Contents
Deindustrialisasi mendatangkan dampak positif dan negatif. Itu bisa mencerminkan peningkatan standar hidup, sehingga konsumen menghabiskan lebih banyak dolar ke jasa. Kemudian, menurunnya berkurangnya degradasi lingkungan adalah contoh efek positifnya.
Tapi, deindustrialisasi juga mengandung konsekuensi negatif seperti meningkatnya pengangguran struktural dan defisit perdagangan. Ada beberapa dampak positif dan negatif dari deindustrialisasi, yang mana akan menjadi poin utama ketika anda membaca artikel ini.
Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita sedikit urai apa itu deindustrialisasi.
Deindustrialisasi adalah sebuah pergeseran struktur ekonomi dari berbasis manufaktur ke berbasis jasa. Itu bisa menjadi fenomena alami dari perkembangan ekonomi.
Pada awal perkembangan ekonomi, perekonomian akan bertransisi dari berbasis sektor primer ke sektor sekunder. Perekonomian mulai meninggalkan pertanian dan beralih ke manufaktur. Berbagai pabrik berdiri dan menciptakan banyak pekerjaan bagi rumah tangga. Itulah yang ekonom sebut sebagai industrialisasi.
Pertumbuhan pesat manufaktur membawa sebuah negara dari perekonomian berkembang ke perekonomian maju. Kemajuan teknologi dan metode produksi meningkatkan produktivitas di sektor manufaktur. Itu kemudian memacu sektor jasa berkembang.
Di sisi lain, banyak pemanufaktur menggantikan tenaga kerja mereka dengan mesin dan robot. Sebagai akibatnya, penciptaan pekerjaan tenaga kerja di sektor manufaktur juga berkurang.
Fenomena tersebut kemudian membuat sektor manufaktur tidak lagi berkontribusi mendominasi perekonomian. Kita bisa melihatnya dari dua indikator: nilai output sektor manufaktur terhadap PDB dan lapangan kerja di sektor ini terhadap total lapangan kerja.
Tapi, deindustrialisasi juga bisa terjadi bukan karena fenomena alami perkembangangan ekonomi, melainkan karena masalah struktural. Kita menyebutnya sebagai deindustrialisasi negatif (atau industrialisasi prematur), di mana kinerja sektor manufaktur memburuk. Produktivitasnya menurun dan mengakibatkan kalah bersaing dengan manufaktur luar negeri.
Dampak positif deindustrialisasi
Industrialisasi dapat membawa dampak positif terhadap kesejahteraan dan penghasilan. Dengan beralih ke sektor jasa, perekonomian menghasilkan emisi karbon yang lebih sedikit, mengurangi dampak negatif ke lingkungan.
Standar hidup lebih baik
Deindustrialisasi berlangsung karena perekonomian telah matang dan telah mencapai potensi penuh industrialisasi. Produktivitas di sektor manufaktur tumbuh lebih cepat daripada di sektor jasa. Itu membawa lebih banyak kesejahteraan ke dalam perekonomian, sebagaimana terjadi di negara maju. Selain itu, konsumen dapat mengakses barang manufaktur yang lebih murah.
Peningkatan pendapatan mendorong permintaan terhadap jasa meningkat. Sektor jasa seperti jasa keuangan, pariwisata, hotel berkembang pesat. Akibatnya, pengeluaran dolar tambahan untuk produk manufaktur turun sebagai % dari total PDB sebagai akibat harga barang manufaktur yang lebih murah plus peningkatan belanja terhadap jasa.
Mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan
Deindustrialisasi memiliki implikasi penting bagi pertumbuhan jangka panjang perekonomian di negara-negara maju. Mereka harus mencari mesin pertumbuhan baru untuk menumbuhkan perekonomian. Karena rasio modal-tenaga kerja mereka telah tinggi, mereka tidak bisa lagi mengandalkan pendalaman modal dengan meningkatkan rasio modal-tenaga kerja untuk tumbuh.
Mereka harus berinvestasi pada kemajuan teknologi. Sebagaimana dalam model pertumbuhan Solow, teknologi – faktor penyumbang terhadap total factor productivity – adalah faktor kunci untuk meningkatkan output.
Sehingga, mengembangkan industri jasa strategis, seperti riset dan pengembangan dan pendidikan adalah kunci untuk inovasi dalam teknologi.
