Contents
Policy rate atau suku bunga kebijakan adalah suku bunga utama yang ditetapkan oleh bank sentral dan diumumkan secara publik. Ini biasanya adalah suku bunga di mana bank sentral bersedia meminjamkan uang kepada bank-bank komersial. Oleh karena itu, suku bunga acuan secara langsung mempengaruhi suku bunga pinjaman bank-bank komersial. Istilah ini sering juga disebut dengan suku bunga acuan atau suku bunga dasar (base rate).
Suku bunga kebijakan adalah adalah kunci dan alternatif lain dari alat kebijakan moneter selain cadangan wajib dan operasi pasar terbuka.
Perbedaan antara suku bunga kebijakan dan suku bunga pinjaman bank
Suku bunga kebijakan mirip dengan suku bunga pinjaman bank. Keduanya mencerminkan tingkat biaya meminjam uang.
Perbedaan keduanya ada pada siapa yang menjadi debitur. Dalam suku bunga pinjaman bank, bank bertindak sebagai kreditor, dan debitornya dapat perorangan, perusahaan non-bank, atau bank lain. Sedangkan untuk suku bunga acuan, bank sentral bertindak sebagai kreditor, dan bank komersial adalah debitor. Bank sentral membebankan tingkat bunga (dikenal sebagai tingkat diskonto) untuk pinjaman jangka pendek, biasanya pinjaman semalam.
Sebagai instrumen kebijakan moneter
Bank sentral menggunakan suku bunga acuan sebagai alat kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi pasar. Sebagai alat moneter, perubahan suku bunga acuan dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi, tingkat inflasi, dan nilai tukar.
Efek dari perubahan suku bunga terhadap perekonomian dapat mengambil berbagai saluran. Tidak hanya melalui perubahan konsumsi dan investasi tetapi juga melalui harga aset, ekspektasi agen ekonomi, dan nilai tukar. Masing-masing saluran ini memengaruhi permintaan agregat dalam perekonomian dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran. Namun, untuk meringkas, kami hanya membahas transmisi melalui perubahan konsumsi dan investasi.
Penurunan suku bunga acuan
Ketika ekonomi lesu, bank sentral akan menurunkan suku bunga acuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini disebut kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan sentral ini selama pertumbuhan ekonomi lemah dan bertujuan untuk menghindari resesi.
Bank sentral mengharapkan bahwa bank-bank komersial akan mengikuti penurunan dengan menurunkan suku bunga pinjaman mereka. Ketika suku bunga turun, biaya pinjaman lebih murah.
Penurunan suku bunga pinjaman merangsang rumah tangga untuk mengkonsumsi lebih banyak. Demikian juga, bisnis juga menjadi lebih percaya diri untuk berinvestasi dalam barang modal. Hasilnya, permintaan agregat dalam perekonomian naik dan merangsang aktivitas produksi untuk tumbuh lebih kuat.
Meningkatnya permintaan barang dan jasa merangsang produsen untuk meningkatkan produksi. Ketika permintaan menguat, bisnis mulai merekrut pekerja dan menaikkan harga jual untuk mengimbangi kenaikan biaya produksi. Akibatnya, aktivitas ekonomi tumbuh, pengangguran turun, dan inflasi mulai bergerak naik.
Kenaikan suku bunga acuan
Sebaliknya, bank sentral akan menaikkan suku bunga untuk meningkatkan biaya pinjaman. Kita menyebut kenaikan suku bunga acuan ini sebagai kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan ini biasanya dilakukan ketika tekanan inflasi begitu tinggi. Kebijakan kenaikan suku bunga acuan adalah sebagai langkah untuk menghindari gelembung dalam perekonomian.
Tujuan dari kebijakan moneter kontraktif adalah untuk mengurangi tekanan inflasi yang tinggi. Suku bunga acuan yang lebih tinggi membuat pinjaman menjadi lebih mahal. Semakin tinggi tingkat kebijakan, semakin tinggi penalti yang harus dibayarkan bank kepada bank sentral jika mereka kekurangan likuiditas. Situasi ini akan membuat mereka lebih konservatif dalam memberikan pinjaman, mengurangi jumlah uang beredar.
Karena pinjaman ke bank sentral lebih mahal, bank komersial kemudian menaikkan suku bunga yang mereka bebankan kepada debitor. Dengan menaikkan suku bunga, biaya pinjaman meningkat, menyebabkan rumah tangga menabung lebih banyak dan menghabiskan lebih sedikit uang untuk konsumsi. Konsumsi rumah tangga yang semakin lesu memaksa produsen untuk merasionalisasi produksinya.
Ketika kelesuan rumah tangga bertahan, bisnis akan memangkas produksinya. Dan, ini mengarah pada kontraksi ekonomi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi berkontraksi, inflasi menjadi lebih moderat, dan pengangguran meningkat.