Contents
Monetary policy atau kebijakan moneter mengacu pada kebijakan ekonomi oleh bank sentral atau otoritas moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit dalam perekonomian. Kebijakan moneter dikatakan ekspansif (atau akomodatif atau longgar) ketika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dan kredit dalam perekonomian. Sebaliknya, ketika bank sentral mengurangi jumlah uang dan kredit, kebijakan moneter dikatakan kontraktif (atau ketat).
Tujuan kebijakan moneter
Kebijakan moneter bertujuan untuk menargetkan inflasi untuk memastikan stabilitas harga dan kepercayaan umum terhadap mata uang di dalam perekonomian. Tingkat inflasi yang rendah dianggap sehat untuk perekonomian. Jika inflasi tinggi, bank sentral berusahaa memoderasinya melalui kebijakan moneter.
Tujuan lebih lanjut dari kebijakan moneter biasanya adalah untuk mendukung pertumbuhan produk domestik bruto yang berkesinambungan, untuk mencapai dan mempertahankan pengangguran yang rendah, dan untuk mempertahankan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata asing lainnya.
Peran bank sentral
Sebagian besar bank sentral memiliki mandat untuk menjaga stabilitas harga. Melalui beberapa instrumen, mereka mencoba mengendalikan inflasi, sehingga tidak mengarah pada hiperinflasi, sekaligus menghindari deflasi.
Stabilitas harga sangat penting karena memiliki efek tidak langsung pada target ekonomi makro lainnya, seperti lapangan kerja dan output.
Perbedaan kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal
Baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal, keduanya digunakan oleh para pembuat kebijakan untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian. Secara khusus, berbeda dengan kebijakan moneter, kebijakan fiskal juga dapat digunakan sebagai alat untuk redistribusi pendapatan dan kekayaan.
Kebijakan moneter menggunakan instrumen moneter untuk mengendalikan uang dalam perekonomian. Bank sentral bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan ini dan independen dari campur tangan pemerintah.
Sedangkan, kebijakan fiskal menggunakan pengeluaran pemerintah dan perpajakan untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi. Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan ini.
Instrumen kebijakan moneter
Bank sentral menggunakan tiga jenis instrumen utama untuk mempengaruhi perekonomian, yaitu:
- Operasi pasar terbuka, yaitu membeli atau menjual surat berharga pemerintah. Ketika dilakukan secara masif, itu dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif.
- Suku bunga kebijakan, yakni suku bunga jangka pendek ketika bank meminjam dana bank sentral
- Cadangan wajib untuk bank umum, yaitu porsi simpanan yang harus dipegang oleh bank dan tidak digunakan untuk memberikan pinjaman.
Suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan
Bank sentral dapat mempengaruhi suku bunga dengan mengubah suku bunga acuan. Biasanya, itu adalah suku bunga yang dibebankan oleh bank sentral kepada bank untuk pinjaman jangka pendek.
Misalnya, jika bank sentral menaikkan suku bunga acuan, biaya pinjaman untuk bank meningkat. Selanjutnya, bank akan meningkatkan suku bunga yang mereka tetapkan kepada debitur. Dengan demikian, biaya pinjaman dalam perekonomian akan meningkat, dan jumlah uang beredar akan berkurang.
Cadangan wajib
Bank sentral menetapkan jumlah minimum cadangan wajib (rasio cadangan wajib) yang harus dipegang oleh bank komersial. Cadangan dapat disimpan di brankas internal atau di bank sentral. Dengan mengubah rasio cadangan wajib, bank sentral dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dalam perekonomian.
Bank komersial tidak dapat menggunakan dana dari cadangan wajib untuk disalurkan sebagai kredit. Jika, misalnya, bank sentral menaikkan rasio cadangan wajib, bank komersial akan memiliki lebih sedikit uang yang tersedia untuk dipinjamkan kepada klien mereka dan karenanya, jumlah uang beredar berkurang.
