Contents
Apa itu: Bear market merujuk pasar modal yang sedang mengalami periode penurunan kinerja. Bear adalah istilah yang disematkan pada seorang investor yang pesimis atas prospek harga saham tertentu. Kondisi penurunan pasar yang demikian kita sebut dengan “bearish”.
Penurunan kepercayaan investor biasanya menandakan permulaan bear market. Ketika investor percaya sesuatu yang buruk akan terjadi, mereka akan mengambil tindakan antisipatif dengan menjual efek untuk menghindari kerugian. Sebagai hasilnya, tekanan jual meningkat di pasar.
Bahkan, kadang-kadang, penurunan dapat mencapai 20%. Kepercayaan investor jatuh, meningkatkan tekanan jual yang lebih parah.
Apa perbedaan antara bear market dan bull market?
Kebalikan dari bear market adalah bull market. Kita menyebut kondisi pasar di mana para investor percaya diri atau optimis sebagai bullish. Harga efek cenderung naik karena optimisme investor meluas dan mendorong mereka untuk melakukan pembelian.
Mengapa disebut “bull” dan “bear”?
Istilah bear mengambil metafora beruang yang sedang ingin menjatuhkan musuh atau mangsanya. Beruang akan menggerakan cakarnya dari ke atas ke bawah, membuat mangsa benar-benar jatuh.
Sedangkan, bull mengambil metafora dari banteng. Untuk melawan, banteng akan menyerang dengan menusukkan tanduknya ke udara. Itulah mengapa pasar dengan harga efek yang naik kita sebut dengan bull market. Untuk menang dan mendapatkan keuntungan, investor terus membeli efek, berharap harga di masa depan akan lebih tinggi.
Apa yang terjadi selama di bull market dan bear market?
Bear market terjadi ketika investor menjadi pesimis tentang portofolio mereka. Itu biasanya terjadi selama perekonomian yang memburuk seperti resesi, yang mana menekan jatuh pasar saham. Harga turun, yang mana mungkin terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan.
Melihat harga menurun, investor ragu dengan harga di masa depan. Mereka percaya bahwa harga lebih cenderung jatuh daripada naik, setidaknya dalam waktu dekat. Karena lebih skeptis terhadap kinerja pasar saham, beberapa investor menjual efek mereka, menyebabkan penurunan lebih lanjut.
Penurunan menciptakan spiral kejatuhan harga. Pesimisme merembet ke investor lainnya dan meningkatkan tekanan jual. Mereka secara besar-besaran menjual efek yang mereka miliki, sehingga harga efek jatuh lebih dalam. Seiring dengan kerugian yang semakin besar, kepercayaan investor menurun lebih lanjut sampai crash di pasar modal terjadi.
Sebaliknya, di bull market, harga efek naik karena tingginya optimisme investors. Itu biasa terjadi selama perekonomian makmur, yang mana membawa prospek yang lebih cerah bagi pasar saham.
Rumah tangga memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan karena prospek pendapatan dan pekerjaan membaik. Itu mengarah pada peningkatan penjualan dan laba bisnis.
Membaiknya prospek laba bisnis membuat investor yakin harga masih potensial untuk naik. Kenaikan harga menciptakan optimisme yang lebih luas di pasar, mendorong mereka untuk membeli efek. Permintaan kuat menyebabkan harga naik karena investor berlomba-lomba membeli dan mendapatkan capital gain.
Penyebab bear market
Seperti yang saya katakan sebelumnya, selama pasar bearish, pesimisme meluas di antara investor. Harga jatuh semakin dalam karena tingginya tekanan jual.
Pesimisme muncul karena beberapa alasan:
- Pelemahan atau krisis ekonomi
- Kebijakan ekonomi yang agresif
- Peristiwa tak terduga
- Psikologi investor
Melemahnya perekonomian
Di pasar saham, bear market biasanya muncul ketika investor mengantisipasi penurunan aktivitas ekonomi. Ambil contoh resesi. Selama periode tersebut, tingkat pengangguran tinggi dan belanja konsumen rendah. Prospek pendapatan rumah tangga memburuk, mengarah pada penurunan permintaan terhadap barang dan jasa dan penurunan laba bisnis. Penurunan laba ini secara langsung mempengaruhi valuasi harga saham.
Kebijakan ekonomi agresif
Salah satu sumber kepanikan adalah kenaikan drastis suku bunga. Itu mungkin terjadi karena tingginya utang dan risiko gagal bayar pemerintah.
Selain itu, kenaikan suku bunga mungkin juga terjadi selama periode inflasi yang tinggi. Untuk meredam inflasi, bank sentral menaikkan suku bunga. Ketika suku bunga naik secara drastis, pertumbuhan ekonomi terkontraksi (alih-alih melambat) karena permintaan agregat jatuh secara signifikan.
Akhirnya, kenaikan suku bunga menyebabkan harga surat utang pemerintah jatuh. Itu merembet ke pasar surat utang korporasi karena biasanya menjadikan surat utang pemerintah sebagai benchmark.
Ambil kebijakan penghematan (austerity policies) sebagai contoh lain. Pemerintah menjalankannya untuk mengurangi beban utang dan risiko gagal bayar. Opsinya adalah dengan mengurangi belanja dan menaikkan pendapatan pajak. Keduanya melemahkan permintaan agregat dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Katakanlah, pemerintah memilih untuk menaikkan pajak secara tinggi untuk meningkatkan pendapatan. Kenaikan pajak menyebabkan penurunan laba perusahaan, yang pada akhirnya menyebabkan harga saham turun.