Lebih banyak pendapatan di negara tujuan
Beberapa perusahaan mengalihdayakan manufakturnya ke luar negeri dan fokus ke jasa karena memberikan lebih banyak keuntungan jangka panjang. Mereka juga dapat menghemat biaya dengan merelokasi pabriknya ke negara-negara dengan upah rendah atau dekat dengan sumber bahan baku.
Peningkatan kesejahteraan juga berlangsung di luar negeri. Meningkatnya offshoring membawa lebih banyak pendapatan dan pekerjaan bagi negara tujuan, tidak hanya keuntungan bagi pemanufaktur saja. Relokasi pabrik membawa aliran modal masuk ke negara tujuan.
Misalnya, pemanufaktur Amerika Serikat mengalihkan fasilitas produksinya di Indonesia. Itu membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia, baik terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja maupun pendapatan.
Kesempatan kerja lebih beragam
Pekerjaan di sektor jasa juga dinilai lebih kreatif dan lebih banyak mengandalkan pengetahuan dan kurang membebani secara fisik. Itu memungkinkan tingkat fleksibilitas yang lebih besar. Misalnya, mereka yang cacat fisik tidak dapat bekerja di bidang manufaktur, tetapi dapat bekerja di sektor jasa.
Selain itu, sektor ini membutuhkan sifat pekerjaan dan tingkat keterampilan yang sangat bervariasi. Itu menciptakan lebih banyak variasi dari sisi permintaan dan lingkungan pekerjaan, memberikan lebih banyak kesempatan bagi pekerja untuk memilih pekerjaan sesuai minat mereka.
Sebaliknya, sektor manufaktur seringkali membutuhkan keterampilan yang relatif terbatas seperti mengoperasikan mesin produksi. Selain itu, kondisi kerja juga relatif monoton karena spesialisasi pekerjaan.
Berkurangnya degradasi lingkungan di perekonomian domestik
Aktivitas manufaktur menyumbang emisi karbon yang tinggi, yang mana merusak lingkungan. Misalnya, di tahun 2019, mereka menyumbang sekitar 23% dari emisi gas rumah kaca di Amerika Serikat, sebagian berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk energi.
Sehingga, berkurangnya aktivitas manufaktur mengurangi polusi dan emisi karbon ke lingkungan. Tapi, itu sebenarnya hanya terjadi di negara asal. Jika perusahaan manufaktur memindahkan fasilitas produksinya ke luar negeri, itu berarti memindahkan emisi karbon dari negara asal ke negara tujuan.
Menciptakan lebih banyak manfaat dari spesialisasi
Relokasi adalah praktik umum umum dan mencerminkan upaya untuk berspesialisasi. Perusahaan di negara maju berspesialisasi pada jasa dan memindahkan fasilitas produksi mereka ke negara berkembang, di mana upah rendah. Di sisi lain, negara berkembang memacu pertumbuhan mereka melalui investasi asing di sektor manufaktur, memanfaatkan tenaga kerja yang murah. Sehingga, pada akhirnya, masing-masing negara berspesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa di mana mereka memiliki keunggulan komparatif.
Spesialisasi menurunkan biaya produksi barang dan jasa. Akhirnya, kita bisa mengimpor barang-barang yang lebih murah dari luar negeri daripada memproduksi mereka di dalam negeri pada biaya yang mahal.
Dampak negatif deindustrialisasi
Pergeseran struktur ekonomi juga mendatangkan biaya. Meningkatnya pengangguran struktural adalah contohnya. Dampak lainnya adalah degradasi lingkungan di negara tujuan investasi manufaktur. Defisit transaksi berjalan yang persisten adalah biaya lainnya.
Meningkatnya pengangguran struktural
Beberapa pekerjaan di manufaktur tertentu hilang. Memang, lapangan pekerjaan lain khususnya, di sektor jasa, tersedia. Tapi, faktor seperti spesialisasi, menghambat mobilitas tenaga kerja.
Pekerja manufaktur tidak memiliki memiliki keterampilan alternatif ketika mereka menganggur. Spesialisasi membuat mereka ahli untuk pekerjaan mereka saat ini, tapi tidak untuk keterampilan di pekerjaan lainnya.
Sehingga, ketika pemberi kerja memindahkan lokasi manufaktur ke luar negeri, pekerja manufaktur sulit untuk menemukan pekerjaan baru. Keahlian mereka tidak lagi sesuai dengan permintaan pasar.
