Contents
Apa itu: Saham biasa (ordinary stock atau common stock) adalah sebuah surat berharga mewakili kepemilikan di sebuah perusahaan. Karena itu, membelinya membuat kita menjadi pemegang saham. Dan selama memegangnya, kita memiliki hak untuk memperoleh keuntungan yang didistribusikan sebagai dividen tanpa batas.
Berbeda dari saham preferen, saham biasa umumnya membawa hak suara. Itu misalnya memungkinkan kita untuk memilih manajemen pada rapat pemegang saham. Seberapa signifikan hak suara kita, tergantung pada seberapa besar kepemilikan kita. Selain itu, itu juga tergantung kelas saham yang kita pegang. Misalnya, kelas A memberi kita hak suara lebih banyak kelas lainnya.
Di mana kita membeli saham biasa? Mereka biasanya tersedia di bursa saham. Perusahaan menawarkan saham mereka ke publik melalui penawaran saham perdana.
Jumlah saham yang beredar dan tersedia untuk dibeli di bursa tergantung aksi korporasi. Misalnya, perusahaan melakukan stock split atau membagikan dividen saham. Aksi-aksi korporasi tersebut meningkatkan saham yang beredar, memungkinkan lebih banyak saham tersedia untuk dibeli. Sebaliknya, pembelian kembali saham perusahaan mengurangi jumlah yang beredar.
Tidak semua saham biasa tersedia kepada publik. Misalnya, perusahaan private seperti startup mengharuskan kita membeli langsung. Tidak seperti saham di bursa, saham mereka biasanya hanya dijual kepada investor terakreditasi.
Bagaimana cara kerja saham biasa?
Saham biasa banyak tersedia di publik. Apa yang kita temukan di pasar saham sebagian besar adalah saham biasa. Setiap lembar saham yang dijual di sana mewakili kepemilikan fraksional. Dan kepemilikan mereka sebagian besar tersebar diantara banyak investor. Akibatnya, perusahaan dimiliki banyak investor.
Setiap lembar saham memberikan klaim atas laba perusahaan. Ketika manajemen memutuskan untuk membagikan dividen, setiap pemegang saham biasa berhak menerimanya.
Selain itu, saham biasanya seringkali membawa hak suara. Sehingga, pemegang saham biasa bisa berpartisipasi dalam pemungutan suara selama rapat pemegang saham. Tentu saja, suara mereka bisa berdampak signifikan hanya jika mereka memegang saham yang cukup besar.
Alasan menerbitkan saham
Mengapa perusahaan menerbitkan saham jika keputusan mereka bisa dipengaruhi oleh pihak lain (investor)?
Menerbitkan saham menjadi salah satu cara untuk mengumpulkan dana selain menerbitkan surat utang. Banyak perusahaan besar seperti Apple, Alibaba, Amazon, Alphabet, Microsoft, Tesla dan Meta melakukan itu. Misalnya, Apple mengumpulkan lebih dari $100 juta dari penawaran perdana saham mereka di tahun 1980 ketika perusahaan tersebut menjual 4,6 juta saham pada harga $22.00 per saham. Demikian juga, Alibaba Group Holding Limited mengumpulkan $22 miliar dana melalui penawaran umum perdana di tahun 2014.
Selain mengumpulkan dana, menerbitkan saham bisa menjadi cara untuk menurunkan leverage keuangan. Sementara surat utang menimbulkan kewajiban keuangan di masa depan, saham tidak.
Ketika perusahaan menerbitkan surat utang, mereka harus mengeluarkan uang rutin untuk membayar kupon. Dan pada saat jatuh tempo, mereka harus membayar pokok. Kegagalan untuk membayar kupon dan pokok akan mengarah kepada gagal bayar.
Kemudian, ketika leverage sudah tinggi, kapasitas perusahaan untuk meminjam menjadi lebih rendah. Leverage keuangan yang tinggi meningkatkan risiko keuangan. Utang yang besar membuat kemampuan perusahaan untuk membayar kembali rendah, menghasilkan risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Akibatnya, perusahaan sulit untuk mengambil pinjaman baru tanpa bunga yang tinggi.
Sementara itu, saham tidak berkonsekuensi gagal bayar. Itu karena saham mewakili hak kepemilikan bukan utang. Sehingga, perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar kupon secara reguler atau pokok pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, tidak seperti surat utang, menerbitkan saham tidak menghasilkan peningkatan leverage keuangan. Melainkan, itu meningkatkan modal ekuitas.
Yang terjadi ketika sebuah perusahaan menjual saham biasa
Ketika perusahaan menerbitkan saham biasa, kepemilikan mereka menjadi lebih tersebar. Jika sebelum penawaran publik perdana, saham dimiliki oleh sedikit pihak, biasanya adalah pendiri, maka setelah menjualnya ke publik, banyak investor bisa berpartisipasi untuk membeli. Akhirnya, mereka yang membeli menjadi pemegang saham di perusahaan.