Operasi pasar terbuka
Bank sentral dapat membeli atau menjual surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. Misalnya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, bank sentral akan membeli surat berharga pemerintah. Oleh karena itu, uang berpindah dari bank sentral ke pembeli, yang biasanya adalah bank komersial. Bank akan menggunakan uang tersebut untuk meningkatkan pinjaman dan pasokan uang dalam perekonomian.
Jenis
Ada dua jenis kebijakan moneter:
- Kebijakan moneter ekspansif, yang berusaha untuk menambah jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Ini disebut juga dengan istilah kebijakan moneter longgar atau akomodatif.
- Kebijakan moneter kontraksioner, yang berusaha untuk mengurangi jumlah uang beredar. Ini juga disebut dengan kebijakan moneter ketat.
Kebijakan ekspansioner
Kebijakan moneter ekspansif (atau kebijakan moneter longgar) berusaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menstimulasi laju perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan ini biasanya dijalankan ketika perekonomian sedang mengalami resesi atau pertumbuhan rendah.
Untuk menambah jumlah uang dalam perekonomian, bank sentral dapat mengadopsi kombinasi pilihan di bawah ini:
- Menurunkan suku bunga kebijakan
- Melaksanakan operasi pasar terbuka dengan membeli surat utang pemerintah
- Menurunkan cadangan wajib
Peningkatan jumlah uang beredar mendorong permintaan agregat ke atas, merangsang pertumbuhan ekonomi. Produksi meningkat, dan bisnis menciptakan lebih banyak pekerjaan.
Kebijakan kontraksioner
Kebijakan kontraksioner berusaha untuk memoderasi laju inflasi. Ini biasanya terjadi ketika perekonomian memasuki fase boom, di mana ada lonjakan harga barang dalam perekonomian (inflasi tinggi) dan membuat perekonomian terlalu panas.
Untuk menghindari efek buruk dari ekonomi yang terlalu panas, bank sentral berusaha untuk mengatasinya dengan menerapkan kebijakan moneter yang lebih ketat. Ini dilakukan dengan:
- Menaikkan suku bunga kebijakan
- Melaksanakan operasi pasar terbuka dengan menjual surat utang pemerintah
- Menaikkan cadangan wajib
Penurunan jumlah uang beredar mengurangi permintaan agregat. Bisnis mengurangi tingkat produksi karena permintaan melemah. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi lebih rendah, dan tekanan inflasi turun.
Transmisi kebijakan moneter
Perubahan suku bunga
Jika bank sentral menaikkan suku bunga kebijakan, bank merespons kenaikan tersebut dengan menaikkan suku bunga dasar mereka. Suku bunga dasar adalah suku bunga acuan yang menjadi dasar suku bunga pinjaman kepada pelanggan. Akibatnya, individu dan bisnis meminjam lebih sedikit karena biaya pinjaman lebih mahal (suku bunga lebih tinggi).
Harga aset dan nilai proyek modal cenderung turun. Ini karena suku bunga yang lebih tinggi membuat nilai sekarang dari perkiraan arus kas masa depan menurun.
Ekspektasi agen ekonomi mengenai ekonomi berkurang karena mereka mengaitkan suku bunga yang lebih tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di masa depan dan penurunan laba. Suku bunga yang lebih tinggi akan mengurangi permintaan barang, terutama yang dibiayai melalui pinjaman seperti pembelian rumah, kendaraan dan barang modal.
Kenaikan suku bunga mendorong investasi asing untuk masuk, terutama investasi portofolio, sehingga membuat nilai tukar mata uang domestik terapresiasi. Apresiasi membuat barang dan jasa dalam negeri lebih mahal dan menjadi kurang kompetitif di pasar internasional. Hal ini menyebabkan penurunan ekspor.
Jika kenaikan suku bunga secara luas diperkirakan akan diikuti oleh kenaikan suku bunga lebih lanjut, agen ekonomi akan mengubah perilaku mereka untuk mencerminkan ekspektasi yang direvisi ini.
