Contents
Apa itu: Kebijakan moneter ekspansif (expansionary monetary policy) adalah kebijakan moneter yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah uang beredar di dalam perekonomian. Peningkatan jumlah uang beredar merangsang pertumbuhan ekonomi melalui permintaan agregat. Suntikan uang merangsang belanja konsumen dan investasi modal oleh bisnis. Tingkat harga (inflasi) perlahan bergerak ke atas.
Permintaan yang lebih kuat mendorong dunia usaha untuk meningkatkan produksi. Pada awalnya, mereka akan menambah jam lembur. Ketika permintaan semakin kuat, mereka kemudian merekrut lebih banyak pekerja dan berinvestasi dalam barang modal. Akibatnya, output agregat (PDB riil) meningkat, dan tingkat pengangguran turun.
Kita juga menyebut kebijakan moneter ekspansif sebagai kebijakan moneter longgar.
Bagaimana kebijakan moneter ekspansif bekerja
Kebijakan moneter bekerja melalui pengaruhnya terhadap permintaan agregat. Permintaan agregat adalah jumlah konsumsi rumah tangga, investasi bisnis, pengeluaran pemerintah, dan impor. Kebijakan moneter biasanya berfokus pada dua elemen pertama, yaitu konsumsi dan investasi.
Bank sentral atau otoritas moneter bertanggung jawab atas kebijakan moneter di suatu negara. Tiga alat utama untuk melaksanakan kebijakan moneter:
- Suku bunga kebijakan (policy rate atau benchmark rate): suku bunga bank sentral untuk pinjaman jangka pendek kepada bank komersial. Kita juga menyebutnya sebagai suku bunga acuan.
- Rasio persyaratan cadangan (reserve requirement ratio): porsi simpanan yang disimpan sebagai cadangan dan tidak dapat digunakan untuk memberikan pinjaman. Disebut juga dengan Giro Wajib Minimum (GWM)
- Operasi pasar terbuka (open market operation): penjualan dan pembelian surat berharga pemerintah oleh bank sentral.
Bank sentral mengkombinasikan ketiga alat ini menjadi dua jenis kebijakan moneter:
- Kebijakan ekspansif
- Kebijakan kontraktif
Ketiganya mempengaruhi perekonomian melalui efeknya pada jumlah uang beredar, yang pada gilirannya memiliki efek pada permintaan agregat.
Kebijakan kontraktif berusaha untuk meredam inflasi yang tinggi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang moderat. Sementara itu, kebijakan ekspansif berusaha untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan inflasi, biasanya selama ekonomi lemah seperti resesi.
Bank sentral menerapkan kebijakan ekspansif dengan tiga opsi berikut:
- Pemotongan suku bunga kebijakan
- Menurunkan rasio cadangan wajib
- Operasi pasar terbuka melalui pembelian surat berharga pemerintah
Suku bunga kebijakan
Penyesuaian suku bunga jangka pendek adalah alat kebijakan moneter utama bank sentral. Anda mungkin sering mendengarnya melalui media online. Misalnya, Federal Reserve menurunkan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 100 basis poin menjadi 0,25% pada Maret 2020. Bank Indonesia juga mengambil langkah serupa selama periode ini dan memangkas BI 7-Day Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,50%. Keduanya adalah suku bunga bank sentral untuk pinjaman jangka pendek.
Bank komersial biasanya mengambil pinjaman dari bank sentral untuk memenuhi kekurangan likuiditas mereka. Sebagai kompensasi, bank sentral membebankan bunga. Dengan demikian, perubahan kebijakan suku bunga pada akhirnya mempengaruhi perilaku bank dalam memberikan pinjaman.
Untuk melaksanakan kebijakan moneter ekspansif, bank sentral menurunkan suku bunga acuan. Bank komersial menanggung biaya pinjaman yang lebih rendah. Mereka menyerahkan lebih sedikit uang untuk membayar bunga ke bank sentral.
