Contents
Apa itu: Nilai tukar riil, atau kurs riil (real exchange rate) adalah harga satu mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya disesuaikan dengan perbedaan tingkat harga domestik dengan luar negeri. Ukuran tingkat harga agregat adalah inflasi, yang mana menunjukkan ke anda daya beli sebuah mata uang terhadap barang dan jasa. Dengan kata lain, nilai tukar riil merepresentasikan nilai tukar nominal setelah kita sesuaikan dengan perbedaan inflasi antara dua negara.
Mengapa nilai tukar riil penting
Selain indikator pertumbuhan ekonomi, suku bunga dan inflasi, nilai tukar adalah indikator lainnya yang paling banyak dilihat. Kita mengamati nilai tukar untuk menilai kesehatan ekonomi suatu negara. Secara khusus, selain mempengaruhi aliran investasi, nilai tukar berdampak para aliran perdagangan internasional.
Ekspor dan impor tidak hanya tergantung pada nilai tukar nominal, tetapi juga harga relatif dari barang dan jasa domestik dan luar negeri. Bahkan ketika nilai tukar nominal tidak berubah, perbedaan tingkat inflasi dapat mempengaruhi perdagangan internasional karena berdampak pada daya beli relatif antara perekonomian domestik dengan luar negeri.
Stabilitas nilai tukar riil penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomidan peningkatan kesejahteraan. Pergerakannya dapat mempengaruhi ekspor dan impor. Sehingga, itu pada akhirnya mempengaruhi aktivitas produksi di dalam negeri dan produk domestik bruto.
Perbedaan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal
Asumsikan anda adalah orang Indonesia dan ingin menukar rupiah ke dolar Amerika Serikat. Nilai tukar nominal memberitahu anda berapa banyak dolar AS yang anda dapatkan ketika menukar rupiah di kantong anda.
Mari ambil contoh sederhana untuk memahaminya.
Nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar AS meningkat dari Rp14.000/USD menjadi Rp14.200/USD. Dalam kasus ini, orang Indonesia akan mengatakan rupiah mereka terdepresiasi. Karena untuk mendapatkan 1 dollar AS mereka harus menukar lebih banyak rupiah, dari Rp14.000 menjadi Rp14.200. Sebaliknya, orang Amerika melihat dolar AS terapresiasi karena dengan 1 dolar AS mereka dapat menukarnya ke rupiah dan mendapatkan lebih banyak, dari Rp14.000 menjadi Rp14.200.
Katakanlah harga sebuah produk di Amerika Serikat tidak berubah dan masih di harga satu dolar AS. Depresiasi membuat kemampuan anda untuk membeli produk tersebut melemah. Anda tidak dapat lagi membelinya di harga Rp14.000 jika dikonversi ke dalam rupiah. Untuk memperolehnya, anda harus mengeluarkan Rp14.200 (1 dolar AS).
Sekarang, asumsikan, harga produk naik sekitar 5% dan menjadi 1,05 dolar AS. Itu tentu saja semakin memperlemah daya beli anda terhadap produk tersebut, ceteris paribus.
Katakanlah, untuk membeli produk Amerika, anda mengandalkan pendapatan dari penjualan produk anda di pasar lokal. Asumsikan harga produk dan volume penjualan tidak naik dan karena itu uang yang anda dapatkan tidak berubah. Sebagai hasilnya, daya beli anda terhadap produk Amerika lebih lemah karena selain harganya naik, pendapatan anda juga tidak naik.
Sekarang kita longgarkan asumsinya. Katakanlah, volume penjualan tidak berubah, namun harga produk anda naik 5%. Oleh karena itu, uang anda juga meningkat sebesar 5%. Daya beli anda terhadap produk Amerika tidak berubah. Meski harganya naik 5%, namun anda memiliki uang 5% lebih banyak akibat kenaikan harga produk anda.
Nah, jika kenaikan harga (produk anda dan produk amerika) berlaku untuk semua barang dan jasa di dalam perekonomian, itu kita sebut sebagai inflasi. Oleh karena itu, untuk mengukur daya beli perekonomian domestik terhadap produk-produk Amerika, anda tidak hanya memperhitungkan nilai tukar nominal tetapi juga perbedaan relatif tingkat inflasi domestik dengan tingkat inflasi di Amerika Serikat. Dalam ilmu ekonomi, jika kita menyesuaikan nilai tukar nominal dengan perbedaaan relatif kedua tingkat inflasi, itulah nilai tukar riil.
Cara menghitung nilai tukar riil
Sebelum menghitungnya, anda membutuhkan data nilai tukar nominal, indeks harga domestik dan luar negeri. Kita menggunakan indeks harga untuk mewakili tingkat harga agregat, di mana perubahannya dari waktu ke waktu mewakili tingkat inflasi. Salah satu indeks harga yang banyak digunakan untuk mengukur inflasi adalah indeks harga konsumen (IHK).
Asumsikan anda menggunakan indeks harga konsumen. Untuk perhitungan, anda dapat menggunakan rumus nilai tukar riil di bawah ini.
