Contents
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi menggunakan modifikasi anggaran pemerintah, baik dari pengeluaran maupun pendapatan. Dua alat kebijakan fiskal yang umum adalah pajak dan pengeluaran pemerintah.
Perbedaan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
Berbeda dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dilakukan oleh bank sentral atau otoritas moneter yang berwenang. Bank sentral dapat menggunakan sejumlah instrumen keuangan untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan aktivitas perekonomian. Diantara instrumennya adalah suku bunga kebijakan, rasio cadangan wajib dan operasi pasar terbuka.
Sementara itu, kebijakan fiskal dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah dapat merubah jumlah pengeluaran atau pajak untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Sejarah singkat kemunculan kebijakan fiskal
Sebelum Depresi Hebat di Amerika serikat, sebagian besar pemerintah di seluruh dunia mengikuti kebijakan Laissez-faire, yakni membiarkan perekonomian bergerak menuju ekuilibriumnya sendiri. Ini adalah pendekatan ekonomi klasik seperti Adam Smith dan Alfred Marshall.
Ekonom klasik percaya bahwa ada kekuatan tangan pasar yang tak terlihat. Kekuatan tersebut akan mendorong perekonomian menuju ekuilibriumnya sendiri. Dengan demikian, mereka percaya bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam perekonomian. Alasannya, campur tangan akan cenderung membuat pasar tidak efisien dan mendisrupsi pasar untuk pulih menuju keseimbangannya.
Namun, pandangan ekonom klasik tersebut terbantahkan paskan kejatuhan pasar pasar saham 1929 yang menyebabkan Depresi Hebat di Amerika Serikat. Apa yang dianjurkan ekonom Klasik (membiarkan krisis dan pemerintah tidak perlu campur tangan) tidak memberikan solusi apapun dan kejatuhan aktivitas perekonomian dan tingginya pengangguran tetap ada.
Ekonom Inggris John Maynard Keynes kemudian muncul melalui publikasinya berjudul “The General Theory of Employment, Interest, and Money” pada tahun Pada tahun 1936. Gagasan dasar Keynes sederhana: untuk membuat orang tetap bekerja penuh, pemerintah harus mengalami defisit ketika ekonomi melambat, karena sektor swasta tidak akan cukup berinvestasi untuk menjaga produksi pada tingkat normal dan membawa perekonomian keluar dari resesi. Keynes menyerukan kepada pemerintah selama masa krisis ekonomi untuk mengambil kelonggaran dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah atau memotong pajak.
Tujuan
Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi. Kebijakan fiskal melibatkan penggunaan pengeluaran pemerintah dan kebijakan pajak.
Pemerintah mengarahkan kebijakan fiskal untuk merangsang ekonomi yang lemah (dikenal sebagai kebijakan fiskal ekspansif) dengan meningkatkan pengeluarannya atau memotong pajak.
Di sisi lain, kebijakan fiskal juga bertujuan untuk memperlambat ekonomi yang terlalu panas dengan menurunkan pengeluarannya atau meningkatkan pajak, sehingga melemahkan permintaan agregat dan menghindari hiperinflasi.
Secara khusus, kebijakan fiskal mempengaruhi:
- Tingkat permintaan agregat, yang perubahannya memengaruhi aktivitas ekonomi secara keseluruhan
- Distribusi kekayaan
- Alokasi sumber daya antara berbagai sub-sektor dan agen ekonomi
Instrumen kebijakan fiskal
Para pendukung kebijakan fiskal percaya bahwa pemerintah dapat mempengaruhi inflasi dan lapangan kerja melalui manipulasi dua instrumen fiskal penting, yakni:
- Pengeluaran pemerintah
- Tarif pajak
Ketika pemerintah meningkatkan pengeluaran atau memotong tarif pajak, kebijakan ini dinamakan dengan kebijakan fiskal ekspansif. Tujuannya adalah merangsang aktivitas ekonomi.
Sebaliknya, ketika pengeluaran dikurangi dan pajak dinaikkan, pemerintah menjalankan kebijakan fiskal kontraktif. Tujuannya adalah untuk memoderasi laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sehingga tidak terlalu panas.
Pengeluaran pemerintah
Pengeluaran pemerintah mengambil bentuk-bentuk berikut:
- Pembayaran transfer, yakni pembayaran kesejahteraan yang mencakup tunjangan pengangguran, tunjangan pencarian kerja, dan dukungan pendapatan untuk keluarga miskin.
