Contents
Apa itu: Rasio utang terhadap ekuitas (debt‐to‐equity ratio) adalah rasio leverage dengan membandingkan proporsi relatif utang dan modal dalam struktur modal perusahaan. Secara spesifik, itu mengukur seberapa besar modal utang dibandingkan dengan modal ekuitas.
Rasio lebih tinggi mengindikasikan leverage yang lebih tinggi dan dianggap lebih berisiko karena bagaimanapun, tingkat utang yang tinggi meningkatkan beban di masa depan – untuk membayar bunga dan pokok. Misalnya, rasio lebih dari satu berarti perusahaan lebih banyak mengandalkan utang daripada ekuitas.
Tapi, berapa debt‐to‐equity ratio yang ideal, itu bisa bervariasi antar industri. Karena alasan ini, kita harus membandingkan itu dengan perusahaan di industri yang sama jika ingin membuat perbandingan yang apple-to-apple.
Mengapa rasio utang terhadap ekuitas penting?
Rasio utang terhadap ekuitas adalah metrik yang sering dilihat untuk memeriksa leverage keuangan. Itu memberitahu kita sejauh mana perusahaan mengandalkan utang – daripada ekuitas – dalam membiayai operasinya.
Struktur modal sebuah perusahaan berasal dua sumber: modal ekuitas dan modal utang. Jika perusahaan lebih banyak mengandalkan utang daripada ekuitas, kita mengatakan mereka memiliki leverage yang tinggi. Mereka kita anggap memiliki risiko keuangan yang lebih tinggi.
Mengapa lebih berisiko? Mari kita bedah sedikit tentang utang.
Tidak seperti modal ekuitas, utang mengharuskan arus keluar kas di masa mendatang. Ambil obligasi sebagai contoh. Perusahaan harus membayar bunga (kupon) secara rutin misalnya bulanan, kuartalan atau semesteran – dan karena itu, itu mewakili biaya tetap – dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo.
Utang harus dibayar, bahkan ketika perusahaan sedang rugi atau tidak menghasilkan pendapatan. Kegagalan untuk melakukannya bisa mendorong kreditur untuk mengajukan kebangkrutan terhadap perusahaan.
Dan, semakin tinggi utang, semakin besar beban yang harus dibayar. Risiko keuangan meningkat karena utang yang lebih tinggi mengarah pada kemampuan bayar yang menurun dan risiko gagal bayar yang lebih tinggi.
Selain itu, keuangan perusahaan juga menjadi tidak fleksibel jika memiliki terlalu banyak utang. Mereka sulit untuk meraih pinjaman baru dengan lebih murah. Di sisi lain, lebih banyak dolar yang dibukukan dialokasikan untuk membayar utang daripada ditahan sebagai modal internal.
Bagaimana cara menghitung rasio utang terhadap ekuitas?
Menghitung debt‐to‐equity ratio membutuhkan kita membagi total utang dengan total ekuitas. Total utang merujuk pada utang berbunga seperti pinjaman bank dan obligasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Data-rata tersebut dapat kita temukan di neraca.
Dalam kasus spesifik, beberapa orang mungkin menggunakan total liabilitas sebagai pembilang alih-alih total utang. Itu terutama jika perusahaan tidak memiliki utang berbunga. Tapi, harap kita ingat, beberapa akun liabilitas adalah akrual atau tidak menghasilkan kas keluar untuk penyelesaiannya. Sehingga, menggunakan total liabilitas dalam perhitungan bisa menyesatkan.
- Debt‐to‐equity ratio = Total utang / Total ekuitas
Sebagai ilustrasi sederhana, sebuah perusahaan memiliki aset $6 juta dan liabilitas $2 juta. Dari bagian liabilitas tersebut, perusahaan melaporkan $500.000 utang berbunga jangka pendek dan $1 juta utang berbunga jangka panjang.
Dari kasus di atas, kita menghitung total ekuitas dengan mengurangkan liabilitas dari total aset, sehingga, kita mendapatkan angkanya sama dengan $4 juta = $6 juta – $2 juta. Kemudian, mengaplikasikan rumus di atas, kita mendapatkan debt-to-equity ratio sebesar 0,38 = ($500.000 + $1 juta) / $4 juta.
Bagaimana cara menginterpretasikan rasio utang terhadap ekuitas?
Debt-to-equity ratio yang tinggi tidak diinginkan karena menunjukkan risiko keuangan yang lebih tinggi. Sebaliknya, rasio yang rendah menunjukkan perusahaan lebih mengandalkan ekuitas daripada utang. Kemudian, rasio sama dengan 1,0 menunjukkan perusahaan memiliki utang dan ekuitas dalam proporsi yang sama dalam struktur modalnya.
