Contents
Apa itu: Rasio valuasi (valuation ratio) adalah rasio keuangan di mana kita menghubungkan kesehatan keuangan (financial soundness) perusahaan dengan nilai pasarnya. Kita menggunakannya untuk menentukan seberapa menarik saham perusahaan.
Untuk menghitung rasio valuasi, kita membandingkan nilai pasar perusahaan dengan beberapa metrik keuangan yang mendasar seperti arus kas, pendapatan dan laba bersih. Rasio yang umum digunakan adalah price-to-earnings ratio, price-to-book ratio, price-to-sales ratio, dan price-to-cash-flow ratio.
Mengapa rasio valuasi penting?
Ketika berinvestasi di pasar saham, kita memiliki beberapa alternatif saham untuk dipilih. Metrik rasio valuasi membantu kita untuk menyeleksi mereka dan membuat keputusan investasi.
Kita menggunakan metrik valuasi untuk menentukan apakah sebuah saham overvalued, undervalued atau wajar. Misalnya, beberapa saham mungkin telah mahal daripada yang lain berdasarkan metrik tertentu. Sehingga, mereka sudah tidak layak untuk dikoleksi atau dipegang karena potensi harga untuk naik sangat kecil. Sebaliknya, harga kemungkinan terkoreksi ke bawah di masa depan.
Rasio valuasi populer di kalangan investor karena mudah untuk dihitung. Bahkan, kita tidak lagi harus menghitungnya secara manual. Sebagian besar situs web keuangan atau aplikasi telah menyediakannya.
Seperti yang telah saya sebutkan, kita menilai seberapa berharga saham perusahaan dengan membandingkan harga sahamnya dengan beberapa metrik keuangan. Pendapatan, laba bersih, nilai buku, kas dari operasi adalah metrik kinerja perusahaan yang umum digunakan.
Kemudian, investor saham melihat rasio valuasi berdasarkan ekspektasi mereka di masa depan. Mengapa? Kenaikan atau penurunan harga saham tidak terjadi sekarang tapi di masa depan. Apalagi, mereka menginvestasikan uang tidak untuk dijual kembali pada hari yang sama. Mereka tidak seperti trader. Mereka membeli dan memegangnya, berharap harga naik dan bisa menjualnya dengan untung di masa depan.
Misalnya, kita membandingkan harga pasar saham sebuah perusahaan dengan kemampuan menghasilkan uang, diukur dari kas dari operasi (CFO). Katakanlah, sebuah perusahaan baru-baru ini mengakuisisi sebuah distributor untuk memperluas pemasarannya. Sehingga, perusahaan tersebut potensial menghasilkan uang yang besar di masa depan.
Tapi, sekarang, pasar kurang menghargainya, tercermin dari price-to-cash-flow ratio yang undervalued. Sehingga, dengan membelinya, kita mengharapkan saham akan naik di masa depan seiring peningkatan CFO.
Apa saja rasio valuasi kunci?
Beberapa metrik tersedia untuk memvaluasi saham. Price-to-earnings ratio (P/E ratio) adalah contoh yang populer. Beberapa alternatifnya adalah:
- Price-to-book value ratio
- Price-to-sales ratio
- Price-to-cash-flow ratio
- Dividend yield
Di sini, saya juga menyajikan beberapa rasio lain seperti dividend payout ratio, retention rate dan sustainable growth rate. Mereka tidak mengaitkan harga saham perusahaan, tapi berguna untuk memvaluasi saham perusahaan.
Price-to-earnings ratio
Price-to-earnings ratio (P/E ratio) mengaitkan saham perusahaan dengan laba bersihnya. Kita menghitungnya dengan membagi harga sahamnya dengan laba per saham. Rumus untuk laba per saham adalah laba bersih selama 12 bulan terakhir dibagi dengan jumlah saham biasa yang beredar.
- P/E ratio = Share price / Earnings per share
P/E ratio tinggi
- Investor mengapresiasi positif saham perusahaan. Mereka mau membeli pada harga tinggi untuk setiap laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan. Mereka mengekspektasikan laba akan tumbuh lebih tinggi di masa depan. Sehingga, mereka menawar saham perusahaan pada harga lebih tinggi.
- Atau, itu bisa juga memberi sinyal saham yang terlalu mahal. Sehingga, itu sulit untuk naik. Dan, jika laba bersih yang direalisasikan di masa depan di bawah ekspektasi, itu dapat mengarah ke koreksi ke bawah harga saham.
P/E ratio rendah
- Investor tidak terlalu yakin dengan prospek perusahaan di masa depan. Mereka ragu perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih tinggi. Sehingga, mereka enggan untuk membeli saham pada harga yang lebih tinggi.