- Pengeluaran lancar mengacu pada pengeluaran untuk barang dan jasa yang disediakan secara berkala, misalnya kesehatan, pendidikan, dan pertahanan. Jenis pengeluaran ini memiliki dampak signifikan pada kualitas modal manusia dan produktivitas tenaga kerja.
- Belanja modal mengacu pada belanja infrastruktur. Jenis pengeluaran ini berkontribusi pada persediaan modal ekonomi dan menambah kapasitas produktif perekonomian.
Selama kontraksi ekonomi, pemerintah dapat merangsang pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pengeluaran pemerintah. Pemerintah misalnya dapat meningkatkan pengeluaran untuk pos-pos seperti belanja sosial, belanja infrastruktur dan lain sebagainya.
Selama kontraksi, produsen dan konsumen biasanya kehilangan kepercayaan pada pasar. Dengan demikian, konsumen mengurangi konsumsi dan produsen memangkas produksi. Akibatnya, ekonomi mandek.
Dengan meningkatkan pengeluaran infrastruktur misalnya, pemerintah mendorong permintaan terhadap barang dan jasa dalam perekonomian. Pengeluaran semacam itu juga menciptakan lapangan kerja. Sebagai hasilnya, permintaan agregat dalam perekonomian meningkat dan mendorong perekonomian untuk memasuki fase pemulihan dan ekspansi.
Sebaliknya, ketika inflasi terlalu tinggi dan menjadi tidak berkelanjutan karena permintaan berlebih, pemerintah akan mengadopsi kebijakan fiskal kontraktif dengan menurunkan pengeluaran. Penurunan ini mendorong permintaan agregat turun sehingga memperbaiki situasi permintaan berlebih.
Tarif pajak
Pajak dapat mengambil dua bentuk umum, yakni:
- Pajak langsung, yang mana dikenakan pada pendapatan atau kekayaan. Ini termasuk pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak tanah, pajak perusahaan, pajak perolehan modal, dan lain sebagainya.
- Pajak tidak langsung, dikenakan pada barang dan jasa. Ini termasuk pajak penjualan, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak cukai.
Perubahan tarif pajak mempengaruhi pendapatan disposabel, yakni total pendapatan dikurangi pajak yang dibayarkan kepada pemerintah. Pendapatan ini merepresentasikan total pendapatan yang rumah tangga siap pakai untuk konsumsi atau ditabung.
Ketika tarif pajak dinaikkan untuk memoderasi inflasi, pendapatan disposabel rumah tangga turun. Jumlah uang yang mereka habiskan untuk konsumsi barang dan jasa juga rendah. Akibatnya, permintaan agregat dalam perekonomian melambat dan membantu memoderasi aktivitas ekonomi dan laju inflasi.
Sebaliknya, ketika perekonomian sedang lesu, pemerintah dapat menurunkan tarif pajak. Tarif pajak yang lebih rendah merangsang konsumsi barang dan jasa karena rumah tangga memiliki lebih banyak uang. Bisnis juga akan terdorong untuk meningkatkan produksi sebagai tanggapan peningkatan konsumsi rumah tangga. hasilnya, aktivitas ekonomi mulai meningkat.
Pajak atau pengeluaran pemerintah?
Para pendukung ekonomi sisi penawaran lebih suka pemotongan pajak. Mereka mengatakan pemotongan membebaskan bisnis untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja untuk mengejar usaha bisnis.
Sebaliknya, ekonom sisi permintaan mengatakan belanja tambahan lebih efektif daripada pemotongan pajak. Contohnya termasuk proyek pekerjaan umum, tunjangan pengangguran, dan kupon makanan. Uang masuk ke kantong konsumen, yang langsung dapat digunakan untuk membeli barang-barang bisnis.
Selain itu, meskipun pemerintah dapat memilih untuk menggunakan salah satu dari dua instrumen fiskal tersebut, namun, seringkali, menaikkan pajak cenderung membuat pemerintah sangat tidak populer. Oleh karena itu, sebagian besar pemerintah, ketika dihadapkan dengan inflasi dan permintaan berlebih di pasar, cenderung menurunkan pengeluaran pemerintah daripada menaikkan pajak.
Jenis kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal ada dalam dua bentuk berdasarkan tujuannya:
- Kebijakan ekspansi
- Kebijakan kontraktif
Keduanya menggunakan pajak dan instrumen pengeluaran pemerintah. Pajak (seperti pajak individu atau perusahaan) memiliki efek tidak langsung pada permintaan agregat. Sedangkan pengeluaran pemerintah secara langsung mempengaruhi permintaan agregat dan produk domestik bruto (PDB).
