Apa itu: Aset pajak tangguhan (deferred tax asset) mewakili aliran masuk manfaat ekonomi masa depan terkait pajak. Itu pada akhirnya kembali ke bisnis dalam bentuk pajak relief, mengurangi laba kena pajak (taxable income) di masa depan.
Misalnya, perusahaan membayar pajak lebih awal, sebelum jatuh tempo. Itu mirip dengan beban ditangguhkan (deferred expense), di mana perusahaan telah membayar pemasok untuk pengiriman barang atau penyediaan jasa di masa depan. Perusahaan tidak perlu mengeluarkan kas untuk mendapatkan input dan untuk aset pajak tangguhan, itu berarti perusahaan akan membayar lebih sedikit. Demikian juga dengan pajak, perusahaan akan menikmati manfaatnya di masa depan, tanpa harus mengeluarkan kas.
Jadi, jika Anda membandingkan dua perusahaan yang identik, perusahaan dengan aset pajak tangguhan lebih menarik karena dapat membayar pajak yang relatif lebih sedikit di masa depan.
Bagaimana cara kerja aset pajak tangguhan
Aset pajak tangguhan ada pada bagian aset di laporan keuangan, menunjukkan ada manfaat masa depan yang perusahaan akan peroleh.
Aset pajak tangguhan muncul karena perusahaan membayar pajak terlalu banyak. Maksud saya, perusahaan membayar ke otoritas lebih tinggi dari yang tersaji dalam dalam laporan laba rugi. Atau, otoritas pajak mengakui pendapatan atau beban pada waktu yang berbeda dengan standar akuntansi yang perusahaan gunakan dalam pelaporan keuangan. Atau, perusahaan membayar pajak sebelum tanggal jatuh tempo (pajak dibayar dimuka).
Beberapa transaksi yang dapat memunculkan aset pajak tangguhan adalah piutang yang tidak tertagih (uncollectible accounts receivable), jaminan (warranty), sewa (lease), persediaan dan kerugian operasi bersih (net operating losses).
Pelaporannya dalam laporan keuangan
Perusahaan tidak melaporkan aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan secara terpisah. Melainkan, menggabungkan keduanya menjadi jumlah bersih (net value). Jadi, anda tidak akan menjumpai kedua akun pada satu neraca.
Nilai bersih masuk dalam bagian aset jika aset pajak tangguhan melebihi liabilitas pajak tangguhan. Atau, itu sebagai liabilitas jika liabilitas pajak tangguhan melebihi aset pajak tangguhan.
Aset pajak tangguhan bisa sebagai aset lancar atau tidak lancar.
Contoh sederhana untuk menghitung aset pajak tangguhan
Misalnya, sebuah perusahaan memperoleh pendapatan dari penjualan sebesar IDR1.000. Perusahaan memperkirakan rata-rata klaim garansi adalah sekitar 2% dari total penjualan. Pada tahun pelaporan, perusahaan tidak menerima klaim. Dalam laporan laba rugi, perusahaan akan melaporkan penjualan dan beban garansi tersebut sebagai berikut:
Nilai | |
Pendapatan | 1.000 |
Beban garansi | 20 (2% x 1.000) |
Laba sebelum pajak | 980 |
Beban pajak penghasilan | 196 (20% x 980) |
Laba setelah pajak | 784 |
Berdasarkan prinsip pencocokan (matching principle), perusahaan mengakui beban garansi (warranty expense) pada periode yang sama dengan transaksi penjualan. Karena itu, perusahaan akan melaporkannya di laporan laba rugi, terlepas apakah ada klaim atau tidak. Hasilnya, pendapatan sebelum pajak adalah sebesar IDR980.
Tapi, untuk pembayaran pajak, perhitungannya sedikit berbeda. Otoritas pajak melarang mengakui beban garansi sebelum itu benar-benar terjadi. Jadi, perusahaan tidak akan melaporkan beban garansi untuk menghitung penghasilan kena pajak.
Value | |
Pendapatan | 1.000 |
Beban garansi | 0 |
Penghasilan kena pajak (taxable income) | 1.000 |
Utang pajak (tax payable) | 200 (20% x 1.000) |
Laba setelah pajak | 800 |
Hasilnya, perusahaan akan membayar IDR200 sebagai pajak ke otoritas. Itu lebih tinggi daripada beban pajak penghasilan (IDR196) di laporan laba rugi. Perusahaan akan mencatat selisihnya IDR4 (IDR200-IDR196) sebagai aset pajak tangguhan di neraca.