- Atau, pasar terlalu menilai rendah saham perusahaan. Jika benar, saham perusahaan adalah layak untuk dikoleksi karena harganya potensial untuk naik di masa depan.
Mana yang benar? Dan mana P/E ratio yang baik?
- Itu tergantung pada kinerja perusahaan. Dan, untuk memberikan valuasi yang lebih objektif anda harus melihat aspek seperti strateg perusahaan, posisi pasarnya, dan prospek industri maupun perekonomian di masa depan.
- P/E ratio juga bervariasi antar industri. Jadi, itu tergantung pada industri di mana perusahaan beroperasi. Beberapa industri memiliki P/E ratio rata-rata yang lebih tinggi daripada industri lainnya.
Dua kelemahan P/E ratio. Pertama, itu rentan terhadap manipulasi karena kita menggunakan laba bersih, yang mana itu tidak sama dengan uang yang dihasilkan di bawah akuntansi akrual.
Kedua, itu tidak memperhitungkan leverage keuangan. Jadi, perusahaan mungkin terlalu banyak mengambil utang untuk menumbuhkan bisnis. Tapi, investasi tersebut tidak menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi daripada biaya dari mengambil utang tambahan. Akhirnya, lebih banyak tambahan beban daripada uang yang dihasilkan.
Earnings yield
Kita menghitung earning yield dengan membagi laba per saham (EPS) dengan harga saham. ALternatifnya, kita membagi 1 dengan P/E ratio untuk mendapatkannya.
- Earning yield = 1 / (P/E ratio)
- Earning yield = EPS / Harga saham
Sebagaimana persamaan di atas, earning yield berhubungan secara terbalik dengan P/E ratio. Sehingga, untuk membacanya, kita mengkontraskannya dengan ketika kita membaca P/E ratio. Misalnya, earning yield yang tinggi berarti P/E ratio rendah, mengindikasikan:
- Investor ragu terhadap prospek perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Sehingga, mereka enggan bersedia membayar harga lebih tinggi.
- Atau, saham undervalued, sehingga potensial untuk naik di masa depan. Keberhasilan dalam membukukan laba bersih yang lebih tinggi dari yang diekspektasikan oleh pasar bisa mendongkrak harga saham perusahaan.
PEG ratio
P/E growth ratio atau PEG ratio membantu kita untuk mengevaluasi apakah P/E ratio perusahaan overvalued atau undervalued. Untuk menghitungnya, kita membagi membagi P/E ratio masa depan (forward P/E ratio) dengan pertumbuhan EPS, biasanya rata-rata selama lima tahun ke depan.
- PEG ratio = (Forward P/E ratio) / (EPS Growth)
Rasio PEG yang lebih tinggi menunjukkan harga yang relatif lebih mahal. Jika itu lebih dari 1,0,saham perusahaan dianggap overvalued. Sebaliknya, rasio 1,0 atau lebih rendah mengindikasikan harga wajar atau undervalued.
Price-to-book ratio
Price-to-book ratio (P/B ratio) mengaitkan harga saham perusahaan dengan nilai bukunya (ekuitas pemegang saham). Kita menghitungnya dengan membagi harga dengan nilai buku per saham. Alternatifnya, kita membagi kapitalisasi pasar dengan nilai buku.
- P/B ratio = Price per share / Book value per share
- P/B ratio = Market capitalization / Book value
Ketika P/B ratio lebih dari satu, pasar memperdagangkan saham perusahaan pada premium, di atas nilai bukunya. Alasannya mungkin adalah:
- Pasar mengapresiasi saham perusahaan karena memiliki aset tidak berwujud yang signifikan. Ekuitas merek yang kuat, paten dan pangsa pasar yang dominan mendukung keunggulan perusahaan diatas pesaing. Mereka memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan lebih banyak uang. Sayangnya, mereka tidak tercermin di nilai buku.
- Perusahaan membukukan ROE yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan pembanding (peers). Dan, perusahaan tersebut mempertahankannya dari waktu ke waktu. Sehingga, pasar suka dan bersedia memperdagangkan saham perusahaan pada premium.
Price-to-sales ratio
Price-to-sales ratio (P/S ratio) mengaitkan harga saham dengan penjualan perusahaan. Dua data yang kita butuhkan untuk menghitungnya. Pertama adalah harga saham. Kedua adalah penjualan per saham. Untuk mendapatkan penjualan per saham, kita membagi pendapatan perusahaan selama 12 bulan terakhir dengan jumlah saham yang beredar. Rasio tersebut memberitahu kita berapa banyak investor membayar saham dibandingkan dengan penjualan yang dihasilkan perusahaan.
