Contents
Apa itu: Pemanfaatan kapasitas atau utilisasi kapasitas (capacity utilization) merujuk pada sejauh mana kapasitas produksi yang ada digunakan. Itu mungkin merujuk pada mesin atau fasilitas produksi sebuah perusahaan. Atau, kita mungkin menemukan itu untuk menggambarkan sebuah industri atau agregat perekonomian.
Apa itu kapasitas produksi? Itu adalah output potensial atau output maksimum yang bisa dihasilkan oleh sebuah mesin atau fasilitas produksi. Dan untuk mendapatkan tingkat utilisasi kapasitas, kita membagi output aktual dengan output potensial, dinyatakan sebagai persentase.
Utilisasi kapasitas berhubungan erat dengan prospek permintaan. Misalnya, ketika permintaan kuat, perusahaan akan menaikkan produksi untuk menjual lebih banyak produk dan meraup lebih banyak keuntungan. Mereka akan memaksimalkan kapasitas yang ada.
Tapi, jika produksi sudah mendekati kapasitas penuh, fasilitas yang ada sudah tidak sanggup meningkat lebih lanjut. Sehingga, bisnis perlu memperluas produksi untuk memenuhi permintaan. Akhirnya, mereka berinvestasi dalam modal fisik baru untuk menambah kapasitas produksi.
Sebaliknya, ketika permintaan memburuk, perusahaan menghadapi kapasitas berlebih. Utilisasi kapasitas adalah rendah dan beberapa sumber daya menganggur. Akibatnya, tekanan terhadap profitabilitas mereka meningkat. Mereka menanggung biaya tetap yang tinggi dan hanya bisa menyebarkannya ke lebih sedikit output.
Karena profitabilitas tertekan, bisnis tidak memiliki insentif untuk berinvestasi dalam barang modal. Sebaliknya, mereka mengoptimalkan kapasitas produksi yang ada saat ini sambil mengambil langkah efisiensi.
Mengapa utilisasi kapasitas merupakan indikator penting di dalam perekonomian?
Beberapa alasan mengapa utilisasi kapasitas menjadi indikator ekonomi yang penting. Pertama, itu menjadi indikator bagi kondisi perekonomian yang sedang berlangsung. Misalnya, utilisasi kapasitas yang tinggi menunjukkan permintaan yang kuat. Kondisi ini biasanya terjadi selama perekonomian makmur (ekspansi ekonomi), di mana rumah tangga melihat prospek yang kuat atas pendapatan dan pekerjaan mereka. Sehingga, mereka bersedia mengeluarkan lebih banyak uang untuk pengeluaran konsumsi.
Pengeluaran konsumsi yang kuat meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa. Situasi ini memberi insentif bagi bisnis untuk meningkatkan produksi mereka. Mereka berusaha memaksimalkan kapasitas yang ada untuk meningkatkan keuntungan sebelum berinvestasi di barang modal.
Kedua, tingkat utilisasi kapasitas merupakan indikator penting untuk menilai efisiensi operasi. Misalnya, ketika perusahaan beroperasi mendekati output potensial mereka, mereka bisa menyebarkan biaya tetap yang tinggi ke lebih banyak output. Sehingga, biaya per unit yang dikeluarkan lebih rendah, memungkinkan mereka untuk memperoleh profitabilitas yang lebih tinggi.
Ketiga, ketika tingkat utilisasi meningkat, kita mengharapkan peningkatan dalam lapangan kerja. Perusahaan biasanya akan meningkatkan belanja modal untuk meningkatkan produksi seiring permintaan terus tumbuh. Mereka membeli barang modal seperti mesin atau membangun fasilitas produksi yang baru.
Investasi semacam itu meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja karena bisnis juga membutuhkan orang-orang untuk mengoperasikan mesin atau fasilitas produksi tersebut. Sebagai hasilnya, lebih banyak lapangan kerja tersedia, menurunkan tingkat pengangguran.
Keempat, pemanfaatan kapasitas mensinyalkan tekanan inflasi di dalam perekonomian. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kapasitas utilisasi yang tinggi mengarah pada peningkatan permintaan tenaga kerja. Sebagai akibatnya, pasar tenaga kerja lebih ketat dan mendorong upah naik.
Kenaikan upah meningkatkan biaya produksi, yang mana perusahaan akan meneruskannya ke harga jual. Sebagai hasilnya, tekanan inflasi meningkat.
Bagaimana kita menghitung tingkat utilisasi kapasitas?
