Contents
Apa itu: Disinflasi (disinflation) adalah situasi di mana tingkat harga meningkat pada tingkat pertumbuhan yang lebih lambat. Dengan kata lain, inflasi masih positif, tapi lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya. Misalnya, tingkat inflasi melambat dari inflasi 3% pada kuartal menjadi 2,5% pada kuartal kedua dan 2,1% pada kuartal ketiga.
Jika persentase jatuh ke teritori negatif, itu adalah deflasi. Misalnya, tingkat inflasi masing-masing menjadi -0,1% pada kuartal kedua dan -0,2% pada kuartal ketiga. Secara umum, deflasi lebih berbahaya dari deflasi.
Apa perbedaan antara deflasi dan disinflasi?
Disinflasi adalah fenomena yang umum di dalam sebuah perekonomian. Itu mungkin terjadi selama fase ekonomi lemah di mana permintaan mulai melambat.
Sebaliknya, deflasi lebih berbahaya. Jatuhnya tingkat harga biasanya berlangsung selama resesi atau depresi ekonomi. Di saat itu, permintaan begitu lemah karena sebagian besar rumah tangga berhemat. Tingkat pengangguran tinggi membuat prospek pendapatan suram. Sebagai hasilnya, mereka mengurangi belanja barang dan jasa yang kurang esensial.
Memang, selama deflasi, daya beli uang meningkat. Tapi, itu tidak mendorong orang untuk berbelanja. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki uang akibat prospek pendapatan dan pekerjaan yang suram.
Selain itu, deflasi juga mengakibatkan utang riil meningkat. Itu merugikan peminjam. Fenomena ini disebut sebagai debt inflation.
Indikator disinflasi
Seperti inflasi, kita mengukur disinflasi menggunakan indeks harga. Indikator yang paling banyak dikutip adalah indeks harga konsumen (IHK). Alternatifnya adalah indeks harga produsen atau deflator PDB.
IHK mengukur perubahan rata-rata harga barang dan jasa konsumen. Itu adalah salah satu ukuran ekonomi yang paling banyak dipantau oleh investor dan bank sentral. Perusahaan juga memantaunya, terutama untuk menyesuaikan komponen biaya (seperti gaji) dan harga jual.
Persentase perubahan indeks harga konsumen dari waktu ke waktu merujuk pada tingkat inflasi. Kita dapat menghitungnya dengan rumus berikut:
Tingkat inflasi = [(IHKt / IHK(t-1)) -1] * 100%
Saya telah mengaplikasikan rumus di atas untuk menghitung tingkat inflasi. Dan, hasilnya adalah sebagai berikut:
Tahun | IHK | Tingkat Inflasi (%) |
2009 | 110 | |
2010 | 114 | 4,0 |
2011 | 116 | 2,0 |
2012 | 117 | 1,0 |
2013 | 119 | 1,0 |
2014 | 122 | 3,0 |
2015 | 128 | 5,0 |
2016 | 121 | -2,0 |
2017 | 116 | -3,0 |
2018 | 113 | -3,0 |
Dari tabel tersebut, anda dapat melihat bahwa terjadi deflasi selama 2011 dan 2012, di mana tingkat inflasi turun dari 4,0% menjadi 2,0% lalu menjadi 1,0%.
Selanjutnya, pada 2016-2018, ekonomi mengalami deflasi karena tingkat inflasi bergerak ke wilayah negatif.
Penyebab disinflasi
Disinflasi terjadi karena beberapa faktor.
Pertama, tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar melambat. Itu biasanya terjadi ketika bank sentral mengadopsi kebijakan moneter yang lebih ketat. Bank sentral melihat tingkat inflasi telah melebihi target dan bergerak ke arah yang membahayakan perekonomian.
Tingginya inflasi membuat perekonomian kepanasan. Itu dapat mengarah pada hiperinflasi jika tidak dicegah. Untuk mendinginkan perekonomian, bank sentral mengambil kebijakan yang lebih ketat melalui:
- Kenaikan suku bunga kebijakan (policy rate)
- Menaikan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio)
- Operasi pasar terbuka dengan menjual surat berharga pemerintah.
Jika kebijakan sukses, itu seharusnya menghasilkan disinflasi. Tapi, jika kebijakan terlalu agresif, itu bukannya memperlambat inflasi, tapi membawa perekonomian menuju kontraksi dan deflasi.
Secara umum, Anda dapat menggunakan rumus teori kuantitas uang untuk melihat hubungan antara jumlah uang beredar, output riil dan tingkat harga. Berikut adalah persamaannya:
M x V = P x Y
di mana:
- M = Jumlah uang beredar
- V = Velositas uang, yakni berapa kali uang yang sama berpindah tangan dalam satu tahun
- P = Tingkat harga
- Y = Output riil
Kedua, pertumbuhan PDB riil melambat karena permintaan agregat melemah. Produsen berusaha merasionalisasi laju produksinya untuk menyesuaikan permintaan. Selain itu, secara rata-rata, produsen kemungkinan menaikkan harga jual pada tingkat yang lebih moderat dibandingkan dengan sebelumnya.
Dalam beberapa kasus, perlambatan laju inflasi juga dapat terjadi di awal resesi ekonomi (kontraksi). Selama periode ini, ada tekanan ke bawah terhadap tingkat harga dan mungkin hanya mengakibatkan perlambatan tingkat inflasi, alih-alih deflasi. Tapi, jika resesi semakin dalam, deflasi kemungkinan besar muncul.
Dampak disinflasi
Seperti yang saya utarakan sebelumnya, disinflasi tidak membahayakan ekonomi dan itu adalah fenomena umum dalam sebuah siklus ekonomi.
Disinflasi memperbaiki daya beli rumah tangga. Mari kita ambil contoh sederhana.
Katakanlah, tingkat inflasi melambat dari 5% menjadi 3%. Pada saat yang sama, persentase kenaikan gaji anda sama seperti tahun sebelumnya, yakni 4%. Karena tingkat inflasi lebih rendah, daya beli anda meningkat. Di tahun sebelumnya, daya beli gaji anda terkikis 1% (4% -5%) karena tingkat inflasi lebih tinggi daripada peningkatan gaji. Tapi, sekarang, dengan tingkat inflasi yang lebih rendah, daya beli gaji anda meningkat.
Bagi perusahaan, secara rata-rata, disinflasi mengakibatkan pertumbuhan pendapatan mereka lebih rendah daripada sebelumnya, mengasumsikan volume penjualan tetap. Katakanlah, di tahun sebelumnya, perusahaan meningkatkan harga jual sekitar 3%. Tapi, karena permintaan menunjukkan tanda-tanda pelemahan, mereka hanya bisa menaikkan harga jual sebesar 1%.