Misalnya, sebuah perusahaan memiliki 100 saham yang beredar. Sekitar 90 lembar saham kemudian dijual ke publik melalui penawaran publik perdana. 10 lembar saham masih dimiliki oleh pemegang saham lama. Katakanlah, ada 90 investor dengan masing-masing membeli 1 lembar saham. Akibatnya, aksi korporasi ini menambah 90 pemegang saham baru dengan 1% (1 / 100 lembar saham) kepemilikan di perusahaan.
Kemudian, ketika perusahaan tersebut menjual saham biasa tambahan ke pasar, total saham beredar meningkat. Itu mengencerkan kepemilikan pemegang saham yang ada. Misalnya, perusahan tersebut menerbitkan 100 lembar saham baru. Sehingga, ada 200 lembar saham beredar. Paska aksi korporasi ini, 1 lembar saham tidak lagi mewakili 1% kepemilikan, melainkan persentasenya turun menjadi 0,5% (1/200 lembar saham).
Perbedaan antara saham biasa dengan saham preferen
Saham biasa memiliki karakteristik berbeda dengan saham preferen. Misalnya, saham biasa memungkinkan kita bisa ikut dalam pemungutan suara di dalam perusahaan karena biasanya membawa hak suara. Sehingga, kita bisa berpartisipasi dalam kinerja operasi perusahaan.
Sebaliknya, saham preferen tidak menawarkan itu karena tidak membawa hak suara, kecuali secara eksplisit diizinkan untuk diterbitkan.
Meski tidak bisa berpartisipasi dalam pemungutan suara, pemegang saham preferen memiliki prioritas lebih tinggi daripada pemegang saham biasa untuk menerima dividen. Sehingga, ketika membagikan itu, perusahaan mendistribusikannya ke pemegang saham preferen terlebih dahulu sebelum ke pemegang saham biasa. Dan dividen preferen umumnya lebih tinggi daripada dividen saham biasa dan bersifat tetap pada tingkat tertentu (rate).
Prioritas semacam itu juga berlaku untuk klaim terhadap aset. Jika perusahaan dilikuidasi, pemegang saham preferen memiliki prioritas yang lebih tinggi untuk mengklaim. Sehingga, secara berurutan, kreditur adalah yang pertama menerima aset likuidasi. Setelah itu, pemegang saham preferen menerima sisanya. Dan pemegang saham biasa adalah yang menerima terakhir.
Kelas saham biasa
Perusahaan dapat menerbitkan saham biasa dengan kelas berbeda. Masing-masing memiliki hak suara dan dengan kepemilikan berbeda. Begitu juga, masing-masing juga berhak atas klaim yang berbeda ketika perusahaan dilikuidasi.
Ambil Google sebagai contoh. Selain menawarkan 100.000.000 lembar saham preferen, perusahan juga menawarkan menawarkan tiga kelas berikut:
- Saham Biasa Kelas A memiliki satu suara per saham;
- Saham Biasa Kelas B memiliki 10 suara per saham
- Saham Modal Kelas C tidak memiliki hak suara kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Fitur callable dan puttable
Saham biasa mungkin membenamkan fitur callable dan putable. Fitur apa itu?
Fitur callable memungkinkan perusahaan penerbit memiliki hak untuk membeli kembali sahamnya dari investor. Itu bukan kewajiban. Sehingga, perusahaan mungkin tidak melakukannya. Sebaliknya, jika mengeksekusi fitur ini, perusahaan membeli kembali saham pada harga tertentu, ditentukan pada saat saham pertama kali diterbitkan.
Fitur ini menawarkan beberapa keuntungan bagi perusahaan. Pertama, ketika harga saham perusahan terus terapresiasi, perusahaan bisa membeli kembali saham mereka dengan lebih murah. Apresiasi membuat harga pasar mereka lebih tinggi dari harga beli. Kedua, jika saham dibeli kembali, jumlah saham yang beredar berkurang. Sehingga, perusahan bisa menghemat pembayaran dividen.
Misalnya, sebelum mengeksekusi fitur callable mereka mendistribusikan $1 dividen per saham dengan 100 lembar saham yang beredar. Sehingga, mereka membayar dividen $100 ($1 x 100 lembar saham). Setelah diaktifkan, katakanlah saham beredar berkurang menjadi 90 lembar saham. Sehingga, mereka hanya membayar $90, mengasumsikan dolar per saham tetap.
Sementara itu, fitur puttable memberi hak kepada investor untuk menjual kembali saham mereka ke perusahaan penerbit. Seperti fitur callable, fitur puttable mewakili hak, bukan kewajiban. Sehingga, investor mungkin mengaktifkan fitur ini dan mungkin tidak.
Katakanlah, investor mengeksekusi fitur ini. Mereka akan menjual saham yang mereka pegang ke perusahaan penerbit pada harga yang ditetapkan sebelumnya (ketika saham diterbitkan).
Fitur ini memungkinkan investor untuk membatasi kerugian. Misalnya, jika harga saham terus turun, mereka bisa menjual kembali saham ke perusahaan penerbit sebelum turun lebih jauh.
Apakah saham biasa merupakan investasi yang baik?
Berinvestasi di saham biasa memungkinkan investor untuk menumbuhkan kekayaan bersama dengan kesuksesan perusahaan. Ketika perusahaan mencapai keunggulan kompetitif berkesinambungan, kita mengharapkan harga sahamnya terus naik. Mereka juga terus menghasilkan keuntungan tinggi dan berkelanjutan, mendorong mereka untuk terus membagikan dividen.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, apakah saham biasa merupakan investasi yang baik? Mari kita urai keuntungan dan kerugian ketika kita berinvestasi di saham biasa.
Keuntungan saham biasa
Pertama, kita potensial mendapatkan capital gain. Jika saham yang kita beli naik harganya, kita bisa menjualnya dengan untung. Kita membeli mereka pada harga yang lebih murah daripada harga pasar saat kita jual. Secara umum, saham biasanya menawarkan pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah atau obligasi korporasi.
Kedua, kita memiliki hak untuk memperoleh dividen. Beberapa perusahaan rutin membayar dividen. Contohnya adalah perusahaan utilitas dan barang konsumen, yang mana mereka beroperasi di industri non-siklikal. Bisnis mereka relatif mantap dan tidak terekspos secara signifikan oleh siklus bisnis.
Memperoleh capital gain dan dividen adalah alasan utama mengapa investor membeli saham biasa. Meskipun demikian, beberapa mungkin lebih mengejar capital gain. Yang lain mungkin lebih mengejar dividen untuk mendapatkan uang masuk yang stabil.
Meskipun demikian, tidak semua perusahaan rutin membayar dividen. Perusahaan cyclical seperti penerbangan kadang membayarkan dividen tapi terkadang juga tidak melakukannya. Mereka mungkin membagikan dividen ketika bisnis menguntungkan, yang mana biasanya terjadi selama perekonomian makmur. Sebaliknya, selama perekonomian sulit, seperti resesi, mereka kemungkinan tidak mendistribusikan dividen.
Begitu juga, perusahaan matang lebih mungkin membayar dividen daripada perusahaan muda. Startup misalnya jarang membagikan dividen karena sedang mengumpulkan modal untuk menumbuhkan bisnis. Sebaliknya, perusahaan matang membayar dividen karena memiliki aliran pendapatan yang lebih stabil.
Ketiga, saham biasa seringkali membawa hak suara. Sehingga, kita bisa berpartisipasi dalam keputusan kunci seperti memilih manajemen, perubahan kebijakan dan aksi korporasi. Fitur ini memungkinkan kita memastikan perusahaan untuk terus bekerja demi kepentingan kita dengan menghasilkan pertumbuhan dan keuntungan dalam jangka panjang.
Keempat, berinvestasi di saham biasa juga memberi kita hak untuk mengklaim secara residual aset bersih perusahaan ketika dilikuidasi. Jadi, ketika perusahaan bangkrut, kita mungkin bisa memulihkan investasi kita.
Kerugian saham biasa
Pertama, saham biasa mengandung risiko tinggi. Sebagaimana ungkapan umum dalam investasi, pengembalian tinggi datang dengan risiko tinggi. Kita potensial menanggung risiko akibat harga saham perusahaan jatuh. Dan secara umum, risiko saham lebih tinggi karena harganya lebih fluktuatif daripada obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.
Kedua, tidak semua perusahaan membagikan dividen secara rutin. Sehingga, kita harus menyeleksi mereka. Melihat rekam jejak perusahaan dalam membayar dividen mungkin memandu kita.
Ini kontras dengan obligasi, yang mana membayarkan kupon secara rutin. Dan jika perusahaan tidak membayar kupon, mereka gagal bayar.
Kemudian, investasi saham semakin merugi jika pada saat yang sama harga saham perusahaan jatuh. Akibatnya, kita tidak menerima dividen dan melihat nilai investasi kita turun karena harga saham yang jatuh.
Ketiga, hak suara kita terbatas. Kepemilikan kita mungkin kecil dibandingkan dengan investor lainnya, terutama investor institusi. Akibatnya, suara kita juga minimal untuk mempengaruhi keputusan di perusahaan. Sebaliknya, kita mungkin hanya mengikuti pemegang saham mayoritas.
Keempat, meski memiliki klaim residual terhadap aset yang dilikuidasi, kita hanya mendapatkannya pada urutan paling terakhir. Biasanya, perusahaan akan membagikan pertama ke kreditur. Kemudian, jika masih tersisa, pemegang saham preferen mendapatkan jatah terlebih dahulu sebelum pemegang saham biasa. Sehingga, jika aset telah habis dibagikan ke kreditur dan pemegang saham preferen, tidak ada yang tersisa untuk kita.
Bacaan selanjutnya untuk Anda
- Saham: Jenis, Risiko, Pengembalian, Keuntungan, dan Kerugian
- Saham Biasa: Cara Kerja, Jenis, Fitur, Keuntungan dan Kerugian
- Saham Preferen: Karakteristik, Kelebihan dan Kekurangan
- Dividen Saham: Definisi dan Penjelasan Singkat