Apa itu: Faktor makroekonomi (macroeconomic factors) merujuk pada keadaan makroekonomi yang membawa peluang dan ancaman bagi kelangsungan bisnis perusahaan. Contohnya adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar.
Mereka adalah bagian lingkungan luar perusahaan yang mengekspos kinerja. Di sisi lain, perusahaan tidak memiliki kendali untuk mempengaruhi mereka dan hanya dapat beradaptasi dengan memanfaatkan setiap peluang dan meminimalisir setiap ancaman.
Jenis faktor makroekonomi yang penting
Faktor makroekonomi mempengaruhi kemampuan perusahaan dan industri untuk mendapatkan tingkat pengembalian dan profitabilitas yang memadai. Perubahannya dapat memunculkan peluang dan ancaman. Selain itu, eksposur juga bervariasi antar perusahaan dan industri.
Lima faktor makroekonomi yang paling penting dan sering diamati adalah:
- Pertumbuhan ekonomi
- Suku bunga
- Nilai tukar mata uang
- Tingkat inflasi
- Tingkat pengangguran
Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi mewakili perubahan output ekonomi dari waktu ke waktu. Indikator utama untuk mengukurnya adalah pertumbuhan PDB riil. Fluktuasinya dari waktu ke waktu kita sebut sebagai siklus bisnis.
Ketika ekonomi tumbuh positif, itu kita sebut sebagai ekspansi ekonomi. Sementara itu, periode di mana pertumbuhan ekonomi negatif kita sebut sebagai kontraksi ekonomi. Kontraksi yang telah berjalan lebih dari dua kuartal berturut-turut kita sebut resesi ekonomi.
Ekspansi ekonomi mengarah pada ekonomi yang lebih makmur. Aktivitas bisnis meningkat. Prospek keuntungan bisnis, pendapatan rumah tangga, dan lapangan kerja membaik. Itu membawa dampak positif bagi pengeluaran rumah tangga.
Rumah tangga membelanjakan lebih banyak uang untuk membeli barang dan jasa. Karena permintaan meningkat, bisnis meningkatkan produksi mereka dengan membeli peralatan modal dan merekrut tenaga kerja baru. Sebagai hasilnya, tingkat pengangguran menurun.
Singkat cerita, ekspansi ekonomi membawa dampak positif bagi sebagian besar bisnis. Itu memberi mereka peluang untuk memperluas operasi mereka dan mendapatkan laba yang lebih tinggi.
Sebaliknya, kontraksi ekonomi mengarah pada pengurangan belanja rumah tangga. Kondisi ini meningkatkan tekanan kompetitif. Penurunan ekonomi sering menyebabkan perang harga, terutama di industri yang sudah mencapai tahap matang.
Suku bunga
Bagi peminjam, suku bunga merepresentasikan biaya untuk meminjam uang. Sebaliknya, bagi pemberi pinjaman, itu merepresentasikan tingkat pengembalian yang mereka syaratkan ketika meminjamkan uang.
Eksposur suku bunga bervariasi antar perusahaan. Perusahaan keuangan seperti bank dan dana pensiun memiliki eksposur yang lebih signifikan dibandingkan perusahaan di sektor riil.
Bagi perusahaan sektor riil, suku bunga tidak hanya mempengaruhi biaya pendanaan. Tapi, itu juga secara tidak langsung berdampak pada penjualan produk mereka.
Suku bunga mempengaruhi permintaan konsumen. Rumah tangga seringkali meminjam uang untuk membiayai pembelian barang seperti seperti rumah, mobil dan produk mahal lainnya. Sehingga, kenaikan suku bunga secara langsung melemahkan permintaan. Rumah tangga menunda pembelian dan pengajuan pinjaman baru.
Selain penjualan, bagi perusahaan, suku bunga juga berdampak pada biaya modal dan return simpanan. Itu mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mengumpulkan dana dan berinvestasi dalam aset baru.
Jika suku bunga rendah, biaya modal juga rendah. Bisnis meminjam lebih banyak untuk berinvestasi di barang modal. Di sisi lain, bisnis akan menerima lebih sedikit bunga untuk uang yang mereka simpan di bank.
Sebaliknya, ketika suku bunga tinggi, biaya modal menjadi lebih mahal. Mereka enggan berinvestasi di barang modal karena tidak menguntungkan. Di sisi lain, mereka memperoleh lebih banyak bunga atas uang yang mereka simpan di bank.
