Contents
Apa itu: Rasio utang terhadap aset (debt-to-assets ratio) adalah rasio leverage untuk mengukur sejauh mana perusahaan tergantung pada utang untuk membiayai asetnya. Kita menghitungnya dengan membagi total utang terhadap total aset.
Utang adalah alternatif modal selain ekuitas. Ketika perusahaan lebih banyak bergantung pada utang daripada ekuitas, leverage keuangannya lebih tinggi. Itu dianggap berisiko karena perusahaan harus tetap melunasinya, bahkan, ketika tidak bisa menghasilkan pendapatan. Dan untuk melunasinya, itu membutuhkan arus masuk kas yang cukup dan stabil.
Sebagaimana rasio keuangan lainnya, mengevaluasi trennya dari waktu ke waktu membantu kita untuk menilai apakah profil risiko keuangan perusahaan, apakah membaik atau menurun. Begitu, juga, kita bisa menilai apakah perusahaan terlalu mengambil banyak utang atau tidak ketika membandingkanya dengan rata-rata industri.
Mengapa rasio utang terhadap aset penting?
Perusahaan mengandalkan modal untuk membiayai aset dari dua sumber: modal ekuitas dan modal utang. Modal ekuitas mewakili kepemilikan sedangkan modal utang mewakili kewajiban di mana perusahaan harus membayar bunga dan pokok sesuai perjanjian.
Katakanlah, sebuah perusahaan mengambil utang dengan menerbitkan obligasi. Dalam kasus tersebut, perusahaan harus membayar rutin kupon, kuartalan atau semesteran, dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo. Singkat cerita, utang menimbulkan kewajiban dan arus kas keluar di masa depan.
Dan, rasio utang terhadap aset mengungkapkan seberapa besar perusahaan tergantung pada utang alih-alih ekuitas. Ketika perusahaan mengambil terlalu banyak utang, kemampuannya untuk melunasi utang bisa menurun. Mereka harus mengeluarkan kas yang lebih besar untuk membayar bunga dan pokok.
Beban utang semakin meningkat ketika suku bunga naik. Selain itu, kegagalan untuk menghasilkan arus kas yang cukup dari penjualan juga melemahkan kemampuan bayar perusahaan. Faktor-faktor tersebut meningkatkan risiko gagal bayar.
Semakin tinggi rasio ini, semakin besar perusahaan tergantung pada utang dari kreditur. Itu mengurangi fleksibilitas keuangan perusahaan karena perusahaan perlu menghabiskan lebih banyak uang untuk membayar utang. Kegagalan untuk membayar bisa mendorong kreditur mengajukan kebangkrutan terhadap perusahaan.
Analis dan kreditur biasanya memeriksa rasio ini dan membandingkannya dengan perusahaan peer atau rata-rata industri untuk mengevaluasi seberapa stabil keuangan suatu perusahaan. Itu membantu mereka mengevaluasi apakah tingkat utang perusahaan masih bisa ditoleransi atau sudah terlalu tinggi.
Bagaimana menghitung debt-to-asset? Apa rumusnya?
Menghitung rasio utang terhadap aset adalah mudah. Kita hanya membutuhkan operasi aritmatika. Data yang dibutuhkan juga tersaji di neraca. Seperti namanya, kita menghitung ini dengan membagi total utang dengan total aset. Berikut adalah rumusnya:
- Rasio utang terhadap aset = Total utang / Total aset
Total aset mencakup semua sumber daya perusahaan termasuk aset berwujud maupun tidak berwujud, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Begitu juga, total utang juga mencakup utang jangka pendek dan jangka panjang. Utang jangka pendek jatuh tempo dalam satu tahun. Sedangkan, utang jangka panjang harus diselesaikan dalam lebih dari satu tahun.
Total utang yang saya maksud di sini adalah total utang berbunga. Beberapa orang mungkin menggunakan liabilitas, bukan utang berbunga sebagai pembilang, terutama jika perusahaan tidak memiliki utang berbunga (seperti pinjaman dari bank dan obligasi).
Sekarang, ambil contoh sederhana. Sebuah perusahaan melaporkan total aset sebesar $5,0 juta di neracanya. Di bagian liabilitas, perusahaan melaporkan utang sebesar $3 juta, terdiri dari utang jangka pendek sebesar $1 juta dan utang jangka panjang sebesar $2 juta.