Menghitung tingkat utilisasi kapasitas hanya membutuhkan operasi aritmatika. Pertama, kita memerlukan data output aktual – output yang direalisasikan oleh sebuah mesin atau fasilitas produksi selama, katakanlah setahun. Berikutnya, kita membutuhkan output potensial, yakni output maksimum yang bisa dicapai oleh fasilitas produksi tersebut selama setahun. Akhirnya, kita membagi output aktual dengan output potensial, dinyatakan sebagai persentase. Berikut adalah rumus tingkat utilisasi kapasitas:
- Tingkat utilisasi kapasitas = (Output aktual / Output potensial) x 100%
Misalnya, sebuah perusahaan memiliki sebuah fasilitas produksi dengan kapasitas 3.000 unit dalam satu tahun. Tapi, realisasinya, fasilitas tersebut hanya menghasilkan 2.000 unit setahun. Mengaplikasikan rumus di atas, kita mendapatkan tingkat utilisasi kapasitas sama dengan 73.3% (2.000 / 3.000).
Idealnya, perusahaan memproduksi pada kapasitas maksimum (tingkat utilisasi kapasitas 100%). Sehingga, jika utilisasi kurang dari 100%, secara teoritis, mereka dapat meningkatkan produksi tanpa harus mengeluarkan biaya overhead yang mahal terkait dengan pembelian peralatan produksi yang baru. Dan secara agregat, tingkat utilisasi di bawah 100% memungkinkan perekonomian untuk meningkatkan output tanpa mendorong kenaikan inflasi.
Tetapi, pada kenyataannya, output aktual seringkali tidak mencapai angka maksimal. Beberapa alasan menjelaskan mengapa itu terjadi. Pertama, mesin dan peralatan telah aus. Kedua, perusahaan melakukan pemeliharaan dan perbaikan rutin. Akibatnya, mesin tidak bisa menghasilkan sebanyak ketika baru dibeli dan digunakan sepanjang hari.
Bagaimana utilisasi kapasitas berimplikasi pada perusahaan, permintaan agregat dan perekonomian?
Di tingkat mikro, tingkat utilisasi kapasitas berimplikasi pada profitabilitas perusahaan karena berdampak pada biaya per unit. Selain itu, itu juga mempengaruhi keputusan bisnis untuk berinvestasi di barang modal.
Adapun, di tingkat makro, itu menjadi indikator bagi kondisi perekonomian secara umum. Misalnya, itu memberi wawasan ke kita tentang permintaan agregat, tingkat pengangguran dan inflasi.
Dampak terhadap profitabilitas
Utilisasi yang lebih tinggi menurunkan biaya per unit. Bisnis dapat menyebarkan biaya tetap yang tinggi ke lebih banyak output. Sementara biaya variabel per unit meningkat mengikuti kenaikan output, biaya tetap per unit yang lebih rendah berkontribusi pada penurunan biaya rata-rata. Sehingga, perusahaan bisa memperoleh keuntungan lebih tinggi untuk setiap unit yang terjual, mengasumsikan mereka harga jual tetap konstan.
Sebaliknya, tingkat utilisasi lebih rendah bisa menekan profitabilitas. Perusahaan menanggung biaya tetap yang tinggi dan menyebarkannya ke sedikit output. Akibatnya, biaya per unit lebih tinggi.
Peningkatan utilisasi juga berkontribusi terhadap daya saing perusahaan. Misalnya, biaya per unit yang lebih rendah memungkinkan mereka untuk menurunkan harga jual namun tetap mempertahankan profitabilitas yang memadai. Karena lebih murah, produk mereka menjadi lebih menarik, mendorong permintaan konsumen. Akhirnya, meski margin keuntungan per unit lebih rendah, namun mereka bisa menghasilkan keuntungan lebih banyak dengan menjual lebih banyak output.
Sebaliknya, biaya per unit tinggi mengurangi daya saing. Misalnya, perusahaan mempertahankan harga jual untuk mendukung margin keuntungan meski biaya per unit naik. Meksi margin per unit tetap tidak berubah, namun produk mereka menjadi kurang kompetitif dibandingkan pesaing. Produk mereka menjadi kurang menarik karena konsumen harus membeli pada harga yang lebih mahal, mengurangi permintaan.
Di beberapa industri seperti energi, mempertahankan tingkat utilisasi yang tinggi sangat krusial. Mereka memiliki biaya tetap yang substansial dalam struktur biaya mereka. Akibatnya, mereka harus berproduksi pada skala yang signifikan untuk mencapai titik impas dan memperoleh keuntungan. Sehingga, jika tingkat utilisasi mereka rendah, mereka menghadapi tekanan signifikan pada profitabilitas.
