Deindustrialisasi: Definisi, Penyebab dan Efek

Indonesia menghadapi deindustrialisasi. Kita lihat, kontribusi output manufakturnya terhadap produk domestik bruto terus jatuh, dari 28% di tahun 2008 menjadi hanya 17% di tahun 2019. Chart diatas memperlihatkan kepada anda, seberapa parah penurunan tersebut.

Titik baliknya adalah selama krisis 1998, di mana setelah itu saat itu, persentasenya terus turun. Apa itu deindustrialisasi? Bagaimana itu terjadi? Apa dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat? Mari kita membahasnya satu per satu.

Apa definisi deindustrialisasi

Apa itu: Deindustrialisasi (deindustrialization) adalah sebuah fenomena di mana sebuah perekonomian berkembang dari berbasis manufaktur ke berbasis jasa. Dengan kata lain, perekonomian bertransisi dari mengandalkan sektor sekunder ke sektor tersier. Tapi, yang lebih buruk adalah ketika perekonomian bertransisi balik kembali ke sektor primer (kebalikan dari industrialisasi). 

Bagaimana kita bisa mencermati transisi tersebut? Pertama, kita bisa melihatnya dari data produk domestik bruto (PDB) berdasarkan sektor. Itu merinci struktur perekonomian sebuah negara. Di dalamnya, data PDB dipecah menjadi beberapa sektor berdasarkan nilai moneter output final mereka.

Kemudian, kita membagi nilai output sektor manufaktur terhadap PDB. Ketika deindustrialisasi terjadi, sektor manufaktur tidak lagi berkontribusi dominan terhadap perekonomian. Persentase outputnya terhadap PDB menunjukkan penurunan.

Dampak selanjutnya adalah terhadap lapangan kerja. Pekerjaan di sektor manufaktur berkontribusi menurun dalam menyerap tenaga kerja baru. Penciptaan lapangan kerja baru di sektor ini kurang cepat dibandingkan dengan sektor jasa. Sehingga, sektor manufaktur tidak lagi mendominasi dalam menyerap tenaga kerja di dalam sebuah perekonomian.

Kontribusi output sektor manufaktur terhadap PDB (%)

Apa yang menyebabkan deindustrialisasi?

Beberapa alasan menjelaskan mengapa deindustrialisasi terjadi. Kita bisa melihatnya sebagai fenomena alamiah tapi juga sebagai fenomena akibat permasalah struktural perekonomian.

Perekonomian yang semakin maju

Deindustrialisasi bisa kita pandang sebagai fenomenal alami dari perkembangan sebuah perekonomian. Sebuah perekonomian berkembang dari berbasis pertanian ke berbasis manufaktur – dikenal dengan industrialisasi. 

Pada perkembangan berikutnya, itu berkembang ke basis jasa dan sektor manufaktur berkontribusi lebih rendah daripada sebelumnya (deindustrialisasi). Jadi, ketika perekonomian telah matang dan mencapai industrialisasi penuh, sebagaimana terjadi di negara maju, deindustrialisasi akan berlangsung.

Fenomena di atas membawa kemakmuran di dalam perekonomian. Populasi memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, mendorong lebih banyak pengeluaran konsumen untuk jasa.

Di sisi lain, peningkatan produktivitas di sektor manufaktur – karena kemajuan metode dan teknologi produksi – membuat harga barang lebih murah. Selain itu, mereka juga mendapatkan barang murah dari impor. Sebagai hasilnya, dolar tambahan yang dihabiskan ke barang manufaktur lebih sedikit daripada yang dihabiskan ke jasa.

Permasalahan struktural perekonomian

Deindustrialisasi bisa berlangsung karena masalah struktural. Ekonom menyebutnya sebagai deindustrialisasi negatif atau prematur.

