Tingkat keparahan masalah ekonomi berasal dari kesenjangan antara keinginan total dan keinginan yang sebenarnya dapat dipenuhi dari sumber daya yang tersedia. Jika sumber daya ekonomi sudah digunakan semuanya, uang tambahan tidak dapat menghasilkan lebih banyak barang. Hanya ada kemungkinan kenaikan harga.
Seringkali, pemerintah mencetak uang ketika tidak dapat membiayai pinjaman. Dan, inilah sumber malapetaka. Pencetakan uang hanya akan menyebabkan inflasi dan bahkan hiperinflasi. Situasi ini pernah terjadi pada zaman Orde Lama di mana inflasi saat itu mencapai 600%.
Lebih lanjut, ketika pemerintah mencetak uang lebih cepat dari pertumbuhan output riil, ini mengurangi nilai uang dan menyebabkan inflasi. Dalam ekonomi, hubungan antara inflasi, output riil dan jumlah uang beredar dijelaskan dalam teori kuantitas uang (quantitative theory of money).
Penjelasan lebih sederhana
Asumsikan, satu-satunya barang dalam perekonomian adalah beras. Harga beras adalah sekitar Rp4.500 per kilogram. Semua orang memiliki penghasilan per bulan sekitar Rp45 ribu.
Setiap bulan, dengan penghasilkan yang dimiliki, kita membeli beras sebanyak 10 kilogram dan menukar uang Rp4.500 dengan 1 kilogram beras. Jadi, dalam hal ini, nilai riil dari Rp4.500 adalah 1 kilogram beras.
Anggaplah pemerintah ingin membuat kita semua kaya dengan mencetak lebih banyak uang rupiah dan memberikannya kepada kita, masing-masing mendapat Rp45 ribu. Sehingga, sekarang, uang yang kita miliki per bulan adalah Rp90 ribu.
Jika kita ingin makan lebih dari 10 kilogram sebulan, sekarang kita dapat melakukannya karena uang kita bertambah. Tetapi, karena orang lain seperti kita juga ingin melakukan hal yang sama, permintaan beras dalam perekonomian akan naik dan sangat mungkin harganya juga akan naik.
Katakanlah harga beras melonjak hingga menjadi Rp9.000 untuk setiap kilogram beras. Ini, secara kasar, adalah inflasi, dan ini mengikis nilai riil rupiah. Jika sebelumnya, dengan uang Rp4.500 kita mendapat 1 kilogram beras, maka sekarang, dengan uang tersebut kita hanya mendapat 0,5 kilogram beras karena harga telah naik menjadi Rp9.000 per kilogram.