Contents
Nilai tukar tetap (fixed exchange rate) adalah sistem moneter di mana nilai tukar mata uang domestik dipatok tetap dengan mata uang negara lain atau harga emas dan tidak berubah. Misal kurs rupiah terhadap dollar AS adalah Rp2.000 per USD. Nilainya akan tetap Rp2.000 per USD dari waktu ke waktu, tidak terpengaruh oleh kondisi permintaan dan penawaran di pasar kurs. Mempertahankan nilai tukar tetap memerlukan campur tangan pemerintah.
Negara berkembang kecil biasanya menerapkan sistem nilai tukar ini. Contoh negara yang mengadopsi sistem nilai tukar tetap adalah Denmark, Brunei, Bulgaria, Qatar, Arab Saudi, Turkmenistan, Bahama, Bahrain, dan Barbados.
Kesepakatan Bretton Woods
Konferensi di Bretton Woods, Amerika Serikat, adalah salah satu tonggak sejarah penting dalam penerapan nilai tukar tetap. Pertemuan tersebut menyepakati bahwa nilai tukar negara-negara peserta harus dipatok dengan nilai dolar AS, yang mana pada gilirannya dipatok dengan emas.
Namun kesepakatan tersebut tidak bertahan lama. Kondisi perekonomian Amerika Serikat, negara yang memasok dolar AS, mengalami perubahan drastis. Surplus neraca pembayaran pasca perang Amerika Serikat berubah menjadi defisit pada 1950-an dan 1960-an. Akibatnya, penyesuaian nilai tukar periodik yang diizinkan berdasarkan perjanjian tersebut menjadi tidak mencukupi. Kemudian, pada tahun 1973, Presiden Richard Nixon mencabut standar patokan emas untuk dolar AS dan beralih ke sistem nilai tukar mengambang.
Apa perbedaan antara nilai tukar tetap dengan nilai tukar mengambang
Sistem nilai tukar tetap adalah kebalikan dari sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate), yang mana juga disebut dengan nilai tukar fleksibel (flexible exchange rate). Keduanya adalah klasifikasi umum dari sistem nilai tukar. Dari keduanya, Anda akan menemukan berbagai variasi sistem nilai tukar, masing-masing dengan sejumlah kelebihan dan kekurangannya.
Di bawah sistem nilai tukar mengambang, pemerintah akan membiarkan nilai tukar mata uang mereka bergerak, mengikuti perkembangan permintaan-penawaran di pasar valas.
Seberapa bebas pergerakan nilai tukar, itu tergantung pada sistem nilai tukar di masing-masing negara. Di Amerika Serikat misalnya, nilai tukar bergerak bebas tanpa campur tangan pemerintah. Sedangkan, di Indonesia, pemerintah mengintervensi pasar valas ketika nilai tukar bergerak ke arah yang membahayakan perekonomian domestik.
Apa saja faktor yang mempengaruhi kredibilitas nilai tukar tetap
Sistem nilai tukar tetap membutuhkan disiplin kebijakan yang ketat. Sistem ini membutuhkan intervensi aktif dari bank sentral atau otoritas pemerintah. Selain itu, penerapannya juga memerlukan komitmen yang kredibel dan kebijakan yang efektif untuk mempertahankan suku bunga tetap.
Pemeliharaan nilai tukar tetap mensyaratkan bahwa suatu negara memiliki cadangan devisa yang mencukupi. Cadangan devisa tersebut digunakan untuk intervensi di pasar valuta asing (valas), yakni untuk menyerap variasi kecil dalam pergerakan nilai tukar. Caranya, bank sentral akan membeli atau menjual mata uang agar nilainya tidak berfluktuasi.
Semakin besar cadangan devisa, semakin kredibel intervensi pasar. Sebaliknya, jika cadangan devisa relatif kecil, intervensi dapat menjadi tidak efektif ketika ada serangan spekulasi jangka pendek. Penawaran dan permintaan di pasar valas melibatkan nilai transaksi yang sangat besar karena melibatkan peserta di seluruh dunia. Bahkan, transaksi nilai tukar jauh lebih besar daripada yang dapat diintervensi oleh cadangan devisa yang dimiliki oleh sebuah negara.
Bagaimana suatu negara mempertahankan nilai tukar tetap
Otoritas dan bank sentral biasanya bertindak sebagai pengintervensi di pasar. Di beberapa lain, fungsi otoritas moneter mungkin masih di bawah kendali pemerintah. Intervensi bekerja melalui mekanisme permintaan dan penawaran.