Biasanya, perusahaan di industri semacam itu akan berusaha menjual sebanyak mungkin output untuk mempertahankan utilisasi pada tingkat yang menguntungkan, termasuk dengan menurunkan harga jual. Namun, itu memiliki konsekuensi lainnya. Perang harga bisa terjadi karena perusahaan lain juga akan melakukannya, membuat harga pasar jatuh dan mengarah pada tekanan profitabilitas bagi semua perusahaan di pasar.
Karena alasan tersebut, persaingan antar perusahaan cenderung intensif di industri dengan biaya tetap yang tinggi. Masing-masing perusahaan harus mencapai tingkat utilisasi yang tinggi untuk mencapai titik impas dan menghasilkan keuntungan. Sehingga, jika permintaan turun, itu bisa mengarah pada perang harga.
Efek terhadap investasi
Utilisasi kapasitas cenderung berfluktuasi seiring dengan upaya perusahaan untuk menyesuaikan volume produksi mereka dalam menanggapi perubahan permintaan. Misalnya, jika permintaan lemah, tingkat utilisasi juga rendah. Perusahaan cukup mengandalkan fasilitas yang ada untuk memenuhi permintaan. Akibatnya, tidak ada insentif untuk berinvestasi di barang modal.
Sebaliknya, jika utilisasi tinggi dan telah dekat dengan kapasitas maksimumnya, insentif untuk berinvestasi semakin kuat. Sebelum merealisasikan rencana investasi, perusahaan akan meramalkan seberapa kuat permintaan di masa depan.
Katakanlah, permintaan di masa depan tetap tumbuh kuat. Itu menciptakan insentif untuk berinvestasi karena bisnis melihat peluang untuk meningkatkan keuntungan. Karena kapasitas yang ada sudah tidak memadai, mereka berinvestasi untuk melakukannya. Mereka mengeluarkan belanja modal, misalnya membeli mesin baru atau membangun fasilitas produksi yang baru. Investasi tersebut menambah kapasitas produksi yang ada. Sehingga, mereka bisa meningkatkan output dan meraup lebih banyak keuntungan.
Hubungan utilisasi kapasitas dengan keputusan investasi tersebut sangat kuat terutama untuk perusahaan di industri yang padat modal. Mereka biasanya mengandalkan mesin atau peralatan berat, yang mana memiliki biaya tetap yang signifikan. Sehingga jika tingkat utilisasi sudah tinggi namun permintaan masa depan tetap tumbuh kuat, mereka akan berinvestasi.
Hubungan antara utilisasi kapasitas dengan permintaan agregat
Permintaan agregat sama dengan investasi bisnis ditambah dengan konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto. Sehingga, ketika investasi bisnis meningkat, itu juga akan mendorong permintaan agregat.
- Permintaan agregat = Konsumsi rumah tangga + Investasi bisnis + Pengeluaran pemerintah + Ekspor neto
Dalam ekuilibrium makroekonomi jangka pendek, peningkatan permintaan agregat akan menggeser kurvanya ke kanan. Sebagai hasilnya, output perekonomian jangka pendek (PDB riil) juga meningkat.
Peningkatan investasi bisnis menciptakan lebih banyak pekerjaan dan pendapatan bagi rumah tangga, mendorong mereka untuk meningkatkan pengeluaran konsumsi. Karena melihat permintaan yang kuat, produsen meningkatkan output mereka. Mereka menggunakan fasilitas produksi lebih intensif, mendorong naik tingkat utilisasi.
Jika permintaan masih tumbuh kuat, bisnis akan berinvestasi di barang modal. Selain itu, mereka juga merekrut lebih banyak tenaga kerja untuk mengoperasikan mesin atau fasilitas baru tersebut. Sebagai hasilnya, perbaikan prospek pendapatan dan pekerjaan rumah tangga berlanjut, mengarah pada konsumsi rumah tangga yang lebih kuat. Pada akhirnya, peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis memungkinkan perekonomian untuk mempertahankan ekspansinya.
Sebaliknya, penurunan investasi melemahkan permintaan agregat. Bisnis menurunkan output. Akibatnya, tingkat utilisasi turun, mengakibatkan beberapa sumber daya menganggur. Mereka juga mengurangi tenaga kerja, memperburuk prospek pendapatan rumah tangga.
Di situasi ini, tidak ada insentif untuk berinvestasi. Melainkan, bisnis hanya akan memanfaatkan fasilitas yang ada secara lebih efisien. Selain itu, memburuknya prospek pendapatan rumah tangga mengakibatkan penurunan konsumsi mereka. Akhirnya, permintaan agregat turun lebih lanjut.