Debt-to-equity ratio di bawah 1,0 kadang dianggap relatif aman, sedangkan jika itu sama dengan atau lebih dari 2,0 dianggap berisiko. Tapi, itu tidak bisa kita samakan untuk semua perusahaan. Kita harus memeriksa lebih lanjut tentang sifat bisnis dan industri di mana perusahaan beroperasi, yang mana mempengaruhi variasi dalam rasio ini.
Apa implikasi rasio yang tinggi?
Rasio yang tinggi adalah berisiko karena perusahaan harus mengeluarkan uang secara reguler dan dalam nominal yang besar untuk membayar bunga dan pokok. Perusahaan harus tetap melakukannya bahkan ketika sedang rugi atau tidak menghasilkan pendapatan. Jika tidak, kreditur dapat mengajukan kebankrutan terhadap perusahaan dan memaksa perusahaan untuk melikuidasi aset demi membayar utang.
Konsekuensi lainnya adalah fleksibilitas keuangan yang rendah. Pertama, perusahaan harus mengalokasikan lebih banyak uang untuk membayar utang, alih-alih ditahan sebagai modal internal untuk membiayai modal kerja atau investasi jangka panjang.
Kedua, calon kreditor enggan memberikan pembiayaan kepada perusahaan. Rasio yang tinggi mencerminkan risiko gagal bayar yang tinggi. Sehingga, perusahaan lebih sulit untuk mendapatkan utang baru untuk menumbuhkan bisnis.
Kalaupun perusahaan bisa mendapatkan utang baru, itu pada biaya yang mahal. Kreditur akan meminta bunga yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Sebagai hasilnya, beban utang semakin menumpuk.
Tapi, katakanlah, perusahaan bisa menginvestasikan utang yang mahal tersebut dan menghasilkan lebih banyak pendapatan. Dalam kasus tersebut, mengajukan utang mungkin bukan persoalan bagi perusahaan. Perusahaan mampu menghasilkan kenaikan pendapatan yang lebih tinggi daripada tambahan biaya dari utang. Sehingga, kemampuan bayar perusahaan tidak memburuk.
Berapa rasio utang terhadap ekuitas yang ideal?
Rasio utang terhadap ekuitas yang ideal atau aman bervariasi antar bisnis. Perusahan di industri yang berbeda bisa memiliki rata-rata rasio yang berbeda jauh. Misanya, perusahaan utilitas biasanya memiliki rasio yang tinggi. Meskipun demikian, itu juga disertai dengan kemampuan bayar yang baik karena memiliki aliran kas masuk yang stabil.
Begitu juga, perbankan juga memiliki rasio utang yang tinggi. Maklum, mereka mengambil simpanan dari masyarakat dan menyalurkannya sebagai pinjaman dengan mengambil selisih bunga sebagai keuntungan. Dan, deposit yang mereka bukukan merupakan utang berbunga. Tapi, lagi-lagi, itu tidak selalu menyebabkan masalah.
Perusahan di industri yang mature biasanya juga mengambil utang yang tinggi karena didukung oleh aliran masuk kas yang stabil. Itu kontras dengan mereka yang beroperasi di industri yang sedang tumbuh, yang mana membutuhkan lebih banyak uang untuk memacu pertumbuhan bisnis.
Perusahan baru mungkin juga tidak mengambil banyak utang jika dibandingkan dengan perusahaan yang mapan. Itu karena mereka belum memiliki pendapatan yang stabil atau bahkan masih menanggung rugi. Seiring bisnis dan pendapatan yang tumbuh mereka mengambil utang.
Terakhir, perusahan di industri defensif memiliki aliran kas masuk yang stabil – dan karena itu, cenderung mengambil lebih banyak utang daripada mereka yang beroperasi di industri siklikal.
Bacaan selanjutnya
- Rasio Solvabilitas: Formula, Contoh dan Perhitungannya
- Rasio Utang Terhadap Aset: Perhitungan dan Interpretasi
- Rasio utang terhadap modal: Cara Menghitung dan Menginterpretasi
- Rasio Utang Terhadap Ekuitas: Perhitungan dan Interpretasi
- Rasio Aset Terhadap Ekuitas: Perhitungan dan Interpretasi
- Rasio Cakupan Bunga: Cara Menghitung dan Menginterpretasikannya
- Fixed Charge Coverage Ratio: Perhitungan dan Interpretasi