Contents
Matriks Ansoff menawarkan empat strategi untuk menumbuhkan bisnis, dikaitkan dengan produk dan pasar. Kita dapat menggunakan model ini dalam proses perencanaan strategis untuk mendapatkan gambaran umum dan mengevaluasi potensi pertumbuhan. Meskipun demikian, ada beberapa risiko yang melekat di masing-masing strategi.
Selain itu, matriks juga memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, itu tidak memasukkan persaingan di pasar sebagai pertimbangan. Selain itu, matriks tersebut juga tidak mempertimbangkan sumber daya dan kapabilitas perusahaan saat ini atau yang perlu diakuisisi di masa depan untuk mengembangkan strategi yang terpilih. Sehingga, kita harus menggunakan matriks tersebut bersama dengan alat lainnya seperti seperti analisis SWOT dan Porter’s five forces.
Apa saja empat strategi tumbuh dalam matriks Ansoff?
Matriks Ansoff menggunakan dua variabel untuk mengidentifikasi peluang tumbuh. Keduanya adalah produk dan pasar. Perusahaan dapat mengembangkan strategi pertumbuhan dengan menyesuaikan produk dan pasar mereka. Secara spesifik, mereka dapat mencapai pertumbuhan dengan fokus pada produk saat ini atau produk baru untuk dipasarkan ke pasar saat ini atau pasar baru. Matriks menghasilkan empat kuadran:
- Penetrasi pasar
- Pengembangan produk
- Pengembangan pasar
- Diversifikasi
Penetrasi pasar
Penetrasi pasar berarti fokus pada produk dan pasar yang ada saat ini. Perusahaan bertujuan untuk menjual lebih banyak ke basis pelanggan yang ada dan meningkatkan pangsa pasar mereka.
Bagaimana perusahaan melakukannya? Misalnya, perusahaan mungkin meningkatkan promosi untuk untuk mendorong pelanggan membeli kembali produk mereka. Dan, itu juga membantu mereka memperluas basis pelanggan yang ada dengan menarik pelanggan baru dan mengakuisisi mereka.
Adapun, strategi yang lebih agresif mungkin diambil dengan menyesuaikan strategi penetapan harga mereka. Misalnya, mereka memangkas harga jual untuk memikat konsumen. Harga yang murah menjadi lebih menarik dan potensial mengalihkan permintaan dari produk pesaing ke produk mereka.
Atau, perusahaan menambahkan fitur baru ke produk yang ada saat ini. Strategi ini mungkin lebih aman dibandingkan dengan memangkas harga jual karena menghindari potensi perang harga. Sebaliknya, jika perusahaan memangkas harga, pesaing mungkin akan membalasnya dengan melakukan tindakan serupa.
Pengembangan produk
Strategi pengembangan produk memusatkan upaya dengan mengenalkan produk baru dan menjualnya ke pasar yang sudah ada. Perusahaan menambahkan penawaran baru ke portofolio produk mereka dan fokus pada basis pelanggan yang ada.
Strategi ini membutuhkan perusahaan untuk memahami kondisi pasar saat ini dan kebutuhan pelanggan. Misalnya, perusahaan mengamati perubahan dalam kebutuhan dan selera pelanggan melalui riset pasar. Ambil produsen mobil sebagai contoh. Mereka mengenalkan mobil listrik karena konsumen semakin khawatir terhadap pencemaran lingkungan.
Pengembangan pasar
Strategi pengembangan pasar berarti perusahaan memasuki pasar baru dengan produk yang sudah ada. Mereka fokus pada produk yang ada dan berusaha untuk menjual lebih banyak dengan menargetkan pasar-pasar baru potensial.