Akibatnya, mereka memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan ke sektor rumah tangga dan bisnis. Biaya pinjaman yang lebih rendah kepada bank sentral juga mendorong turunnya suku bunga pinjaman di kedua sektor tersebut. Hal ini, pada gilirannya, meningkatkan ketersediaan kredit dalam perekonomian pada biaya yang lebih rendah.
Suku bunga yang lebih rendah merangsang rumah tangga untuk mengajukan pinjaman baru. Mereka menggunakannya untuk membeli beberapa barang tahan lama. Akibatnya, konsumsi rumah tangga meningkat.
Di sisi lain, pelaku usaha juga memanfaatkan suku bunga rendah untuk berinvestasi dalam barang modal. Awalnya, mereka kemungkinan akan membeli beberapa peralatan ringan untuk meningkatkan efisiensi. Ketika permintaan menjadi lebih kuat, mereka kemudian membeli peralatan yang lebih berat untuk meningkatkan produksi.
Konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis yang lebih tinggi mendorong peningkatan permintaan agregat. Perlahan, ekonomi bergerak keluar dari resesi dan menuju jalur ekspansi.
Rasio cadangan wajib
Bank komersial harus memiliki cadangan minimum di bank sentral dan brankas mereka sendiri. Hal ini penting sebagai bantalan terhadap risiko.
Dari total simpanan yang diterima, bank umum tidak menggunakan semuanya untuk memberikan pinjaman. Mereka menyisihkan persentase tertentu dari deposito sebagai cadangan, sesuai peraturan bank sentral. Katakanlah, bank sentral menetapkan rasio cadangan wajib sekitar 10%. Dalam hal ini, bank komersial harus menyimpan $10 dari setiap $100 simpanan sebagai cadangan. Sisanya, $90, mereka gunakan sebagai pinjaman.
Misalnya, untuk meningkatkan jumlah uang beredar, bank sentral menurunkan rasionya menjadi 5%. Itu berarti bank dapat menggunakan $95 untuk membuat pinjaman dan menyisihkan $5 sebagai cadangan. Akibatnya, bank komersial sekarang memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan. Uang ekstra pada akhirnya akan berlipat ganda melalui efek pengganda uang.
Lebih banyak uang yang beredar meningkatkan likuiditas dalam perekonomian. Itu mendorong suku bunga pinjaman turun. Sekarang, lebih mudah bagi rumah tangga dan bisnis untuk menemukan pinjaman baru yang lebih murah. Hal ini pada gilirannya mendorong mereka untuk meningkatkan konsumsi dan investasi mereka.
Operasi pasar terbuka
Di bawah kebijakan moneter ekspansif, bank sentral membeli surat berharga pemerintah dari bank komersial. Surat berharga berpindah tangan dari bank komersial ke bank sentral. Sebagai kompensasi, bank komersial menerima sejumlah pembayaran.
Bank sekarang memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan. Saat beredar dalam perekonomian, uang akan berlipat ganda, meningkatkan likuiditas dan mendorong suku bunga turun. Pinjaman murah lebih mudah tersedia, mendorong rumah tangga dan bisnis untuk mengajukan pinjaman.
Dampak kebijakan moneter ekspansif
Kebijakan moneter ekspansif mendorong peningkatan permintaan agregat. Ketika permintaan agregat meningkat, itu merangsang bisnis untuk meningkatkan produksi dan merekrut lebih banyak pekerja. Akibatnya, ekonomi tumbuh, inflasi naik, dan tingkat pengangguran turun.
Merangsang pertumbuhan ekonomi
Peningkatan jumlah uang beredar menurunkan suku bunga dan biaya pinjaman. Ini merangsang rumah tangga untuk membelanjakan lebih banyak, terutama untuk barang-barang tahan lama seperti properti dan mobil.
