Contents
Menghitung nilai tambah adalah sangat mudah. Rumus nilai tambah hanya membutuhkan operasi matematik linear sederhana. Kita hanya membutuhkan dua data: harga dan biaya.
Baiklah, di artikel ini, kita bahas tentang rumus nilai tambah pada bagian awal. Kemudian, kita mengambil contoh sederhana untuk menghitungnya. Pada bagian berikutnya, kita membahas bagaimana itu diaplikasikan dalam ilmu ekonomi untuk menghitung PDB.
Rumus nilai tambah dan contoh perhitungannya
Secara definisi, nilai tambah adalah selisih antara harga jual dengan biaya input. Untuk menghitungnya, kita hanya mengurangkan harga jual produk dengan biaya input yang digunakan untuk memproduksinya. Berikut adalah rumus matematisnya:
Nilai tambah = Harga jual per unit – Biaya input per unit
Untuk mengaplikasikan rumus di atas, sekarang, mari kita ambil contoh sederhana. Rantai produksi yang terlibat untuk membuat kaos adalah output berikut:
- Kapas
- Benang
- Kain
- Kaos
Untuk sampai menghasilkan kaos, produsen harus membeli dari input dari produsen kain. Dan, produsen kain membeli input dari produsen benang. Terakhir, produsen benang membeli kapas dari petani.
Produsen kaos menghabiskan rata-rata $60 untuk membeli kain dan menjual produknya pada harga $80 per unit. Sedangkan, produsen kain membeli benang seharga $50. Terakhir, produsen benang membeli kapas dari petani seharga $40 untuk menghasilkan outputnya. Tabel berikut menunjukkan harga (nilai output) dari masing-masing:
Item | Nilai output ($) | Nilai tambah ($) |
Kapas | 40 | 40 |
Benang | 50 | 10 |
Kain | 60 | 10 |
Kaos | 80 | 20 |
Total | 230 | 80 |
Dari tabel di atas, kita dapat menghitung nilai tambah di masing-masing output sebagai berikut:
- Kapas =$40
- Benang = $50 – $40 = $10
- Kain = $60 – $50 = $10
- Baju = $80 – $60 = $20
Seperti yang anda lihat, para produsen di atas menghasilkan nilai tambah karena mampu memasarkan output pada harga lebih tinggi daripada dolar yang mereka bayarkan ke pemasok input. Semakin tinggi perbedaan positif antara harga jual dan biaya input, semakin bernilai suatu produk.
Dan untuk memberikan nilai tambah yang tinggi, itu membutuhkan inovasi baik agar pelanggan bersedia membayar lebih atau untuk menurunkan biaya. Perusahaan bisa melakukannya, misalnya, dengan menambahkan fitur atau fungsi tambahan ke produk, memproses input secara lebih efisien, atau branding. Sehingga, dengan berinovasi, mereka memberikan nilai tambah lebih tinggi ke produknya.
Di sisi lain, karena harus bersaing dengan pesaing, perusahaan juga mempertimbangkan untuk mengembangkan daya saing. Nilai tambah yang mereka tawarkan juga harus menarik bagi pelanggan, sehingga mereka bersedia untuk membeli. Dengan kata lain, mereka harus memberikan nilai tambah yang lebih baik daripada pesaing.
Dengan nilai tambah yang lebih baik, konsumen memiliki alasan untuk membeli produk perusahaan. Ketika sukses melakukannya, perusahaan bisa menghasilkan penjualan dan keuntungan.
Sebaliknya, jika tidak, misalnya, karena nilai tambahnya tidak lebih baik dari produk pesaing, perusahaan tidak menghasilkan pendapatan, bahkan laba. Konsumen lebih memilih produk pesaing daripada membeli produk perusahaan.
Menghitung PDB menggunakan pendekatan nilai tambah
Produk domestik bruto (PDB) mewakili indikator untuk mengukur output dari aktivitas ekonomi. PDB mewakili nilai moneter dari seluruh semua barang dan jasa akhir yang diproduksi di dalam sebuah perekonomian. Dan, pembahasannya bisa kita temukan ketika kita belajar tentang makroekonomi.
Pendekatan nilai tambah adalah satu dari dua cara untuk menghitung PDB. Pendekatan lainnya adalah menjumlahkan nilai dari semua semua barang dan jasa akhir.
- Pendekatan nilai output final (value-of- final-output approach). Di bawah pendekatan ini, kita menghitung nilai PDB dengan mengagregasikan nilai dari seluruh output akhir yang diproduksi selama tahun yang diberikan. Kita mengecualikan nilai output antara untuk menghindari perhitungan ganda (double counting) karena nilai mereka telah tercermin dalam harga output akhir di sepanjang rantai produksi. Untuk mengatasi ini, kita bisa mengaplikasikan pendekatan nilai tambah.