Bank sentral mempertahankan nilai tukar tetap dengan membeli atau menjual mata uangnya. Katakanlah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipatok pada Rp14.000 per USD. Ketika mata uang domestik terapresiasi, katakanlah menjadi Rp10.000 per USD, pasar cenderung mengalami kelebihan permintaan (excess demand) mata uang domestik. Oleh karena itu, agar nilai tukar tidak naik, bank sentral akan menjual cadangan mata uang domestiknya. Dengan begitu, pasokan mata uang domestik di pasar valas meningkat dan mengurangi tekanan ke atas atas nilai tukar.
Sebaliknya, saat nilai tukar terdepresiasi, misalnya menjadi Rp20.000 per USD, pasar cenderung mengalami kelebihan pasokan (excess supply). Agar nilai tukar tetap, bank sentral akan membeli mata uang domestik. Kenaikan permintaan mendorong harga (nilai) mata uang domestik naik.
Apa saja implikasi nilai tukar tetap
Nilai tukar tetap akan mendorong stabilitas ekonomi, meski juga bisa hancur jika kredibilitas bank sentral rendah dan cadangan devisa tidak mencukupi. Karena kurs tidak berubah dari waktu ke waktu, memberikan kepastian yang lebih besar bagi eksportir dan importir. Katakanlah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah sebesar Rp14.000 di 2018 dan 2019, maka ketika anda menukar Rp14.000 yang anda miliki di 2019, anda akan mendapatkan 1 USD, sama seperti di tahun 2018.
Nilai tukar tetap juga membantu pemerintah mempertahankan inflasi yang rendah dan merangsang perdagangan dan investasi. Harga barang impor akan relatif stabil, mengurangi tekanan inflasi akibat pergerakan nilai tukar.
Nilai tukar mungkin sedang overvalued atau undervalued dan itu adalah biasa
Karena tidak berubah, nilai tukar resmi mungkin sedang overvalued atau undervalued, mempertimbangkan kondisi permintaan di pasar mata uang. Ketika terjadi ekses permintaan di pasar misalnya, mata uang domestik undervalued karena seharusnya nilainya terapresiasi.
Sebaliknya, ketika ekses penawaran, mata uang domestik overvalued karena seharusnya nilainya terdepresiasi. Dalam situasi ini, pemerintah dapat membeli kembali mata uangnya di pasar valuta asing. Alternatifnya, mereka dapat mendevaluasi nominal nilai tukar tetap atau membatasi transaksi internasional.
Spread suku bunga harus tetap
Untuk menjaga nilai tukar tetap, pemerintah harus memastikan selisih (spread) suku bunga domestik dengan suku bunga internasional harus tetap. Sistem tersebut membutuhkan komitmen yang kredibel dari bank sentral untuk menjaga spread. Setiap penyimpangan akan mempengaruhi arus modal, sehingga nilai tukar akan berubah.
Jika suku bunga domestik naik sedangkan suku bunga internasional tetap, itu menyebabkan aliran modal masuk. Aliran modal masuk meningkatkan permintaan terhadap mata uang domestik, mendorong apresiasi.
Sebaliknya, jika suku bunga domestik turun tetapi suku bunga internasional tetap, itu menyebabkan arus keluar modal dan depresiasi nilai tukar karena terjadi ekses pasokan akibat penjualan mata uang domestik.
Intervensi membutuhkan cadangan devisa yang signifikan
Bank sentral harus melakukan intervensi dengan membeli atau menjual mata uangnya untuk menyerap sedikit variasi nilai tukar. Intervensi semacam itu seringkali membutuhkan cadangan devisa yang besar, mempertimbangkan nilai transaksi yang besar di pasar valuta asing.
Permintaan dan penawaran tidak hanya berasal dari aliran masuk dan keluar modal, tetapi juga aliran ekspor dan impor. Dan, ketidakcukupan cadangan devisa dapat menghancurkan sistem nilai tukar tetap.
Kontrol modal
Kontrol modal penting untuk mendukung sistem nilai tukar tetap. Itu melibatkan intervensi pada aliran masuk dan aliran keluar modal. Kontrol aliran masuk modal membatasi kemampuan orang asing untuk berinvestasi di negara tersebut.
Arus modal masuk dan keluar mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar valas. Karena itu, ketika aliran modal lebih terkendali, itu akan mendukung kredibilitas kebijakan nilai tukar tetap.
Ada berbagai instrumen untuk membatasi arus keluar-masuk modal. Contohnya adalah pajak dan pembatasan investasi di sektor riil maupun portofolio.