Kebijakan ekspansif
Kebijakan ekspansi bertujuan untuk merangsang ekonomi yang lemah dan menghindari resesi. Itu bisa dilakukan dengan:
- Memotong pajak konsumen atau bisnis
- Meningkatkan pengeluaran pemerintah
Menurunkan pajak membuat rumah tangga dan bisnis memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan untuk barang dan jasa. Ketika permintaan barang dan jasa meningkat, bisnis sangat ingin meningkatkan produksi mereka. Penguatan permintaan mendorong perusahaan untuk merekrut lebih banyak pekerja dan meningkatkan pengeluaran modal.
Peningkatan pengeluaran publik untuk barang dan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, secara langsung meningkatkan permintaan agregat. Ini juga dapat memiliki dampak tidak langsung. Pekerja yang terlibat dalam proyek melihat pendapatan mereka meningkat. Demikian juga, perusahaan yang disewa untuk proyek-proyek tersebut juga melihat peningkatan pendapatan. Pendapatan yang lebih tinggi kemudian meningkatkan permintaan agregat lebih lanjut.
Kebijakan kontraktif
Kebijakan kontraksioner memiliki efek sebaliknya dari kebijakan ekspansi. Tujuannya adalah untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi yang terlalu panas, sehingga menghindari hiperinflasi. Hiperinflasi berbahaya bagi perekonomian karena mengikis daya beli uang. Jika tidak diselesaikan, hal itu dapat menyebabkan krisis pada mata uang domestik.
Kebijakan kontraksioner dapat mengambil satu atau lebih langkah berikut:
- Tingkatkan pajak penghasilan pribadi untuk mengurangi pendapatan yang dapat dihabiskan rumah tangga untuk barang dan jasa.
- Meningkatkan pajak tidak langsung untuk mengurangi pendapatan riil.
- Naikkan pajak perusahaan, dengan demikian mengurangi laba.
- Naikkan pajak atas tabungan untuk menurunkan pendapatan yang bisa dibuang.
- Mengurangi pengeluaran pemerintah, seperti belanja barang dan infrastruktur.
Membandingkan Pandangan Keynesian dan Monetaris
Keynesian dan Monetaris berbeda dalam pandangan tentang efektivitas kebijakan fiskal. Keynesian percaya bahwa kebijakan fiskal memiliki dampak besar pada permintaan agregat, output, dan penciptaan lapangan kerja.
Sementara itu, para Monetaris percaya bahwa perubahan fiskal hanya memiliki dampak sementara pada perekonomian. Mereka percaya bahwa kebijakan moneter lebih efektif dalam mengendalikan inflasi dan mempengaruhi perekonomian daripada kebijakan fiskal. Lebih jauh, monetaris tidak menganjurkan penggunaan kebijakan fiskal dalam mengelola siklus bisnis .
Pro kontra
Efektivitas kebijakan fiskal akan bervariasi dari waktu ke waktu dan antar negara tergantung pada kondisi ekonomi yang mendasarinya. Selama resesi, pengangguran meningkat karena penurunan output agregat. Kebijakan fiskal melalui pemotongan pajak pendapatan belum tentu meningkatkan pengeluaran konsumen. Alasannya Konsumen lebih suka menabung lebih banyak untuk mengantisipasi penurunan ekonomi lebih lanjut daripada membelanjakan barang dan jasa.
Pajak tidak langsung sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku belanja dan dalam menghasilkan pendapatan dengan sedikit biaya untuk pemerintah. Pemerintah dapat dengan cepat menaikkan pajak tidak langsung untuk tujuan sosial, seperti mengurangi konsumsi alkohol atau rokok.
Namun, perubahan dalam pajak langsung dan pengeluaran pemerintah seringkali membutuhkan waktu untuk dieksekusi. Pemerintah perlu mendeteksi masalah ekonomi, merumuskan kebijakan yang tepat, mengubah struktur penerimaan pajak dan anggaran belanja, dan memperoleh persetujuan parlemen sebelum mengimplementasikan rencana tersebut. Semua itu membutuhkan waktu, dan ketika diterapkan, seringkali, kondisi ekonomi telah berubah dari apa yang telah dirumuskan. Jeda waktu respons kebijakan terhadap masalah ekonomi dikenal sebagai jeda kebijakan (policy lag).