Perusahaan mungkin menargetkan pasar dengan lokasi geografis yang berbeda. Menargetkan pasar luar negeri adalah contoh yang sering dikutip. Mereka mungkin mungkin melakukan itu dengan mengekspor, waralaba, pemberian lisensi, atau berinvestasi langsung dengan mengakuisisi atau mendirikan pabrik di beberapa negara. Perusahaan makanan cepat saji seperti McDonald’s, KFC dan Burger King adalah contoh bagus di mana mereka berekspansi ke pasar luar negeri melalui waralaba. Nike dan Adidas adalah contoh lainnya dalam bisnis sepatu olahraga.
Selain lokasi geografis yang berbeda, pengembangan pasar bisa dilakukan dengan menargetkan segmen baru. Perusahaan menargetkan jenis pelanggan baru di pasar mereka saat ini melalui strategi segmentasi pasar yang berbeda. Misalnya, perusahaan transportasi online memperluas pasar dengan masuk ke segmen kurir dan pengiriman paket, tidak hanya melayani segmen penumpang.
Diversifikasi
Diversifikasi menjadi strategi yang paling kompleks dibandingkan tiga strategi tumbuh di atas. Itu membutuhkan perusahaan untuk mengembangkan produk baru dan menjualnya ke pasar baru. Dan karena ini, diversifikasi paling berisiko dibandingkan strategi lainnya.
Beberapa perusahaan mungkin mengembangkan diversifikasi terkait untuk meminimalkan ketidakpastian. Mereka mengembangkan produk dan pasar di sekitar yang sudah ada saat ini. Mereka mungkin masuk ke bisnis hilir atau hulu di rantai pasokan saat ini. Misalnya, sebuah produsen mobil mendiversifikasi bisnisnya ke pasar ban. Selain mengamankan pasokan untuk produksi mobil internal dan mengunci margin keuntungan di rantai nilai, produsen tersebut juga bisa menjual produk ban mereka ke produsen lain.
Sebaliknya, beberapa perusahaan lain mengejar strategi diversifikasi tidak terkait. Mereka memasuki pasar dan produk baru, yang mana berbeda sama sekali dengan yang sudah ada. Dengan kata lain, produk dan pasar baru tersebut di luar rantai pasokan yang ada saat ini. Diversifikasi tidak terkait lebih berisiko daripada diversifikasi terkait karena perusahaan mungkin tidak memiliki pengalaman dengan bisnis baru. Misalnya, produsen mobil masuk ke bisnis perkebunan atau asuransi.
Apa saja risiko terkait empat strategi dalam matriks Ansoff?
Risiko terkait empat strategi pertumbuhan dalam matriks Ansoff bisa sangat berbeda. Penetrasi pasar mungkin strategi yang kurang berisiko dibandingkan dengan tiga strategi pertumbuhan lainnya karena perusahaan fokus pada produk dan pasar yang sudah ada. Dengan kata lain, mereka sudah mengenal pasar dan basis pelanggan mereka.
Sebaliknya, diversifikasi dianggap paling berisiko. Itu membutuhkan investasi yang signifikan. Selain itu, fokus perusahan terbagi ke dalam produk dan pasar yang berbeda, yang mana masing-masing mungkin membutuhkan model bisnis dan kunci sukses yang berbeda. Sehingga, operasi menjadi jauh lebih kompleks. Akibatnya, perusahan mungkin perlu mereorganisasi struktur mereka untuk mendukung pengelolaan yang efektif.
Risiko yang melekat pada strategi penetrasi pasar
Strategi penetrasi pasar mengandung beberapa risiko. Pertama, mempenetrasi pasar mungkin mengintensifkan persaingan dan memunculkan reaksi pembalasan oleh pesaing yang ada. Meningkatkan pangsa pasar hanya bisa dilakukan dengan dua cara: mengakuisisi pelanggan baru atau merebut pelanggan pesaing. Mengakuisisi pelanggan baru mungkin kurang berisiko daripada merebut pelanggan pesaing.
Namun, seiring dengan pertumbuhan pasar, pelanggan baru mungkin semakin sedikit karena sebagian besar sudah menggunakan produk. Akhirnya, tidak ada cara lain kecuali merebut pelanggan pesaing untuk meningkatkan pangsa pasar.