Secara keseluruhan, penurunan konsumsi, pinjaman, harga aset, dan ekspor akan mengurangi permintaan agregat dalam perekonomian. Permintaan yang lebih lemah akan mengurangi harga dalam perekonomian dan memberikan tekanan ke bawah pada inflasi aktual.
Rasio cadangan wajib
Bank sentral mewajibkan bank-bank komersial untuk mempertahankan proporsi tertentu dari deposito mereka dalam bentuk cadangan. Mereka tidak dapat menggunakannya untuk memberikan pinjaman. Proporsi ini dikenal sebagai rasio persyaratan cadangan.
Penurunan rasio persyaratan cadangan meningkatkan jumlah uang beredar. Sebagai contoh, bank sentral menurunkan rasio cadangan dari 10% menjadi 5%. Dengan begitu, dari setiap setoran Rp100, bank memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan dari sebelumnya, dari Rp90 menjadi Rp95.
Semakin banyak uang dalam perekonomian, likuiditas meningkat dan mendorong suku bunga kredit turun. Ketika suku bunga turun, permintaan agregat meningkat, dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Pengganda uang
Melalui proses menciptakan uang, setiap Rp1 akan menghasilkan peningkatan jumlah uang beredar menjadi Rp20 ketika rasio persyaratan cadangan adalah 5%. Jadi, ketika bank memiliki uang tunai Rp95 untuk dipinjamkan, itu akan menambah jumlah uang beredar sebesar Rp1.900.
Pengganda uang = 1 / Rasio persyaratan Cadangan
Sekarang, mari kita bahas secara singkat proses penciptaan uang.
Katakanlah, bank meminjamkan Rp95 kepada seorang debitur. Debitur menggunakannya untuk membeli produk dari penjual ABC. Kemudian, penjual menyimpan uang ke bank XYZ.
Bank XYZ menyisihkan Rp4,75 (95 x 5%) sebagai cadangan wajib. Bank menggunakan sisa Rp90,25 untuk pinjaman. Proses ini berlanjut sehingga uang sebesar Rp95 beredar dalam perekonomian berkali-kali menjadi Rp1.900 (Rp95/5%).
Operasi pasar terbuka
Operasi pasar terbuka melibatkan penjualan dan pembelian surat berharga pemerintah. Kebijakan ini mempengaruhi jumlah uang beredar secara langsung.
Saat bank sentral menjual sekuritas, uang berpindah dari bank komersial ke bank sentral. Sekarang, bank komersial memiliki lebih sedikit uang untuk melakukan pinjaman. Akibatnya, jumlah uang beredar menyusut.
Sebaliknya, jika bank sentral membeli surat berharga pemerintah melalui operasi pasar terbuka, uang bergerak dari bank sentral ke rekening bank pembeli. Yang mana, itu meningkatkan kapasitas bank untuk memberikan pinjaman, menyebabkan peningkatan pertumbuhan pasokan uang melalui mekanisme pengganda uang.
Keterbatasan kebijakan moneter
Mekanisme transmisi moneter tidak mulus dan langsung seperti yang tampak dalam transmisi di atas. Bank sentral tidak selalu memiliki kontrol ketat terhadap jumlah uang beredar.
Mereka tidak dapat mengontrol jumlah uang yang dipilih oleh rumah tangga dan bisnis untuk ditabung. Beberapa bank sentral memangkas suku bunga mendekati 0%, tetapi langkah ini masih tidak dapat mengurangi tingkat tabungan dan merangsang konsumsi, juga tidak dapat menghilangkan deflasi. Situasi ini disebut sebagai jebakan likuiditas.
Selain itu, walaupun bank sentral dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memberikan pinjaman dan menciptakan kredit, mereka tidak dapat dengan mudah mengendalikan kemauan bank untuk melakukannya. Meski suku bunga telah diturunkan, bank mungkin enggan menyalurkan pinjaman, misalnya karena tingginya tingkat risiko gagal bayar. Akibatnya, mereka lebih senang menyimpannya di bank sentral daripada dipinjamkan.