Peristiwa tidak terduga
Misalnya, pandemi COVID-19 menyebabkan aktivitas ekonomi jatuh, yang mana memicu kepanikan investor. Mereka segera merealokasi portofolio mereka ke aset-aset yang lebih aman. Mereka menghindari aset-aset berisiko seperti aset di negara berkembang dan saham-saham di sektor transportasi, pariwisata, dan perdagangan.
Di Indonesia, misalnya, COVID-19 menyebabkan asing keluar dan menyebabkan kejatuhan di pasar surat utang pemerintah dan pasar saham. Selama 20 Januari hingga 30 Maret 2020, capital outflow mencapai Rp167,9 triliun, terdiri dari Rp153,4 triliun di pasar surat utang pemerintah dan Rp13,4 triliun di pasar saham.
Psikologi investor
Psikologi mempengaruhi bagaimana investor bereaksi dan mengambil keputusan jual atau beli. Aksi jual oleh beberapa investor besar dapat memicu kepanikan investor lainnya dan menyebabkan guncangan pasar lebih lanjut.
Strategi investasi selama bearish
Bear market dan bull market adalah fenomena umum di pasar modal. Meski kita sering mengaitkannya dengan pasar saham, bear market juga berlaku di pasar obligasi. Oleh karena itu, untuk menghadapinya, kita juga membutuhkan pendekatan yang berbeda.
Pada bagian ini, saya akan membahas secara spesifik untuk pasar saham. Ada beberapa opsi untuk menghadapi bearish.
Memburu saham-saham defensif
Beberapa sektor defensif, seperti utilitas, biasanya kurang rentan terhadap pelemahan ekonomi. Perusahaan defensif dapat bekerja dengan baik dan relatif stabil selama pasang surut siklus bisnis.
Karena memiliki arus kas yang stabil, mereka menyediakan dividen yang konsisten dan profitabilitas yang stabil bahkan ketika pasar secara keseluruhan mengarah pada penurunan. Oleh karena itu, meski tidak membukukan capital gain, investor masih menghasilkan pemasukan dari dividen.
Merealokasi investasi ke instrumen yang lebih aman
Bear market biasanya terjadi pada masa ekonomi yang sulit di mana aktivitas ekonomi jatuh. Bisnis memangkas output mereka karena lemahnya permintaan. Untuk keluar dari kondisi tersebut, bank sentral biasanya akan menurunkan suku bunga untuk merangsang pertumbuhan.
Investor biasanya akan mengalihkan investasi mereka ke instrumen yang lebih aman seperti emas dan obligasi. Secara khusus, penurunan suku bunga bekerja secara terbalik dengan harga obligasi. Jadi, ketika bank sentral menurunkan suku bunga untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, harga obligasi seharusnya akan naik.
Katakanlah, investor memiliki obligasi dengan kupon 5% dan suku bunga turun dari 5% menjadi 4%. Tingkat kupon obligasi sekarang akan tampak lebih menarik bagi investor sehingga mereka bersedia untuk membeli lebih banyak.
Short selling
Karena mereka pesimis mengenai arah pasar, investor menggunakan berbagai teknik kontra, yakni mengambil untung ketika pasar jatuh dan kehilangan uang ketika naik. Salah satu teknik yang paling umum adalah short selling. Teknik ini mewakili kebalikan dari investasi konvensional (beli di harga rendah dan jual di harga tinggi).
Untuk mengilustrasikannya, saya akan mengambil contoh sederhana. Seorang investor meminjam saham dari broker untuk dijual (misalnya di harga Rp500). Setelah menerima hasil dari penjualan, investor tersebut masih berhutang kepada broker sejumlah saham yang dipinjam.
Karena harga cenderung turun, investor menutup short selling dengan membeli pada harga yang lebih rendah (misalnya Rp400) dan mengembalikan saham yang dipinjam kepada broker. Selisih harga jual (Rp500) dan harga beli (Rp400) merupakan keuntungan investor. Jadi, jika meminjam 1 lot (100 saham), maka investor memperoleh keuntungan sebesar 100xRp100 = Rp10.000.
Memegang kas lebih banyak
Investor biasanya akan meningkatkan cash on hand untuk berjaga-jaga. Mereka menempatkannya di beberapa mata uang safe havens seperti US Dollar dan Euro sehingga mengurangi eksposur risiko penurunan.
Fokus pada jangka panjang
Bear market biasanya berlangsung dalam jangka pendek. Dan, dalam jangka panjang, pasar saham menunjukkan tren yang naik.
Di Amerika Serikat, bearish rata-rata terjadi setiap 3,6 tahun sekali sejak tahun 1900. Sementara itu, bearish rata-rata berlangsung selama 13 bulan dengan penurunan rata-rata antara -13.2% hingga -30.4% selama periode 1946-2018. Kemudian, pasar kembali pulih dalam 3.7-21.9 bulan.
Untuk mengantisipasi penurunan, beberapa investor fokus pada strategi jangka panjang. Mereka memilih perusahaan dengan fundamental kuat dan memiliki keunggulan kompetitif. Selama periode sulit, perusahaan tersebut masih memiliki neraca yang kokoh untuk mempertahankan kinerja jangka panjang.