Kemudian, promosi yang agresif untuk meningkatkan pangsa pasar juga berisiko. Misalnya, jika perusahaan menurunkan harga untuk menarik pelanggan, pesaing mungkin akan membalasnya dengan menurunkan harga dan bisa mengarah pada perang harga. Ini juga berlaku ketika perusahaan mengintensifkan iklan, yang mana memicu pesaing untuk membelanjakan lebih banyak iklan.
Kedua, penetrasi mungkin menawarkan lebih sedikit pendapatan potensial. Misalnya, perusahaan mungkin menawarkan diskon untuk menarik konsumen dan meningkatkan penjualan. Itu mungkin mendorong lebih banyak konsumen membeli. Tapi, pada saat yang sama, diskon membuat margin keuntungan per unit lebih rendah.
Ketiga, strategi mungkin merusak citra perusahaan. Mengubah bauran pemasaran harus disesuaikan dengan strategi bersaing perusahaan. Jika tidak, itu bisa merusak reputasi.
Misalnya, perusahaan mengadopsi strategi diferensiasi. Namun, manajemen memutuskan untuk menurunkan harga untuk meningkatkan pangsa pasar.
Akibatnya, pelanggan bereaksi negatif karena memandang produk tidak lagi mencerminkan status akibat harga yang lebih murah. Contoh bagus adalah barang Veblen. Dalam kasus ini, harga mewakili utilitas pada barang tersebut. Sehingga, semakin mahal harga, semakin besar permintaan karena dianggap memberikan kepuasan lebih tinggi. Sebaliknya, menurunkan harga mereka akan berdampak negatif pada permintaan.
Kemudian, ketika harga jual diturunkan, pelanggan akan terbiasa dengan produk yang lebih murah. Sehingga, mereka memandang produk bukan lagi sebagai barang mewah. Akhirnya, ini mempengaruhi reputasi perusahaan sebagai produsen barang mewah.
Risiko yang melekat pada strategi pengembangan produk
Strategi pengembangan produk memiliki beberapa risiko. Pertama, strategi ini membutuhkan riset dan pengembangan yang kuat, yang mana membutuhkan investasi yang signifikan. Oleh karena itu, ini mungkin tidak cocok untuk perusahaan muda.
Kedua, pengembangan produk membutuhkan perusahaan untuk memahami secara kuat kondisi pasar dan kebutuhan pelanggan. Mereka harus bisa mengidentifikasi celah pasar di mana mereka bisa mengenalkan produk baru. Selain itu, pemetaan persaingan juga penting karena mungkin pesaing juga meluncurkan produk baru yang lebih menarik.
Ketiga, produk baru mengkanibalisasi produk yang ada. Akibatnya, produk baru menurunkan minat terhadap produk yang sudah ada. Risiko ini mungkin bisa diatasi dengan mengembangkan produk untuk melengkapi produk yang sudah ada. Misalnya, produsen mobil konvensional mengenalkan mobil listrik.
Keempat, sumber daya tidak memadai dan lingkungan kerja tidak mendukung. Pengembangan produk memerlukan sumber daya dan kapabilitas yang memadai, termasuk didukung oleh talenta dan budaya inovasi di dalam organisasi. Tanpa mereka, sulit untuk menghasilkan produk baru yang inovatif.
Keempat, kecepatan adalah kunci. Produk baru mungkin gagal jika terlambat diperkenalkan ke pasar. Pesaing mungkin datang lebih cepat dan berhasil merebut minat konsumen. Contoh bagus adalah teknologi di mana perusahaan membutuhkan inovasi yang berkelanjutan dan cepat. Kegagalan melakukannya bisa mengantarkan mereka kepada bencana seperti yang dialami Nokia. Perusahaan tersebut kalah bersaing di pasar smartphone dari pemain yang lebih kecil seperti Samsung. Meski kemudian, Nokia meluncurkan produk smartphone, namun mereka telat melakukannya dan konsumen enggan beralih.