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x (IHK luar negeri/IHK domestik)
Atau, jika kita mengkonversi IHK menjadi persentase tingkat inflasi, maka rumus nilai tukar riil di atas akan menjadi:
Nilai tukar riil = Nilai tukar nominal x [(1 + Tingkat inflasi luar negeri) / (1+ Tingkat inflasi domestik)]
Mari ambil contoh sederhana dan asumsikan anda adalah orang Indonesia. Di tahun 2010, nilai tukar rupiah adalah sekitar Rp15.000/USD dan indeks harga konsumen di Indonesia dan Amerika Serikat berada di 100. Di tahun 2019, nilai tukar berubah menjadi Rp14.000/USD. Pada saat yang sama, inflasi di Indonesia naik 5% karena indeks harga konsumen naik menjadi 105. Sementara itu, tingkat inflasi di Amerika Serikat naik 10% karena indeks harga konsumen naik menjadi 110.
Terapkan kedua rumus di atas untuk menghitung nilai tukar riil. Hasilnya seharusnya sebagai berikut:
- Rumus pertama = 14.000 x (110/105) = Rp14,666.67
- Rumus kedua = 14.000 x (1+10%)/(1+5%) = Rp14,666.67
Mengapa nilai tukar riil cenderung lebih tinggi daripada nilai tukar nominal?
Itu karena harga produk-produk di Amerika Serikat naik lebih tinggi daripada kenaikan harga produk-produk domestik. Sehingga, pada nilai tukar nominal, perekonomian domestik hanya dapat membeli sedikit produk-produk Amerika Serikat. Pelemahan daya beli tersebut tercermin dari nilai tukar riil yang lebih tinggi daripada nilai tukar nominal. Dengan kata lain, kita tidak bisa mendapatkan produk Amerika lagi untuk jumlah yang setara dengan barang-barang domestik.
Dari kasus tersebut, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan berikut:
- Jika tingkat inflasi luar negeri lebih tinggi daripada tingkat inflasi domestik, nilai tukar riil akan lebih tinggi daripada nilai tukar nominal.
- Jika tingkat inflasi luar negeri sama dengan tingkat inflasi domestik, nilai tukar riil akan sama dengan nilai tukar nominal.
- Jika tingkat inflasi luar negeri lebih rendah daripada tingkat inflasi domestik, nilai tukar riil akan lebih rendah daripada nilai tukar nominal.
Ingat, dalam mengambil kesimpulan di atas, saya mengasumsikan Anda orang Indonesia.
Real effective exchange rate dan nominal effective exchange rate
Formula di atas adalah contoh sederhana. Dan dalam realitanya, perdagangan internasional melibatkan berbagai barang dan jasa. Transaksi juga tidak hanya terdiri satu atau dua negara, tetapi hampir sebagian besar negara.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, para ekonom kemudian mengembangkan indeks nilai tukar untuk mencakup berbagai produk dan berbagai negara.
- Nominal effective exchange rate – rata-rata tertimbang nilai tukar nominal bilateral antara sebuah negara dengan mitra dagangnya. Bobot sesuai dengan kontribusi perdagangan dengan masing-masing mitra.
- Real effective exchange rate – sama dengan nominal effective exchange rate. Hanya saja, kita menggunakan rata-rata tertimbang nilai tukar riil.
Faktor yang mempengaruhi nilai tukar riil
Berbagai faktor mempengaruhi nilai tukar riil. Pergerakan nilai tukar nominal, inflasi domestik, dan inflasi luar negeri adalah diantaranya. Sebagaimana dalam rumus di atas, nilai tukar riil adalah fungsi dari ketiga variabel tersebut.
Term of trade. Itu adalah rasio antara harga barang ekspor dengan harga barang impor sebuah negara. Dan, perubahan harga barang impor dan barang ekspor mencerminkan perubahan inflasi domestik dengan luar negeri.
Kebijakan ekspansioner. Baik kebijakan moneter maupun fiskal, keduanya mempengaruhi permintaaan agregat dan tingkat inflasi domestik. Misalnya, peningkatan belanja pemerintah meningkatkan permintaan dan harga barang dan jasa, sehingga berdampak pada kenaikan tingkat harga.
Pembatasan perdagangan. Tarif impor misalnya, umumnya menyebabkan nilai tukar riil terapresiasi. Barang luar negeri menjadi lebih mahal ketika masuk ke pasar domestik. Sehingga, konsumen domestik mengalihkan pembelian ke produk lokal, meningkatkan permintaan dan harga mereka.
Arus masuk modal bersih. Jika investasi asing masuk lebih tinggi daripada investasi keluar, secara neto, itu meningkatkan permintaan terhadap mata uang domestik. Sehingga, nilai tukar nominal akan terapresiasi, begitu juga dengan nilai tukar riil (dalam rumus di atas, keduanya berkorelasi positif).
Devaluasi. Itu membuat mata uang domestik lebih murah dibandingkan dengan mata uang lainnya. Pemerintah secara sengaja mendepresiasi nilai tukar nominal, biasanya untuk mendorong ekspor.