Dari contoh tersebut, debt-to-asset ratio perusahaan adalah sebesar 60% = $3 juta / $5,0 juta.
Bagaimana cara menginterpretasikan debt-to-asset ratio?
Debt-to-assets ratio yang baik bervariasi antar bisnis. Beberapa menganggap rasoi di bawah 40% dianggap ideal. Sedangkan, rasio di atas 60% dianggap lebih berisiko.
Rasio yang tinggi adalah kurang diinginkan karena menyiratkan tingkat leverage yang lebih tinggi. Perusahaan terlalu banyak tergantung pada utang untuk menumbuhkan asetnya daripada ekuitas. Dan, seperti yang saya jelaskan sebelumnya, utang harus dibayar bahkan ketika pendapatan adalah nol. Sebagai hasilnya, rasio yang tinggi meningkatkan risiko keuangan perusahaan dan ketidakpastian tentang pelunasan utang.
Sebaliknya, rasio yang lebih rendah mengindikasikan perusahaan kurang bergantung pada utang. Dengan leverage yang relatif rendah, perusahaan memiliki fleksibilitas keuangan yang lebih tinggi. Sehingga, mereka bisa mengalokasikan lebih banyak dolar pendapatan untuk menumbuhkan bisnis alih-alih membayar bunga atau melunasi pokok. Leverage yang rendah juga mentoleransi perusahaan untuk mengambil utang baru untuk membiayai pertumbuhan di masa depan.
Mengartikan rasio sesuai konteks
Menginterpretasikan rasio ini membutuhkan kita untuk membandingkannya dengan rata-rata industri. Misalnya, sebuah perusahaan memiliki rasio yang tinggi. Tapi, dibandingkan dengan perusahaan lain di industri yang sama, itu masih di rentang rata-rata. Sehingga, rasio tinggi mungkin bukan persoalan materiil dan perusahaan mungkin mungkin baik-baik saja secara finansial.
Industri tertentu memang cenderung memiliki rasio utang terhadap aset yang tinggi seperti di sektor utilitas. Sendangkan, yang lain tidak.
Selanjutnya, kita juga seharusnya menggunakan rasio ini bersama dengan rasio lainnya ketika mendalami kesehatan keuangan secara keseluruhan, terutama terkait dengan kemampuan bayar perusahaan. Beberapa perusahaan mungkin memiliki rasio yang tinggi seperti mereka yang beroperasi di sektor utilitas. Namun, mereka cenderung memiliki arus kas masuk yang stabil. Sehingga, meski memiliki leverage yang tinggi, tapi itu disertai dengan kemampuan bayar yang baik.
Terakhir, kita juga perlu untuk memeriksa profil utang, termasuk terkait dengan tenornya (jangka pendek vs jangka panjang) dan suku bunganya (mengambang vs tetap). Ambil sebuah kasus relatif ekstrim. Perusahaan memiliki utang jangka pendek yang lebih besar daripada utang jangka panjang. Dalam kasus tersebut, perusahaan harus mengeluarkan uang yang besar dalam waktu dekat dan jika tidak segera tersedia kas masuk yang cukup, itu bisa mengarah pada masalah.
Dalam kasus lain, utang perusahaan sebagian besar berbunga mengambang. Dalam kasus ini, kenaikan suku bunga kebijakan akan meningkatkan beban perusahaan. Bunga utang akan meningkat mengikuti kenaikan suku bunga acuan.
Bacaan selanjutnya
- Rasio Solvabilitas: Formula, Contoh dan Perhitungannya
- Rasio Utang Terhadap Aset: Perhitungan dan Interpretasi
- Rasio utang terhadap modal: Cara Menghitung dan Menginterpretasi
- Rasio Utang Terhadap Ekuitas: Perhitungan dan Interpretasi
- Rasio Aset Terhadap Ekuitas: Perhitungan dan Interpretasi
- Rasio Cakupan Bunga: Cara Menghitung dan Menginterpretasikannya
- Fixed Charge Coverage Ratio: Perhitungan dan Interpretasi