Risiko yang melekat pada strategi pengembangan pasar
Pengembangan pasar mungkin terdengar menarik jika dikaitkan dengan potensi pertumbuhan. Merambah pasar baru menjadi kunci untuk meningkatkan penjualan karena lebih banyak pelanggan baru tersedia untuk diakuisisi.
Tapi, strategi pengembangan pasar juga mengandung risiko. Pertama, perusahaan tidak memahami pasar yang ditargetkan. Pelanggan di pasar baru, seperti pasar luar negeri, mungkin memiliki kebutuhan dan selera yang berbeda dari yang sudah ada. Sehingga, perusahaan membutuhkan riset yang mendalam tentang pelanggan di pasar target, termasuk juga terkait dengan ukuran dan permintaan di masa depan.
Kedua, strategi ini mungkin rentan terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, ketika mengekspor produk, perusahaan mungkin harus menghadapi proteksi perdagangan seperti tarif, yang mana membuat produk mereka kalah bersaing dengan produk lokal di negara tujuan.
Ketiga, reputasi bisa hancur. Misalnya, memasuki pasar luar negeri melalui waralaba dan pemberian lisensi mengandung risiko. Penerima waralaba atau lisensi bertindak ceroboh. Sehingga, reputasi perusahaan memburuk di pasar tujuan. Selain itu, reputasi yang rusak di satu pasar bisa merambat ke pasar lainya dan mempengaruhi reputasi secara keseluruhan.
Keempat, pengembangan pasar mengkonsumsi biaya yang signifikan. Misalnya, perusahaan memasuki pasar luar negeri. Investasi mungkin termasuk untuk melakukan riset pasar, mendirikan pabrik baru atau mengakuisisi perusahan di pasar tujuan. Jika pengembangan pasar gagal, kerugian bisa substansial.
Kelima, operasi menjadi lebih kompleks. Koordinasi juga menjadi lebih sulit karena melibatkan wilayah yang berbeda. Beberapa perusahaan mungkin harus mereorganisasi struktur mereka untuk mengelola operasi di berbagai lokasi, terutama jika mereka berusaha untuk mengadopsi strategi glokalisasi di mana mereka menyesuaikan strategi bersaing di masing-masing pasar.
Risiko yang melekat pada strategi diversifikasi
Diversifikasi mengandung risiko yang paling tinggi dibandingkan dengan tiga strategi lainnya. Ada beberapa alasan untuk menjawab itu. Pertama, perusahaan membutuhkan investasi yang signifikan. Mereka mungkin harus mendirikan anak usaha baru dan mengembangkan operasi dari awal. Atau, mereka harus mengakuisisi perusahaan yang sudah ada.
Kedua, operasi dan pengelolaan menjadi lebih kompleks. Perusahaan mungkin mengelola pasar dan produk dengan model bisnis yang berbeda. Sehingga, masing-masing bisnis membutuhkan kompetensi inti dan kunci sukses yang jauh berbeda.
Ketiga, pertumbuhan bisnis adalah lambat. Memang, diversifikasi memungkinkan perusahaan mengkompensasi kerugian di satu bisnis dengan keuntungan di bisnis lainnya. Namun, pertumbuhan mungkin rendah karena mereka harus fokus pada bisnis berbeda. Selain itu, mereka juga barus membagi belanja modal ke beberapa bisnis. Ini kontras jika mereka memiliki satu bisnis sehingga bisa memfokuskan upaya dan investasi ke situ.
Keempat, organisasi menjadi kurang responsif. Operasi yang kompleks dan fokus yang terbagi bisa membuat perusahaan tidak mampu merespon dengan cepat perubahan pasar. Akibatnya, mereka sulit mencapai keunggulan kompetitif di unit bisnis mereka.