Output sektor manufaktur tumbuh lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi atau bahkan turun sebelum mencapai matang. Sebaliknya, sektor non-manufaktur, yang mana itu biasanya adalah sektor jasa, tumbuh lebih tinggi dan menjadi mesin baru bagi pertumbuhan ekonomi.

Fenomena semacam itu berlangsung dalam waktu yang lama, tidak satu tahun atau dua tahun. Industrialisasi berlangsung tapi tidak mencapai kemakmuran yang sama sebagaimana yang dihasilkan negara maju selama industrialisasi – menyebabkan jebakan pendapatan menengah (middle income trap).

Kemudian, karena penurunan daya saing, rendahnya inovasi dan investasi, sektor manufaktur tidak lagi menciptakan banyak pekerjaan. Kontribusi outputnya terhadap % PDB juga perlahan menurun.

Penyebab deindustrialisasi secara ringkas

Baiklah, berikut adalah faktor-faktor penyebab deindustrialisasi, baik dari sudut pandang positif maupun negatif:

Daya saing menurun. Misalnya, meningkatnya upah atau buruknya infrastruktur untuk logistik meningkatkan biaya melakukan bisnis. Riset dan pengembangan yang rendah juga bisa melemahkan daya saing karena inovasi yang rendah.

• Sebagai akibatnya, biaya untuk memproduksi barang manufaktur menjadi lebih mahal. Di sisi lain, kualitas mereka juga kurang kompetitif dibandingkan dengan barang dari negara lain.

Tekanan persaingan meningkat. Liberalisasi perdagangan dan globalisasi meningkatkan aliran perdagangan internasional. Itu membuat barang luar negeri masuk secara melimpah ke pasar domestik. Di sisi lain, konsumen juga lebih mudah mendapatkan barang impor daripada sebelumnya.

Tingginya impor mengancam pemanufaktur domestik. Karena tidak bersaing, akhirnya beberapa gulung tikar.

Pelarian modal berlangsung secara masif. Banyak pemanufaktur menarik investasi mereka. Itu mungkin disebabkan oleh guncangan politik atau kebijakan pemerintah yang tidak mendukung, yang mana berlangsung lama.

Investasi baru adalah rendah. Lebih sedikit pabrik dibangun dan lebih sedikit pekerjaan baru yang tercipta. Sebaliknya, investasi baru di sektor jasa meningkat tinggi. 

• Rendahnya investasi baru menyebabkan output di sektor manufaktur tumbuh pada laju yang rendah. Barang modal yang terakumulasi tidak tumbuh dan akhirnya, perekonomian mengandalkan barang modal tua dengan produktivitas rendah.

Pemerintah mempromosikan program transformasi ekonomi. Pemerintah mengarahkan perekonomian untuk mengandalkan sektor jasa bernilai tambah lebih tinggi (sektor kuarterner) daripada sektor manufaktur padat karya. 

• Inisiatif semacam itu tidak berarti mengorbankan sektor manufaktur sama sekali. Sebaliknya, pemerintah mengarahkan perekonomian menuju deindustrialisasi sebagai fenomena alami. Oleh karena itu, untuk mendukung program tersebut, pemerintah juga membangun manufaktur pendukung strategis seperti industri berteknologi tinggi yang mana akhirnya bisa mendorong peningkatan produktivitas manufaktur secara keseluruhan. “Made in China 2025” adalah contoh bagus yang bisa anda dalami.

Pola belanja konsumen berubah. Industrialisasi – yang terjadi selama periode sebelumnya – membawa lebih banyak kemakmuran, mendorong pendapatan per kapita yang tinggi. Masyarakat lebih banyak menghabiskan dolar tambahan ke jasa daripada barang. Itu mendorong sektor jasa berkembang pesat.

• Di sisi lain, peningkatan produktifitas membuat harga barang manufaktur menjadi lebih murah. Sehingga, orang hanya perlu menghabiskan tambahan dolar yang lebih sedikit untuk membeli mereka daripada untuk membeli jasa.