Apa saja keunggulan dan kelemahan nilai tukar tetap
Keunggulan nilai tukar tetap
Nilai tukar tetap mendukung stabilitas ekonomi karena nilai tukar tidak bergerak. Inflasi impor akibat perubahan nilai tukar adalah nol karena nilai tukar tidak terdepresiasi. Sebaliknya, ketika dibiarkan mengambang, depresiasi mata uang domestik dapat membuat harga barang impor menjadi lebih mahal. Mahalnya harga barang impor tersebut kemudian menaikkan harga barang-barang domestik dan mendorong naik inflasi.
Nilai tukar tetap menarik bagi modal asing karena tidak melibatkan risiko translasi. Pengembalian dari investasi bisa lebih terukur, seperti halnya keputusan bisnis lainnya. Ketika mereka berinvestasi di negara yang mengadopsi nilai tukar tetap, mereka tidak perlu memproyeksi nilai tukar di masa mendatang untuk menyesuaikan tingkat pengembalian yang akan mereka peroleh.
Selanjutnya, para pendukung berargumen bahwa nilai tukar tetap memfasilitasi perdagangan internasional. Efek negatif dari depresiasi dan apresiasi mata uang terhadap neraca perdagangan dapat dihindari. Karena itu, ini memberikan kepastian yang lebih besar bagi importir dan eksportir, sehingga mendorong perdagangan internasional yang lebih besar.
Kelemahan nilai tukar tetap
Dua alasan utama beberapa negara meninggalkan sistem nilai tukar tetap.
- Memperburuk neraca perdagangan karena nilai tukar mungkin overvalued atau undervalued.
- Tidak semua negara memiliki cadangan devisa yang cukup untuk intervensi. Minimnya cadangan devisa membuat rentan terhadap serangan spekulatif, yang mana dapat merusak sistem ini.
Seperti yang telah saya bahas sebelumnya, nilai tukar tetap membutuhkan cadangan yang sangat besar untuk mempertahankan nilai mata uang. Serangan spekulan dapat menghancurkan sistem ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan, hanya negara-negara tertentu saja (terutama negara pengekspor seperti China) yang dapat secara kredibel mengadopsi kebijakan ini. Semakin besar cadangan devisa, semakin baik pula peluang untuk mempertahankan nilai tukar tetap.
Peingkatan Tantangan untuk mengadopsi sistem ini secara murni juga semakin besar saat ini. Globalisasi telah meningkatkan perdagangan internasional dan aliran modal, yang mana menghasilkan permintaan-penawaran yang substansial dari nilai tukar. Jadi, mempertahankan nilai mata uang akan membutuhkan intervensi besar-besaran. Dan, tidak semua negara memiliki cadangan devisa yang cukup.
Selanjutnya, menentukan jumlah mata uang domestik dalam perekonomian relatif mudah. Ini karena bank sentral adalah pemasok tunggal mata uang domestik. Kapan bank sentral akan meningkatkan dan mengurangi jumlah uang beredar, itu tergantung kebijaksanaan bank sentral dan kondisi perekonomian. Tapi, tidak demikian dengan mata uang asing. Pasokan mata uang asing sangat tergantung pada cadangan mata uang yang dipegang oleh bank sentral.
Bank sentral juga kehilangan independensinya dan tidak fleksibel. Mereka harus menjaga spread suku bunga domestik dengan luar negeri pada tingkat yang tetap. Jadi, ketika suku bunga internasional naik, bank sentral harus menaikkan suku bunganya, meski perekonomian masih terkontraksi. Kenaikan suku bunga domestik adalah untuk menghindari arus keluar modal.
Sebaliknya, ketika pertumbuhan ekonomi domestik tinggi, bank sentral seharusnya menaikkan suku bunga untuk meredam tekanan inflasi. Tapi, misalnya, karena mata uang domestik dipatok terhadap dolar AS, bank sentral tidak serta merta dapat menaikkan suku bunga. Itu tergantung pada kondisi perekonomian di AS. Jika Amerika Serikat sedang mengalami kontraksi dan bank sentralnya menurunkan suku bunga, maka kenaikan suku bunga domestik akan meningkatkan arus modal masuk, mendorong depresiasi.
Terakhir, nilai tukar tetap mengurangi mobilitas modal. Negara pengadopsi mungkin akan mengontrol arus keluar-masuk modal untuk mendukung nilai tukar tetap. Bagi investor, kontrol mengurangi kendali mereka atas uang yang diinvestasikan. Dan, kontrol modal pada akhirnya dapat menghambat aliran modal ke penggunaannya yang paling efisien.