Biaya bahan baku langsung (direct material cost) adalah jumlah rupiah pengeluaran untuk bahan baku yang dapat ditelusuri kembali ke produk yang dihasilkan. Bahan baku tersebut dapat diidentifikasi sebagai bagian dari produk akhir. Misalnya, produsen furnitur membeli bahan baku papan atau kayu atau pasir dan semen pada perusahaan produsen tegel.
Perlu kita catat, beberapa bahan mungkin tidak dikategorikan sebagai bahan baku, seperti paku dan lem dalam pembuatan furnitur. Melainkan, bahan tersebut masuk dalam kategori bahan penolong dan merupakan bagian dari biaya produksi tidak langsung.
Lebih dalam tentang “Biaya Bahan Baku”
Biaya bahan baku adalah satu diantara tiga komponen yang membentuk [[harga pokok produksi]]. Dua lainnya adalah biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead.
Melacak biaya bahan baku yang terlibat dalam proses pembuatan adalah cara utama untuk merampingkan efisiensi dan memangkas biaya. Manajer mengevaluasi bagaimana bahan-bahan ini dibeli, dirakit, dan bagaimana proses produksi yang diperlukan untuk mengintegrasikannya ke dalam produk jadi. Mereka dapat menganalisis proses produksi produksi dan biaya yang terkait dengan pembuatan produk untuk melihat apakah mereka dapat merampingkan operasi lebih jauh. Ini bisa dilakukan, misalnya, dengan mengubah desain komponen atau produk atau mengubah desain proses produksi itu sendiri. Pada akhirnya, mereka dapat membuat perubahan sederhana seperti ini untuk mempercepat waktu produksi dan memangkas biaya.
Cara menghitung biaya bahan baku
Biaya bahan baku adalah jumlah semua biaya bahan langsung yang terjadi selama periode akuntansi. Untuk keperluan perhitungan persediaan, akun bahan langsung mencakup biaya bahan yang digunakan bukan bahan yang dibeli. Untuk menghitung bahan langsung, kita dapat menambahkan bahan awal langsung dengan pembelian bahan langsung dan mengurainya dengan bahan langsung akhir.
Sebagai contoh, katakanlah bahwa sebuah perusahaan roti memiliki stok tepung senilai Rp3.000.000 pada awal tahun, membeli tepung senilai Rp10.000.000 selama tahun tersebut, dan memiliki sisa tepung senilai Rp2.000.000 di akhir tahun. Sehingga, biaya bahan baku selama periode tersebut adalah Rp3.000.000 + Rp10.000.000 – Rp2.000.000 = Rp11.000.000.