Di sisi lain, biaya investasi lebih murah untuk bisnis ketika suku bunga turun. Dikombinasikan dengan penguatan permintaan rumah tangga, mereka perlahan meningkatkan produksi.
Awalnya, beberapa bisnis akan menambah jam lembur. Mereka juga lebih suka berinvestasi dalam peralatan ringan untuk meningkatkan efisiensi. Mereka akan melihat tren permintaan lebih lanjut sebelum membuat keputusan investasi di alat berat seperti mesin atau membangun pabrik baru.
Jika permintaan agregat menjadi lebih kuat, prospek keuntungan masa depan meningkat. Bisnis yakin dapat meningkatkan produksi dengan membeli mesin baru. Akibatnya, permintaan agregat meningkat, merangsang pertumbuhan output agregat dan PDB riil, yang mengarah ke pertumbuhan ekonomi.
Tingkat inflasi yang meningkat
Injeksi uang ekstra ke dalam perekonomian meningkatkan tingkat inflasi. Ini bisa menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi perekonomian.
Dari teori kuantitatif uang, peningkatan jumlah uang beredar memiliki konsekuensi terhadap inflasi dan output agregat. Secara khusus, di bawah teori ini, para ekonom menghubungkan jumlah uang beredar dan sirkulasimua, output agregat, dan tingkat harga (inflasi) ke dalam persamaan berikut:
- M x V = P x Y
Di mana:
- M: Jumlah uang beredar
- V: Perputaran uang, yaitu berapa kali uang yang sama berpindah tangan selama setahun.
- P = Tingkat harga (inflasi)
- Y = Output agregat
Dalam jangka pendek, para ekonom menganggap perputaran uang adalah konstan. Jadi, ketika jumlah uang beredar meningkat, itu menghasilkan dua kemungkinan: peningkatan tingkat harga dan output agregat.
Jika output agregat meningkat pada persentase relatif yang sama, maka pengaruh peningkatan jumlah uang beredar terhadap inflasi relatif dapat dikendalikan. Ini adalah hasil ideal dari kebijakan moneter ekspansif.
Namun, jika bank sentral mengambil kebijakan yang terlalu agresif, jumlah uang beredar meningkat secara dramatis. Jika output agregat tidak meningkat pada kecepatan yang sama, perekonomian menghadapi tekanan inflasi yang tinggi. Dan, itu bisa menyebabkan hiperinflasi.
Depresiasi mata uang
Peningkatan jumlah uang beredar meningkatkan penawaran mata uang domestik. Hal ini menyebabkan melemahnya harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (depresiasi).
Depresiasi seharusnya mendorong ekspor karena harga barang-barang domestik lebih rendah di pasar luar negeri. Di sisi lain, harga barang impor menjadi lebih mahal.
Peningkatan ekspor dan penurunan impor mendorong pertumbuhan ekonomi domestik yang diukur dengan pertumbuhan PDB riil.
Untuk memahami hal ini, ingat kembali konsep penghitungan PDB menggunakan pendekatan pengeluaran. Secara singkat, para ekonom merumuskan PDB riil sebagai berikut:
- PDB = Konsumsi + Investasi Bisnis + Pengeluaran Pemerintah + (Ekspor-Impor)
Menurunnya tingkat pengangguran
Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, pada awal penerapan kebijakan moneter ekspansif, tingkat pengangguran mungkin masih tinggi. Bisnis akan melihat permintaan dan prospek keuntungan sebelum mempekerjakan pekerja baru.
Misalkan perusahaan melihat prospek permintaan dan keuntungan yang kuat. Dalam hal ini, mereka akan meningkatkan output melalui investasi barang modal dan perekrutan pekerja. Peningkatan aktivitas produksi menciptakan lebih banyak pekerjaan dalam perekonomian. Dari investasi modal seperti pembelian mesin dan kendaraan produksi, bisnis membutuhkan lebih banyak pekerja untuk mengoperasikan aset ini. Jadi, perlahan, tingkat pengangguran turun.