Paritas Daya Beli: Formula, Perhitungan, Pro, Kontra

Apa itu: Paritas daya beli (purchasing power parity atau PPP) adalah konsep ekonomi untuk menyetarakan harga sekumpulan barang yang identik di berbagai lokasi berbeda. Singkat cerita, barang-barang tersebut seharusnya memiliki harga yang setara di berbagai negara.

Konsep tersebut bekerja berdasarkan hukum satu harga. Perbedaan harga di dua negara berbeda seharusnya merefleksikan nilai tukar nominal antara keduanya. Jadi, ketika anda menyesuaikannya dengan nilai tukar, harga di kedua negara akan setara.

Hukum tersebut mengasumsikan tidak ada biaya transportasi, biaya transaksi atau hambatan perdagangan. Dan, asumsi tersebut tentu saja tidak realistis dalam praktek. Sebagai hasilnya, nilai tukar PPP bisa berbeda dari nilai tukar pasar karena faktor-faktor tersebut.

Mengapa paritas daya beli penting

Paritas daya beli banyak digunakan untuk mengkonversi beberapa indikator ekonomi seperti produk domestik bruto (PDB). Dengan mengkonversinya, data tersebut lebih dapat diperbandingkan antar negara karena menghilangkan efek perbedaan nilai tukar.

Paritas daya beli ditentukan dengan membandingkan harga untuk membeli satu bundel barang dan jasa di masing-masing negara. Informasi ini kemudian digunakan untuk mengkonversi PDB setiap negara ke unit moneter umum seperti dolar AS. Konversi membuat perbandingan PDB lebih relevan.

Selanjutnya, PPP juga berguna untuk menangkap perbedaan biaya hidup di masing-masing negara. Bank Dunia, misalnya, menggunakan rasio tingkat harga faktor konversi PPP untuk menyesuaikan angka PDB di masing-masing negara. Itu mengukur perbedaan tingkat harga umum untuk semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara. 

Untuk Indonesia, rasionya adalah 0.34 di tahun 2019. Itu berarti, untuk barang dan jasa senilai USD1 yang dibeli di Amerika Serikat, itu berharga USD0,34 di Indonesia. Itu menunjukkan, untuk mengkonsumsi barang yang sama, harga lebih murah di Indonesia.

Berikut adalah data rasio tingkat harga faktor konversi PPP untuk tahun 2019 (data dalam format bahasa Inggris, dan diakses pada 10 Oktober 2020).

Bagaimana paritas daya beli dihitung

Seperti saya sebutkan sebelumnya, paritas daya beli bekerja di bawah hukum satu harga. Sehingga, untuk sebuah bundle barang, harga di negara mitra harus sama dengan harga di domestik setelah disesuaikan dengan nilai tukar. Secara matematis, kita dapat menghitungnya dengan rumus berikut:

Pd = Sd/f x Pf

Di mana:

• Pd = harga di domestik
• Pf = harga di luar negeri
• Sd/f = nilai tukar PPP, mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri

Ambil contoh sebuah bundle produk di Indonesia dan Amerika Serikat. Ketika kita sesuaikan dengan nilai tukar PPP, harga di keduanya seharusnya setara.

Asumsikan anda adalah orang Indonesia. Misalnya, harga di Indonesia adalah sebesar 1 dolar AS dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah sebesar Rp14.000/USD. Jadi, untuk produk tersebut, harga di Indonesia seharusnya adalah sebesar Rp14.000 (USD1 x Rp14.000/USD).

Jenis paritas daya beli

Dua jenis paritas daya beli:

• Paritas daya beli absolut (absolute purchasing power parity)
• Paritas daya beli relatif (relative purchasing power parity)

Di bawah paritas daya beli absolut, kita menggunakan rasio tingkat harga di kedua negara untuk menghitung nilai tukar PPP. Sementara itu, paritas daya beli relatif menggunakan rasio perubahan tingkat harga di kedua negara. Rumus keduanya adalah sebagai berikut:

Dalam contoh sebelumnya, kita tahu harga di Amerika Serikat dan di Indonesia masing-masing adalah sebesar USD1 dan Rp14.000. Sehingga, di bawah paritas daya beli absolut, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seharusnya adalah sebesar Rp14.000/USD1 = Rp14.000/USD.

Paritas daya beli menurut negara

Berikut adalah data paritas daya beli menurut negara (unit mata uang lokal per USD internasional). Saya mengaksesnya dari laman Bank Dunia per 20 Oktober 2020. (format data dalam bahasa inggris)

Kelebihan dan kekurangan paritas daya beli

Konsep paritas daya beli memiliki beberapa keunggulan.

Pertama, itu membuat perbandingan data-data ekonomi antar negara lebih relevan. Data PDB dan PDB per kapita adalah dua contohnya. Sehingga, anda dapat menggunakannya untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang standar hidup suatu negara.

Kedua, nilai tukar PPP membantu untuk menentukan tren nilai tukar dalam jangka panjang. Nilai tukar pasar cenderung bergerak ke arah nilai tukar PPP.

Ketiga, nilai tukar PPP lebih comparable, terutama ketika pemerintah sebuah negara memanipulasi nilai tukarnya atau ketika serangan spekulatif atau carry trade terjadi. Keduanya membuat nilai tukar pasar menyimpang dari fundamental atau ekuilibrium jangka panjangnya.

Sementara itu, beberapa kritik terhadap PPP adalah. 

Pertama, PPP tidak mempertimbangkan perbedaan kualitas barang antar negara. Produk yang sama, misalnya, dapat memiliki tingkat kualitas yang berbeda di negara yang berbeda. Sehingga, kita sulit untuk menentukan keranjang barang dan jasa yang identik.

Masalah lain adalah selera dan preferensi konsumen antar negara cenderung bervariasi. Seringkali, produsen menggunakan pendekatan diferensiasi daripada standardisasi produk. Mereka menyesuaikan penawarannya dengan selera lokal di masing-masing negara. Sehingga, untuk produk yang sama, atribut dan kualitasnya kemungkinan berbeda. Dan, paritas daya beli tidak menangkap perbedaan semacam itu.

Kedua, asumsi hukum satu harga adalah tidak realistis. Biaya transportasi dan hambatan perdagangan seringkali ada dalam perdagangan internasional. Kedua faktor berkontribusi terhadap biaya untuk memindahkan barang antar pasar yang berlokasi di berbagai negara.

Ketiga, pengukuran PPP tidak akurat. Jumlah barang yang mengalir di dalam perekonomian adalah sangat banyak. Selain itu, beberapa item hanya tersedia di negara tertentu dan tidak di negara lain. Data survei juga tersedia pada interval yang jarang.