- Pendekatan nilai tambah (value-added approach). Kita menjumlahkan nilai tambah output pada setiap tahapan proses produksi dan distribusi. Di bawah pendekatan ini, kita memperhitungkan nilai tambah output antara.
Untuk mengetahui bagaimana kedua pendekatan bekerja, mari kita ambil contoh sederhana di atas. Asumsikan sebuah perekonomian hanya memproduksi kaos. Itu mewakili produk akhir. Produsen kaos menjual produknya seharga $80 per unit. Sehingga, di bawah value-of- final-output approach, PDB adalah sama dengan $80.
Sedangkan, di bawah value-added approach, kita harus menghitung nilai yang ditambahkan oleh masing-masing produsen di sepanjang rantai produksi baju, di mana masing-masing adalah:
- Kapas =$40
- Benang = $10
- Kain = $10
- Baju = $20
Jika kita jumlahkan keempatnya, itu sama dengan $80 = ($40 + $10 + $10 + $20). Kita dapat melihat, itu sama dengan harga kaos.
Tapi, jika kita menjumlahkan nilai output di setiap rantai produksi, itu menghasilkan perhitungan ganda. PDB akan bernilai $230 = $40 + $50 + $60 + $80, jauh lebih tinggi dari nilai sebenarnya $80. Mengapa itu terjadi?
Itu karena kita memperhitungkan nilai input di masing-masing di tiap rantai produksi, meski itu adalah yang dikontribusikan oleh pemasok. Misalnya, produsen kaos sebenarnya hanya menambah nilai $20, bukan $80. Harga $80 tidak hanya mencakup nilai yang dia tambahkan tapi juga nilai input yang dia beli (kain seharga $60).
Bagaimana nilai tambah berbeda dari laba
Meskipun kita mungkin melihat ada kemiripan, tapi nilai tambah dan dan laba adalah dua konsep yang berbeda. Pertama, nilai tambah hanya memperhitungkan selisih antara harga jual dengan biaya langsung, yakni biaya input yang digunakan untuk memproduksi.
Sedangkan, laba bisa saja memperhitungkan biaya langsung dan tidak langsung. Contoh biaya tidak langsung adalah biaya pemasaran, biaya administrasi dan biaya umum. Dalam kasus ini, kita menghitung laba operasi.
Kedua, ketika kita menghitung keuntungan perusahaan, kita juga memperhitungkan kuantitas yang terjual, sedangkan nilai tambah tidak. Maksud saya, perusahaan mungkin tetap menghasilkan nilai tambah terlepas apakah produk terjual atau tidak. Tapi, untuk menghasilkan keuntungan, perusahaan harus dapat menjual produk.
Laba = Pendapatan – Biaya = Pendapatan per unit – Biaya per unit
Sekarang, asumsikan perusahaan menetapkan harga yang sama untuk semua produknya. Sehingga, pendapatan per unit di atas akan sama dengan harga jual jika perusahaan mampu menjual produk. Jika tidak ada penjualan, laba akan sama dengan nol.
Sehingga, perusahaan hanya bisa mendapat untung jika menambahkan nilai dan dapat menjual produk. Dalam beberapa kasus, sebuah perusahaan bisa saja menghasilkan produk bernilai tambah tapi tidak menjual produk apa pun. Sehingga, labanya akan sama dengan nol. Mengapa ini terjadi? Mengapa perusahaan tidak bisa menjual produk?
Sekarang, asumsikan anda sedang menjalankan bisnis. Untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, anda harus bersaing dengan perusahaan lainnya. Perusahaan anda mungkin menawarkan nilai tambah, tapi itu tidak lebih baik daripada pesaing anda. Sebagai akibatnya, konsumen tidak bersedia membeli produk anda dan memilih produk pesaing.
Faktor kedua adalah perubahan selera dan preferensi konsumen. Itu mempengaruhi minat konsumen anda untuk membeli. Mereka mungkin tidak membeli produk anda mungkin karena, misalnya, tidak ramah lingkungan. Produk anda tidak sesuai dengan nilai dan prinsip yang mereka adopsi.
Kemudian, asumsikan, anda berhasil membukukan penjualan. Dalam kasus ini, perusahaan anda akan menghasilkan lebih banyak laba jika menambahkan nilai lebih tinggi, menjual lebih banyak atau mengkombinasikan keduanya.