Sesuai dengan namanya, anticipated inflation adalah ekspektasi tentang kenaikan harga di masa depan oleh pelaku ekonomi. Ekspektasi inflasi dapat memainkan peran kunci dalam terhadap pergerakan realisasi inflasi.
Misalnya, jika konsumen berpikir bahwa harga akan naik, mereka mungkin akan bergegas untuk membeli sebelum harga naik. Ini membuat kemudian mendorong permintaan saat ini. Di sisi lain, jika bisnis berpikiran sama dengan konsumen, mereka kemungkinan juga akan menaikan harga jual. Kondisi ini pada akhirnya mempercepat laju kenaikan harga barang saat ini dan mendorong inflasi aktual naik.
Di pasar tenaga kerja, inflasi yang lebih tinggi dari yang diantisipasi menurunkan tingkat upah riil dan meningkatkan kuantitas tenaga kerja yang diminta. Itu membuat pekerjaan lebih mudah ditemukan dan menurunkan tingkat pengangguran karena produsen berusaha untuk meningkatkan produksi.
Sebaliknya, inflasi yang lebih rendah dari yang diantisipasi meningkatkan tingkat upah riil dan mengurangi jumlah tenaga kerja yang diminta. Ini juga meningkatkan tingkat pengangguran.
Pengaruh anticipated inflation terhadap bunga pinjaman
Katakanlah, bank tahu berapa tingkat inflasi antara tahun ini dan berikutnya. Misalkan, misalnya bank meminjamkan R90 juta untuk satu tahun dan bank berharap bahwa tingkat inflasi selama tahun berikutnya akan menjadi 10%. Bank harus membebankan bunga 10% hanya untuk menutupi nilai riil pokok pinjaman – Rp90 juta yang akan bank terima saat pelunasan pada akhir tahun hanya akan membeli barang senilai Rp81 juta (90 – 90 x 10% inflasi). Bank juga ingin menerima bunga riil atas pinjaman sebesar 5% sehingga mereka harus membebankan suku bunga aktual 15% – bunga riil 5% dan 10% untuk menutup inflasi yang diantisipasi.
Jika tingkat inflasi ternyata lebih tinggi dari yang diantisipasi (misalnya 12%), tingkat bunga riil terealisasi (15%-12% = 3%) akan di bawah tingkat bunga riil kontrak (15%-10% = 5%) dan akan ada redistribusi kekayaan dari bank kepada peminjam. Ini karena peminjam menikmati bunga yang lebih rendah daripada yang seharusnya (12%+5% = 17% vs 15%).
Jika tingkat inflasi aktual dan yang diantisipasi ternyata sama, tidak akan ada efek redistribusi kekayaan. Sebaliknya, jika tingkat inflasi ternyata lebih rendah dari yang diantisipasi (misalnya 8%), tingkat bunga riil terealisasi (15%-8% = 7%) akan di atas tingkat bunga riil kontrak (15%-10% = 5%) dan akan ada redistribusi kekayaan dari peminjam kepada bank. Ini karena konsumen menanggung bunga yang lebih tinggi daripada yang seharusnya (8%+5% = 13% vs 15%).