Hubungan antara tingkat utilisasi dengan siklus bisnis
Tingkat utilisasi berfluktuasi sepanjang siklus bisnis. Selama resesi, prospek perekonomian memburuk. Rumah tangga melihat prospek pendapatan dan pekerjaan mereka lebih suram. Sebagai akibatnya, mereka mengurangi pengeluaran konsumsi, mengakibatkan permintaan terhadap barang dan jasa menurun.
Permintaan yang lemah memaksa perusahaan untuk memproduksi jauh di bawah potensi maksimalnya. Akibatnya, mereka menghadapi kelebihan kapasitas. Tekanan terhadap profitabilitas mereka juga meningkat. Dalam situasi ini, tidak ada insentif bagi mereka untuk berinvestasi di aset modal baru. Sebaliknya, mereka memanfaatkan kapasitas yang ada saat ini untuk memenuhi permintaan. Atau, mereka melikuidasi persediaan yang tidak terjual, misalnya dengan menawarkan diskon atau menurunkan harga jual.
Situasi berkebalikan terjadi selama ekspansi. Perekonomian sedang makmur. Bisnis menghadapi permintaan konsumen yang kuat karena prospek pendapatan dan pekerjaan membaik. Pada awalnya, mereka akan menggunakan kapasitas produksi mereka lebih intensif dan beroperasi mendekati kapasitas penuh. Kemudian, jika permintaan konsumen terus meningkat, mereka akan meningkatkan investasi.
Singkat cerita, utilisasi yang tinggi mensinyakan perekonomian yang sedang makmur (ekspansi ekonomi). Sebaliknya, utilitas yang rendah mensinyalkan perekonomian yang sedang sulit seperti resesi. Di Amerika Serikat, perusahaan biasanya menggunakan sekitar 80% kapasitas produktif yang tersedia. Persentasenya akan lebih rendah selama resesi dan lebih tinggi selama ekspansi.
Korelasi antara tingkat utilisasi dengan tingkat pengangguran
Tingkat pengangguran bergerak mengikuti tingkat utilisasi. Selama permintaan kuat, bisnis akan meningkatkan investasi ketika kapasitas yang ada sudah tidak memadai (tingkat utilisasi kapasitas mendekati penuh). Selain itu, mereka juga akan merekrut tenaga kerja baru untuk, misalnya mengoperasikan mesin atau peralatan baru.
Sebaliknya, tingkat utilisasi yang rendah mengindikasikan beberapa sumber daya menganggur. Pekerjaan sulit ditemukan karena penurunan penciptaan tenaga kerja. Sebagai hasilnya, tingkat pengangguran meningkat.
Implikasi tingkat utilisasi terhadap inflasi
Para ekonom menggunakan tingkat utilisasi sebagai indikator untuk mengukur tekanan inflasi. Mereka menginterpretasikan itu sebagai ukuran tentang seberapa tinggi tekanan ekses permintaan di dalam perekonomian.
Tingkat utilisasi yang lebih tinggi menunjukkan bisnis lebih optimis. Mereka melihat prospek yang kuat atas permintaan produk mereka. Sehingga, mereka berusaha meningkatkan produksi untuk meraup lebih banyak keuntungan. Tapi, itu tidak selalu mengarah pada tekanan inflasi yang tinggi karena bisnis mungkin masih beroperasi pada tingkat pemanfaatan kapasitas “alami”.
Kemudian, ketika bisnis meningkatkan produksi pada tingkat di mana tingkat utilisasi mereka melebihi tingkat “alami”, itu adalah sinyal bagi ekses permintaan di dalam perekonomian. Perekonomian kemungkinan besar menghadapi inflasi tarikan permintaan karena permintaan agregat melebihi penawaran agregat. Bisnis sangat percaya diri dengan permintaan mereka, membuat mereka bersedia meningkatkan produksi pada melebihi tingkat pemanfaatan alami. Dan kenaikan produksi lebih lanjut akan menghasilkan tekanan inflasi yang lebih kuat.
Bacaan selanjutnya
- Bagaimana Kebijakan Fiskal Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Bagaimana Kekayaan Rumah Tangga Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Bagaimana Nilai Tukar Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Cara Kebijakan Moneter Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Guncangan Permintaan: Definisi dan Penjelasan Singkat
- Kepercayaan Bisnis: Pengaruhnya Terhadap Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Kepercayaan Konsumen: Efeknya Terhadap Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Kurva Permintaan Agregat: Concept, Alasan Miring ke Bawah, dan Faktor yang Mempengaruhi
- Permintaan Agregat: Definisi, Alasan Miring, Determinan
- Utilisasi Kapasitas: Hubungannya Dengan Profitabilitas, Permintaan Agregat dan Ekonomi