- P/S ratio = Share price / Sales per share
Cara membaca P/S ratio mirip dengan P/E ratio.
P/S ratio yang tinggi mencerminkan kesediaan pasar untuk membayar lebih untuk saham perusahaan. Investor mengekspektasikan kenaikan harga di masa depan dikaitkan dengan keberhasilan perusahaan dalam membukukan kinerja pendapatan.
- Atau, pasar terlalu mengapresiasi saham perusahaan. Sehingga, harganya terlalu mahal. Itu kemungkinan tidak bisa naik lebih tinggi di masa depan. Ketika pendapatan yang terealisasi dibawah ekspektasi, itu bisa mengarah pada koreksi harga saham.
Sebaliknya, rasio yang lebih rendah bisa mengindikasikan pesimisme investor. Mereka ragu terhadap prospek prospek penjualan perusahaan di masa depan. Sehingga, mereka hanya membeli saham pada harga yang rendah.
- Atau, itu juga bisa jadi saham perusahaan undervalued. Sehingga, itu bisa menjadi pilihan dan alternatif investasi yang menarik karena potensial untuk naik di masa di mendatang.
Tidak seperti P/E ratio, P/S ratio kurang rentan terhadap manipulasi akuntansi. Selain itu, itu juga lebih stabil karena pendapatan umumnya kurang volatile dibandingkan dengan laba bersih.
Tapi, karena hanya menggunakan pendapatan, P/S ratio tidak mengakomodasi profitabilitas perusahaan. Sehinga, itu tidak mengandung informasi tentang seberapa efisien perusahaan menghasilkan keuntungan.
Price-to-cash-flow ratio
Price-to-cash-flow ratio (P/CF ratio) mengaitkan harga saham dengan berapa banyak uang yang dihasilkan perusahaan dari operasi. Tidak seperti P/E ratio, P/CF ratio menggunakan metrik yang realistis, yakni kas dari operasi (cash from operation atau CFO) sebagai pembagi, bukan laba bersih. Sehingga, itu kurang rentang terhadap manipulasi sebagaimana laba bersih di bawah akuntansi akrual.
Kita menghitung P/CF ratio dengan membagi harga saham dengan CFO per share. Adapun, yang terakhir kita hitung dengan membagi CFO dengan jumlah saham biasa yang beredar.
- P/CF ratio = Price per share / CFO per share
Sebagaimana P/E ratio, P/CF ratio yang lebih tinggi mengindikasikan pasar mengekspektasikan perusahaan akan menghasilkan lebih banyak uang di masa depan. Atau, itu juga bisa mengindikasikan saham sudah terlalu mahal. Kesimpulan sebaliknya berlaku jika P/CF ratio rendah.
Meski CFO tidak mudah dimanipulasi, tapi perhitungannya relatif lebih kompleks. Sehingga, variasi dalam menghitung CFO antar perusahaan bisa mengakibatkan perbandingan P/CF ratio yang tidak konsisten.
Earnings per share
Laba per saham (earnings per share atau EPS) menunjukan berapa banyak laba yang tersedia untuk pemilik (atau investor saham) untuk setiap saham yang dipegang. Kita menghitung itu dengan membagi laba bersih dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa (common shares) yang beredar sepanjang tahun. Kita harus menyesuaikan laba bersih jika perusahaan memiliki saham preferen. Formula EPS dasar adalah sebagai berikut:
- EPS = (Laba bersih – Dividen preferen) / Rata-rata tertimbang jumlah saham biasa yang beredar
Rumus di atas belum mempertimbangkan efek jika surat berharga dilusian dieksekusi. Mengkonversi surat berharga dilusian bisa mempengaruhi jumlah saham beredar. Sehingga, itu juga akan mempengaruhi nilai EPS.
Karena alasan tersebut, kita juga harus menghitung EPS dilusian, menunjukkan berapa banyak laba yang tersedia bagi pemilik ketika semua surat berharga dilusian telah dieksekusi. Berikut ini rumusnya:
- EPS dilusian = (Laba bersih – Dividen preferen) / (Rata-rata tertimbang jumlah saham biasa beredar + Saham biasa baru yang diterbitkan pada saat konversi)
EPS yang lebih tinggi dianggap lebih baik karena lebih banyak laba tersedia bagi pemilik. Kesimpulan sebaliknya berlaku jika itu rendah.
Dividen per saham
Dividen per saham (dividend per share) menunjukkan berapa banyak dividen tersedia untuk setiap saham yang dipegang. Kita menghitungnya dengan membagi dividen tunai – disesuaikan dengan dividen preferen – dengan jumlah saham yang beredar.