Nilai tukar mata uang
Nilai tukar mata uang mewakili daya beli mata uang domestik terhadap mata uang asing. Pergerakan nilai tukar mata uang memiliki dampak langsung pada daya saing produk ekspor dan impor.
Misalnya, ketika nilai tukar terdepresiasi, produk domestik menjadi lebih murah bagi pembeli di luar negeri. Sebaliknya, produk luar negeri menjadi lebih mahal bagi konsumen dalam negeri.
Jadi, depresiasi menciptakan peluang bagi eksportir untuk meningkatkan penjualan ke luar negeri. Ini membuat produk domestik lebih kompetitif (dalam hal harga) di pasar luar negeri.
Sebaliknya, depresiasi menjadi ancaman bagi importir. Selain itu, itu berdampak pada peningkatan biaya untuk sebagian besar perusahaan yang menggantungkan bahan baku dan barang modal dari luar negeri. Mereka harus membayar lebih mahal.
Efek sebaliknya berlaku ketika nilai tukar terapresiasi.
Tingkat inflasi
Tingkat inflasi mencerminkan perubahan harga barang dan jasa secara umum di dalam perekonomian. Itu tidak hanya mewakili satu atau dua barang dan jasa, tapi sebagian besar barang dan jasa, baik yang dikonsumsi rumah tangga, digunakan bisnis atau yang mengalir di dalam perekonomian.
Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa meningkat. Dan, ketika harga-harga jatuh, itu kita sebut dengan deflasi.
Tingkat inflasi yang stabil dan rendah adalah yang diinginkan. Sebaliknya, tingkat inflasi yang tinggi dan fluktuatif menciptakan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan ekonomi, baik oleh rumah tangga maupun bisnis.
Bisnis menggunakan angka inflasi untuk beberapa keperluan seperti menetapkan harga jual, menyesuaikan gaji pegawai, dan investasi.
Jika inflasi terus meningkat, daya beli uang jatuh, begitu juga dengan pengembalian investasi. Ketika bergerak fluktuatif, itu membuat masa depan kurang dapat diprediksi. Dalam lingkungan seperti itu, manajemen sulit untuk membuat proyeksi bisnis secara akurat.
Berikutnya, deflasi juga memiliki efek destabilisasi pada aktivitas ekonomi. Meski daya beli uang terhadap barang dan jasa meningkat, namun itu mengekspos bagian ekonomi lainnya.
Deflasi biasanya terjadi selama resesi ekonomi. Itu berdampak buruk bagi perusahaan dan individu dengan tingkat utang yang tinggi.
Deflasi meningkatkan nilai riil utang. Sehingga, rumah tangga dan perusahaan harus menghabiskan lebih banyak uang untuk membayar kembali utang, meningkatkan risiko gagal bayar.
Di sisi lain, jatuhnya harga membuat perusahaan mengumpulkan lebih sedikit pendapatan. Permintaan terhadap barang dan jasa lemah, memaksa perusahaan untuk memangkas produksi dan tenaga kerja. Sebagai hasilnya, tingkat pengangguran tinggi dan prospek pendapatan dan keuntungan memburuk.
Tingkat pengangguran
Kenaikan tingkat pengangguran berarti prospek pendapatan rumah tangga memburuk. Permintaan barang dan jasa oleh rumah tangga melemah. Akibatnya, perusahaan menjual lebih sedikit produk dan, pada gilirannya, memperoleh lebih sedikit keuntungan.
Tapi, naiknya tingkat pengangguran membuat perusahaan memiliki lebih banyak pilihan untuk merekrut tenaga kerja baru. Karena pekerja saling bersaing untuk mendapatkan pekerjaan, lebih mudah bagi bisnis untuk menekan upah.
Sementara itu, ketika tingkat pengangguran rendah, perusahaan harus menawarkan upah kompetitif yang lebih tinggi untuk menarik pekerja baru. Dalam situasi seperti ini, mencari talenta yang sesuai lebih sulit karena sebagian besar telah bekerja.
Tapi, dari sisi pendapatan perusahaan, tingkat pengangguran rendah merepresentasikan peluang. Prospek pendapatan rumah tangga membaik, begitu juga dengan permintaan produk dan keuntungan bisnis.