Offshoring meningkat. Pemanufaktur relokasi fasilitas produksinya ke luar negeri dan memilih fokus pada layanan. Contohnya adalah keputusan Apple untuk mengalihdayakan produksi ke negara di luar Amerika Serikat.

• Relokasi semacam itu menyebabkan penurunan output sektor manufaktur. Misalnya, perusahaan padat karya, seperti tekstil memindahkan fasilitas produksi mereka dari negara-negara maju ke negara berkembang seperti Vietnam dan Bangladesh.
• Negara tujuan menawarkan upah buruh yang lebih rendah daripada di negara asal. Karena tekstil adalah padat karya, upah yang rendah memungkinkan biaya produksi yang rendah. Strategi bisnis tersebut menjaga harga produk tekstil tetap murah dan kompetitif di pasar global.

Apa efek deindustrialisasi 

Deindustrialisasi membawa dampak positif dan negatif terhadap perekonomian dan masyarakat. Itu mempengaruhi lapangan kerja, pendapatan masyarakat, dan lingkungan.

Berikut adalah dampak positifnya:

• Lebih banyak pendapatan. Transisi dari sektor manufaktur ke sektor jasa mencerminkan kesejahteraan dan penghasilan yang lebih tinggi. Selain itu, sektor jasa juga memiliki nilai tambah lebih tinggi bagi perekonomian. Pergeseran struktur ekonomi tersebut pada akhirnya mengarah pada standar hidup yang lebih tinggi.
• Produktivitas lebih tinggi. Karena menghasilkan lebih banyak nilai tambah, output per pekerja juga meningkat.
• Berkurangnya degradasi lingkungan. Bisnis manufaktur mengeluarkan emisi karbon yang substansial, yang mana merusak lingkungan. Berkurangnya aktivitas manufaktur berarti berkurangnya dampak negatif ke lingkungan.
• Lebih banyak barang yang murah. Spesialisasi perdagangan mengarah pada barang yang lebih murah. Misalnya, perusahaan global yang berbasis di negara maju telah meningkatkan keuntungan dengan mengalihkan produksi ke lokasi berbiaya rendah di negara lain. Akhirnya, mereka mengekspor produknya kembali ke negara asal dengan lebih murah.
• Lebih sedikit pekerjaan berbahaya. Bekerja di pabrik sering menimbulkan kecelakaan dan menyebabkan cacat seumur hidup.

Di sisi lain, deindustrialisasi juga menyebabkan dampak negatif, seperti:

• Meningkatnya pengangguran struktural. Pekerjaan di manufaktur tertentu hilang dan mereka yang menganggur tidak bisa beralih ke sektor jasa karena keahlian yang tidak memadai. Faktor seperti spesialisasi, menghambat mobilitas tenaga kerja. Pekerja tidak memiliki keterampilan alternatif untuk melamar pekerjaan di sektor jasa ketika pemberi kerja mereka bangkrut atau merelokasi pabriknya ke luar negeri.
• Defisit transaksi berjalan yang persisten. Karena output manufaktur berkurang, perekonomian mengandalkan barang impor, membeli dari luar negeri untuk memenuhi konsumsi domestik. Di sisi lain, ekspor produk cenderung menyusut karena output manufaktur berkurang.
• Pengurangan wajib pajak. Pengangguran yang lebih tinggi dan penurunan aktivitas manufaktur mengurangi sumber-sumber potensial untuk pungutan pajak pemerintah.
• Meningkatnya tekanan lingkungan di negara tujuan investasi pemanufaktur. Ketika pemanufaktur merelokasi pabrik mereka ke luar negeri, itu berarti mereka memindahkan potensi emisi karbon ke negara tujuan, yang mana biasanya adalah negara berkembang.

• Apa Faktor Penyebab Deindustrialisasi?
• Dutch Disease: Definisi, Contoh, Penyebab, dan Solusi yang Mungkin
• Apa Saja Dampak Positif dan Negatif Deindustrialisasi?