Kemudian, sektor jasa memang menawarkan alternatif pekerjaan, tapi, membutuhkan keterampilan yang sangat beragam. Sebaliknya, manufaktur membutuhkan jenis pekerjaan dan keterampilan yang relatif kurang beragam daripada sektor jasa.
Banyak pekerjaan di sektor manufaktur adalah pekerjaan manual yang tidak terampil dan monoton. Tapi, pekerjaan di bidang jasa lebih banyak mengandalkan aktivitas nonfisik, pengetahuan dan keterampilan menggunakan teknologi seperti komputer. Misalnya, keterampilan di jasa hotel dan restoran akan sangat jauh berbeda dengan jasa keuangan.
Pada akhirnya, kesenjangan antara pasokan dan permintaan keterampilan, membuat kapasitas sektor jasa untuk menyerap pekerja relatif terbatas. Pekerja yang kehilangan pekerjaan di bidang manufaktur dapat menganggur untuk waktu yang cukup lama. Dampaknya terhadap pengangguran struktural semakin berdampak signifikan jika, misalnya, tidak didukung dengan sistem pendidikan atau pelatihan yang memadai.
Defisit transaksi berjalan yang persisten
Akhirnya, negara-negara yang mengalami deindustrialisasi bisa mengalami defisit transaksi berjalan yang terus-menerus. Penurunan output sektor manufaktur memaksa perekonomian mengimpor beragam produk dari luar negeri. Di sisi lain, ekspor produk cenderung menyusut karena output manufaktur berkurang.
Dampak semakin signifikan jika rantai pasok di sektor jasa juga mengandalkan pasokan impor. Misalnya, beberapa industri membutuhkan barang seperti perangkat teknologi dan peralatan kantor, yang mana tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Sehingga, jika bisnis mereka tumbuh tinggi, itu juga meningkatkan permintaan terhadap barang impor.
Berkurangnya potensi pajak di sektor manufaktur
Beberapa daerah mengandalkan manufaktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mereka. Jika banyak pabrik pindah ke negara lain, mereka bisa menjadi kota mati.
Penutupan pabrik berskala besar juga menimbulkan efek riak. Banyak bisnis yang terhubung dengan mereka dalam rantai pasokan. Sehingga, penutupan mereka mendorong bisnis lainnya juga tutup dan pada gilirannya, memberhentikan pekerja.
Fenomena semacam itu memunculkan masalah struktural seperti meningkatnya pengangguran. Itu juga mengurangi sumber-sumber potensial untuk pungutan pajak pemerintah. Itu pada gilirannya bisa menyebabkan pemotongan layanan publik di wilayah tersebut.
Ancaman lingkungan di negara tujuan investasi pemanufaktur
Ketika pemanufaktur mengalihkan pabrik mereka ke luar negeri, itu berarti mereka memindahkan polusi ke negara tujuan, biasanya negara berkembang. Masalah bisa menjadi serius karena dua alasan.
Pertama, negara tujuan tidak memiliki kebijakan atau peraturan lingkungan yang memadai. Karena mengelola polusi memunculkan biaya, kebijakan lingkungan yang longgar membuat pemanufaktur lebih leluasa.
Kemudian, di sisi lain, negara tujuan mendorong investasi pemanufaktur asing untuk terus masuk. Mereka berusaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lebih banyak pekerjaan bagi warga mereka. Karena rasio modal per pekerja yang rendah, investasi masuk asing membuat mereka menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tapi, itu juga bisa mempercepat degradasi lingkungan karena pengawasan dan peraturan yang lemah.
Peningkatan ketimpangan pendapatan
Sektor jasa memiliki tidak hanya memiliki pekerjaan yang beragam tapi juga kesenjangan gaji yang tinggi daripada manufaktur. Misalnya, gaji antara pekerja ritel dan restoran dengan pengacara atau pialang saham bisa sangat jauh perbedaannya.
Sebaliknya, pekerja di sektor manufaktur cenderung memiliki distribusi gaji yang lebih merata. Misalnya, pekerja di manufaktur tekstil menerima gaji dan tunjangan tidak jauh berbeda dari pekerja di manufaktur makanan dan minuman jadi.
Sebagai akibatnya, ketika perekonomian bertransisi dari manufaktur ke jasa, ketimpangan pendapatan juga tumbuh.