- Dividen per saham = (Dividen tunai – Dividen preferen) / Jumlah saham biasa yang beredar
Ketika berinvestasi di saham, dividen adalah sumber lain pendapatan bagi investor selain capital gain. Sehingga, investor biasanya menyukai perusahaan dengan dividen per saham yang meningkat. Itu menunjukkan ekspektasi positif manajemen terhadap labanya di masa depan dan yakin peningkatan laba perusahaan dapat dipertahankan. Sehingga, mereka memutuskan untuk membayar dividen yang lebih tinggi dari tahun ke tahun.
Dividend payout ratio
Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menunjukkan berapa persen laba bersih yang dibagikan sebagai dividen. Kita menghitungnya dengan membagi dividen tunai dengan laba bersih.
- Dividend payout ratio = Dividends / Net income
Rasio yang tinggi memang lebih disukai karena menunjukkan perusahaan membagikan sebagian besar laba bersih sebagai dividen. Dan, di sisi lain, lebih lebih sedikit sisa untuk modal internal (laba ditahan). Sehingga, ada trade-off antara membagikan dividen yang besar dengan memperkuat modal internal.
Misalnya, perusahaan konsisten membagikan dividen yang besar. Investor kemudian mengekspektasikan perusahaan mempertahankan payout ratio yang setara di masa depan. It bisa menyulitkan manajemen untuk meningkatkan modal internal karena sulit untuk memangkas dividen tanpa mengecewakan pemegang saham. Dan, kekurangan modal internal bisa melemahkan pertumbuhan bisnis di masa depan.
Dividend yield
Dividend yield mengaitkan harga saham dengan dividen yang dibagikan. Kita menghitungnya dengan membagi dividen tahunan per saham perusahaan dibagi dengan harga saham per sahamnya.
- Dividend yield = Dividen per saham / Harga saham
Tidak semua perusahaan membayar dividen rutin. Mereka yang melakukan biasanya memiliki laba bersih yang stabil. Mereka mungkin beroperasi di sektor-sektor defensif seperti utilitas. Atau, mereka merupakan perusahaan yang matang dengan sedikit peluang pertumbuhan.
Perusahaan semacam itu biasanya ditopang tidak hanya bisnis yang relatif stabil. Tapi, mereka juga biasanya memiliki arus kas yang kuat. Sehingga, membeli saham dari perusahaan dengan dividend yield yang stabil adalah salah satu pilihan yang bijak.
Retention rate
Retention rate menunjukkan porsi laba bersih yang ditahan perusahaan sebagai modal internal. Menghitungnya mudah, kita hanya membagi laba ditahan dengan laba bersih.
- Retention rate = Retained earnings / Net income = (Laba bersih – Dividen) / Laba bersih = 1 − Dividend payout ratio
Rasio yang lebih tinggi mengindikasikan lebih banyak laba ditahan sebagai modal internal. Dan, lebih sedikit dibagikan sebagai dividen. Perusahaan bisa menggunakannya untuk menumbuhkan bisnis. Tapi, jika itu tidak menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi di masa depan, pasar memandang negatif itu.
Sustainable growth rate
Sustainable growth rate menunjukan seberapa tinggi pertumbuhan dividen bisa dipertahankan oleh perusahaan dari waktu ke waktu. Ketika menghitungnya, kita mengasumsikan tingkat pengembalian ekuitas tertentu, struktur modal yang konstan dan tanpa penerbitan saham biasa tambahan.
- Sustainable growth rate = Retention rate × ROE
Metrik ini biasanya digunakan untuk mewakili tingkat pertumbuhan maksimum perusahaan dalam jangka panjang dengan mengandalkan modal internal. Itu mengasumsikan tidak suntikan modal baru, baik ekuitas maupun utang.
Bacaan selanjutnya
- Jenis Rasio Keuangan: Analisis dan Interpretasinya
- Rasio Aktivitas: Jenis, Rumus dan Interpretasi
- Rasio Likuiditas: Contoh, Formula, Cara Menghitung
- Rasio Solvabilitas: Formula, Contoh dan Perhitungannya
- Rasio Profitabilitas: Formula, Jenis dan Contoh
- Rasio Valuasi: Formula Dan Interpretasinya
- Gearing: Cara Mengukur, Keuntungan dan Kelemahan
- Rasio Keuangan Untuk Analisis Peringkat Kredit
- Rasio Arus Kas: Contoh, Formula dan Interpretasinya
- Analisis DuPont: Formula, Perhitungan, Dekomposisi, Pro, Kontra