Ekuitas swasta biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk menghasilkan total pengembalian positif atas portofolionya. Ketika tingkat kegagalan awal rendah, arus kas masuk harus positif lebih cepat.
- Waktu investasi dan divestasi. Kurva semakin curam ketika manajer investasi menginvestasikan modal lebih cepat. Dengan begitu, investasi tersebut menghasilkan pengembalian langsung. Dan mereka dapat menginvestasikannya kembali di tempat lain.
Kurva J dalam perdagangan internasional
Kurva J menunjukkan kepada Anda pengaruh devaluasi atau depresiasi mata uang pada neraca perdagangan di suatu negara. Selain konsep nilai tukar dan neraca perdagangan, untuk mempelajarinya juga perlu memahami konsep elastisitas permintaan terutama tentang pengaruh waktu terhadap elastisitas permintaan.
Anda juga dapat menggunakan konsep ini untuk mempelajari pengaruh revaluasi atau apresiasi mata uang pada neraca perdagangan. Revaluasi memiliki efek kebalikan dari devaluasi. Dengan demikian, menghasilkan kurva J terbalik.
Bagaimana kurva J bekerja dalam perdagangan internasional
Devaluasi membuat nilai tukar mata uang domestik lebih lemah dibandingkan dengan mata uang asing. Ambil Indonesia, misalnya. Asumsikan pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah dari Rp14.000/USD menjadi Rp15.000/USD.
Devaluasi rupiah melemahkan daya beli terhadap dolar AS. Di sisi lain, bagi orang Amerika, dolar AS lebih berharga jika ditukar dengan rupiah. Dengan menukarkan 1 dolar AS, mereka mendapatkan Rp15.000, lebih tinggi dari sebelumnya, yaitu Rp14.000.
Devaluasi membuat produk Indonesia lebih terjangkau bagi Amerika. Karena daya beli dolar AS lebih kuat, orang Amerika melihat produk Indonesia lebih murah. Katakanlah, eksportir Indonesia tidak menaikkan harga dan tetap menjual di Rp28.000 per unit. Sebelumnya, warga Amerika harus merogoh kocek USD2 untuk membeli 1 unit. Namun karena devaluasi, mereka membelanjakan dolar lebih sedikit, yakni USD1,87.
Di sisi lain, devaluasi membuat harga produk Amerika lebih mahal bagi pembeli Indonesia. Untuk produk USD1 dolar, mereka harus membayar Rp15.000, lebih tinggi dari sebelumnya Rp14.000.
Awalnya, defisit perdagangan Indonesia akan memburuk setelah devaluasi. Pengaruh kenaikan harga produk impor lebih signifikan dibandingkan dengan penurunan volume impor. Demikian pula, penurunan harga produk ekspor tidak serta merta mendorong volume secara lebih signifikan.
Singkat cerita, pada awal devaluasi, permintaan ekspor dan impor bersifat inelastis. Misalnya, ketika harga berubah sebesar 7,1% karena devaluasi, volume permintaan ekspor dan impor hanya berubah kurang dari 7,1%. Akibatnya, perubahan harga memiliki dampak yang lebih signifikan terhadap nilai neraca perdagangan daripada perubahan volume permintaan. Itu membuat defisit perdagangan meningkat.
Defisit perdagangan yang melebar bersifat sementara karena devaluasi pada akhirnya mempengaruhi volume ekspor dan volume impor secara lebih signifikan. Seperti konsep elastisitas, permintaan bersifat inelastis dalam jangka pendek karena pembeli sulit mengubah kebiasaan mereka dalam waktu singkat sebagai respons terhadap perubahan harga. Kemudian menjadi lebih elastis dalam jangka panjang.
Volume ekspor akan meningkat dengan persentase yang lebih tinggi dari persentase penurunan harga produk ekspor. Pembeli di Amerika Serikat melihat produk Indonesia lebih menarik daripada produk lokal, mendorong mereka untuk meningkatkan permintaan.
Demikian pula, persentase penurunan volume impor akan lebih signifikan daripada persentase kenaikan harga produk. Konsumen Indonesia akan lebih sedikit membeli produk impor dan beralih ke produk yang lebih terjangkau dari pasar lokal.
Akibatnya, devaluasi menyebabkan defisit menurun dalam jangka panjang dan menyebabkan surplus.