Perdagangan luar negeri (foreign trade) melibatkan ekspor dan impor. Kedua indikator tersebut merupakan bagian dari produk domestik bruto (PDB) dan neraca pembayaran. Perdagangan luar negeri tidak hanya melibatkan pertukaran barang tetapi juga mata uang. Dengan demikian, aktivitas perdagangan luar negeri juga mempengaruhi nilai tukar mata uang suatu negara.
Lebih dalam tentang “Perdagangan Luar Negeri”
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perdagangan luar negeri. Ini termasuk daya saing produk (harga dan kualitas), nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi global.
- Daya saing. Permintaan asing akan besar ketika produk dalam negeri memiliki daya saing. Daya saing dapat berupa harga yang murah ataupun kualitas yang handal. