Contents
Apa itu: PDB potensial (potential GDP) mengacu pada output maksimum yang dapat dihasilkan sebuah perekonomian menggunakan sumber daya ekonomi yang ada saat ini. Itu mewakili penawaran agregat jangka panjang sebuah perekonomian. Pada tingkat output ini, perekonomian sepenuhnya memanfaatkan semua sumber dayanya dan bekerja di lapangan kerja penuh (full employment).
PDB potensial meningkat seiring dengan peningkatan kualitas dan perbaikan kualitas faktor produksi dan teknologi. Peningkatannya tidak menghasilkan tekanan inflasi dalam perekonomian. Oleh karena itu, dalam sebuah grafik, itu akan membentuk garis vertikal.
Istilah lain dari PDB potensial adalah output potensial, total output pada kapasitas penuh, output jangka panjang, atau output pada lapangan kerja penuh.
Mengapa PDB potensial penting
Output potensial adalah indikator penting. Itu berguna untuk mengukur seberapa besar suatu ekonomi dapat menghasilkan barang dan jasa. Dengan membandingkan PDB riil dan output potensial, anda akan tahu apakah akan ada kemungkinan produksi untuk meningkat dan bagaimana konsekuensinya terhadap tekanan inflasi dan pengangguran.
Selama resesi, output ekonomi aktual jatuh di bawah potensinya (kesenjangan output negatif). Kesenjangan negatif berarti bahwa ada kapasitas yang tidak terpakai dalam perekonomian, biasanya karena lemahnya permintaan.
Dalam kondisi semacam itu, Bank sentral biasanya akan melonggarkan kebijakan moneter untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Salah satunya, bank sentral dapat menurunkan suku bunga kebijakan. Ini akan meningkatkan jumlah uang beredar dan mendorong permintaan agregat.
Sebagai alternatif, pemerintah juga dapat menggunakan kebijakan fiskal untuk menutup kesenjangan output. Pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya atau memotong pajak. Pengeluaran yang lebih tinggi atau pajak yang lebih rendah juga akan meningkatkan permintaan agregat.
Sementara itu, pada saat ledakan ekonomi (economic boom), PDB riil aktual naik di atas tingkat potensinya (kesenjangan positif). Ekonomi terlalu panas dan biasanya menciptakan tekanan inflasi yang tinggi. Baya tenaga kerja dan harga barang meningkat tajam. Jika peningkatan inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pendapatan, ini melemahkan daya beli konsumen.
Situasi ini mengharuskan bank sentral untuk mendinginkan perekonomian dengan menaikkan suku bunga. Dari sisi fiskal, pemerintah dapat mengurangi pengeluaran atau menaikkan tarif pajak. Kebijakan itu untuk mengurangi permintaan agregat dan memerangi inflasi.
Membandingkan PDB potensial vs PDB riil
PDB potensial mengukur nilai maksimum dari PDB riil, mempertimbangkan sumber daya ekonomi saat ini. Sedangkan, PDB riil adalah nilai aktual output yang diproduksi dalam satu periode (satu kuartal atau satu tahun).
Konsepnya mirip (tapi tidak sama) dengan mesin produksi. PDB potensial adalah kapasitas maksimum. Sedangkan, PDB riil adalah output aktual yang dihasilkan oleh mesin.
Mungkin anda lebih sering mengamati PDB rill lebih daripada PDB potensial. Anda sering melihat angka pertumbuhan ekonomi. Ya, pertumbuhan ekonomi, pada dasarnya, adalah persentase pertumbuhan PDB riil dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi mewakili peningkatan kuantitas output dari waktu ke waktu.
Ekonom lebih menyukai PDB riil daripada PDB nominal untuk mengukur peningkatan output dalam perekonomian. Pertumbuhan PDB rill bebas dari pengaruh efek perubahan harga (inflasi/deflasi).
Faktor yang mempengaruhi PDB potensial dan PDB riil
PDB riil berubah karena pengaruh perubahan:
- Permintaan agregat
- Penawaran agregat jangka pendek
- Kuantitas dan kualitas faktor produksi
Dari permintaan agregat, contoh faktor yang mempengaruhi PDB riil adalah konsumsi rumah tangga, investasi bisnis, ekspor, dan belanja pemerintah. Dalam hal ini, faktor juga juga termasuk kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Sedangkan, faktor yang mempengaruhi penawaran agregat jangka pendek (dan juga PDB riil) adalah biaya bahan baku, harga energi, upah, pajak, dan subsidi. Mereka semua mempengaruhi biaya produksi dalam perekonomian.
Selanjutnya, dari ketiga faktor, hanya kuantitas dan kualitas faktor produksi yang mempengaruhi PDB potensial. Secara spesifik, mereka mencakup:
- Pertumbuhan pasokan tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja, semakin besar output yang dapat dihasilkan. Pasokan tenaga kerja tergantung pada pertumbuhan populasi, tingkat partisipasi angkatan kerja, dan imigrasi bersih (imigrasi minus emigrasi).
- Perbaikan kualitas tenaga kerja. Secara spesifik, kita mungkin menyebutnya sebagai modal manusia. Kualitasnya meningkat karena pendidikan dan pelatihan, membuat tenaga kerja lebih produktif.
- Pertumbuhan stok modal. Itu termasuk mesin dan peralatan untuk produksi. Dalam hal ini, stok modal tergantung pada tingkat investasi modal dalam perekonomian. Semakin tinggi investasi modal, semakin tinggi stok modal dan semakin tinggi output potensial. Dalam makna yang lebih luas, stok modal juga mencakup infrastruktur seperti jalan, jembatan dan pelabuhan.
- Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi penting untuk meningkatkan produktivitas faktor produksi lainnya, seperti mesin dan tenaga kerja. Dengan menggunakan mesin yang lebih canggih, kita dapat menghasilkan output yang lebih banyak, menggunakan input yang sama.
- Peningkatan ketersediaan sumber daya alam. Nampaknya, ini adalah yang paling ambigu diantara faktor produksi lainnya. Tidak semua negara memiliki sumber daya alam yang melimpah. Banyak negara miskin sumber daya alam (seperti jepang dan Korea Selatan), namun mereka memiliki perekonomian yang maju. Mengapa? Mereka berinvestasi di modal manusia, stok modal dan teknologi dalam menumbuhkan perekonomian.
Bagaimana PDB riil melebihi potensi PDB
Dalam jangka pendek, PDB riil bisa di atas, di bawah atau tepat pada PDB potensial. Perbedaan nilai antara PDB riil aktual dan PDB potensial kita sebut sebagai kesenjangan output (output gap atau kesenjangan PDB atau GDP gap). Jadi, kesenjangan output bisa positif, nol atau negatif.
Jika PDB riil aktual berada di atas PDB potensial, kesenjangan output positif. Itu menunjukkan ke anda bahwa perekonomian sedang berproduksi di atas tingkat maksimumnya. Kita menyebutnya sebagai kesenjangan inflasioner (inflationary gap) atau kesenjangan ekspansioner (expansionary gap). Pada grafik di atas, jika tingkat harga meningkat dari 120 menjadi 128, PDB riil meningkat dari USRp12 triliun menjadi USRp15 triliun.
Bagaimana bisa PDB riil melebihi potensi PDB?
Ya, itu bisa karena pasokan pada dasarnya tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri (melalui impor). Ketika kesenjangan output adalah positif, permintaan agregat melebihi penawaran agregat. Oleh karena itu, sebagian permintaan agregat akan dipenuhi dari impor.
Misalnya, ambil contoh sederhana. Perusahaan memiliki mesin dengan kapasitas maksimum 100 unit. Saat ini, permintaan terhadap melonjak menjadi 105.
Perusahaan memutuskan tidak menambah mesin produksi dengan kapasitas yang sama (100). Tambahan permintaan sebanyak 5 unit (105-100) terlalu kecil dibandingkan dengan kapasitas mesin. Jika perusahaan membelinya, itu hanya akan membebani biaya operasional.
Lantas, bagaimana cara memenuhinya? Perusahaan dapat membelinya dari perusahaan lain dan menjualnya. Dan dalam perekonomian, pembelian ini merujuk pada impor.
Karena permintaan agregat lebih tinggi dari penawaran agregat, itu menghasilkan tekanan ke atas atas tingkat harga (tekanan inflasi meningkat). Kondisi ini biasanya terjadi selama ledakan ekonomi (economic boom).
Sementara itu, jika PDB riil di bawah PDB potensial, kesenjangan output negatif. Itu kita sebut sebagai kesenjangan deflasioner (deflationary gap) atau kesenjangan resesioner (recessionary gap). Sekali lagi, dari grafik, jika tingkat harga menurun dari 120 menjadi 110, PDB riil turun dari USRp12 triliun menjadi USRp 8 triliun.
Kesenjangan deflasioner menghasilkan tekanan ke bawah tingkat harga. Permintaan agregat lebih rendah daripada penawaran agregat.
Situasi semacam itu biasanya terjadi selama kontraksi atau resesi. Anda perlu ingat. Kesenjangan deflasioner tidak selalu menghasilkan deflasi (inflasi negatif). Itu bisa saja menghasilkan tingkat inflasi yang lebih rendah, tetapi masih positif, misalnya dari 5% menjadi 3% (kita menamakannya sebagai disinflasi).
Bagaimana PDB potensial mempengaruhi siklus bisnis
Pergerakan PDB riil dari tingkat potensialnya membentuk siklus bisnis.
Sebagaimana saya bahas sebelumnya, ketika kesenjangan output positif, ekonomi biasanya sedang berekspansi. Di saat itu, pengangguran rendah karena perekonomian menggunakan sumber dayanya secara penuh.
Selain itu, karena permintaan agregat lebih tinggi daripada penawaran agregat, tingkat harga cenderung naik. Itu menghasilkan tekanan ke atas atas tingkat inflasi.
Selama periode ini, anda akan melihat pemerintah memberlakukan kebijakan ekonomi kontraktif. Itu bisa melalui:
- Kenaikan pajak
- Penurunan belanja pemerintah
- Kenaikan suku bunga kebijakan
- Kenaikan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio)
- Penjualan surat berharga pemerintah oleh Bank Indonesia
Tujuan kebijakan ekonomi kontraksioner adalah untuk meredam laju inflasi dan menghindari hiperinflasi.
Sebaliknya, ketika kesenjangan output negatif, beberapa sumber daya ekonomi menganggur. Tingkat pengangguran tinggi karena bisnis memangkas produksinya dan mengefisienkan operasinya dengan mengurangi pekerja. Mereka tidak berproduksi secara optimal karena permintaan agregat yang lemah.
Selama periode tersebut, tingkat harga cenderung turun dan menghasilkan tekanan ke bawah atas inflasi. Itu mungkin menghasilkan disinflasi atau deflasi, tergantung pada tingkat keparahan penurunan harga.
Untuk mengatasi masalah semacam itu, pemerintah akan mengambil kebijakan ekspansioner melalui:
- Penurunan pajak
- Peningkatan belanja pemerintah
- Pemangkasan suku bunga kebijakan
- Penurunan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio)
- Pembelian surat berharga pemerintah oleh Bank Indonesia
Bagaimana potensi PDB dihitung
Sebelum berlanjut ke formula PDB potensial, saya akan membahas sebentar model pertumbuhan Solow. Model tersebut menunjukkan ke anda bahwa output sebuah perekonomian tergantung pada dua faktor penting: tenaga kerja dan modal.
Formula model pertumbuhan Solow adalah sebagai berikut:
Y = A Kα Lβ …(persamaan 1)
Dimana:
- Y = Output potensial
- L = Jumlah tenaga kerja
- K = Jumlah modal
- A = Total factor productivity (TFP) atau faktor teknologi
- α = Elastisitas output dari modal (output elasticity of capital)
- β = Elastisitas output dari tenaga kerja (output elasticity of labor)
Total factor productivity adalah faktor di luar tenaga kerja dan modal yang berkontribusi meningkatkan output. Ekonomi biasanya merujuknya ke teknologi, yang mana berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja dan modal.
Selanjutnya, kita dapat menulis ulang Persamaan 1 ke bentuk pertumbuhan sebagai berikut:
∆Y/Y = α*∆K/K + β*∆L/L + ∆A/A …(persamaan 2)
Dimana:
- ∆Y / Y = Pertumbuhan dalam output potensial
- ∆K / K = Tingkat pertumbuhan modal
- ∆L / L = Tingkat pertumbuhan tenaga kerja
- ∆A / A = Pertumbuhan TFP
Dengan menggunakan pendekatan ini, kesulitan muncul. Data tentang TFP dan kuantitas modal sulit untuk diperoleh. Sebagai akibatnya, itu mungkin menghasilkan perhitungan output potensial yang kurang akurat.
Alternatifnya, para ekonom fokus pada tenaga kerja karena datanya lebih tersedia. Di bawah pendekatan ini, formula PDB potensial adalah:
- Output potensial = Jam agregat × Produktivitas tenaga kerja … (Persamaan 3)
Jika menulis ulang Persamaan 3 dalam bentuk pertumbuhan, kita mendapatkan:
- Tingkat pertumbuhan output potensial = Tingkat pertumbuhan jangka panjang tenaga kerja + Tingkat pertumbuhan produktivitas tenaga kerja jangka panjang
Misalkan jika produktivitas pekerja tumbuh pada 3% per tahun dan jumlah tenaga kerja tumbuh pada 0,5% per tahun, maka potensi PDB riil diperkirakan akan tumbuh pada 3,5% per tahun.
Sebagai sebuah catatan
Perhitungan PDB potensial berbeda dari PDB riil aktual. Biro statistik mengumpulkan data dan menghitung PDB riil menggunakan tiga pendekatan. Misalnya, dalam pendekatan pengeluaran, PDB riil dihitung sebagai berikut:
- PDB riil aktual = Konsumsi + Investasi + Pengeluaran pemerintah + Ekspor bersih
Sedangkan, PDB potensial hanya sebuah perkiraan menggunakan model di atas dan berdasarkan data yang saat ini ada.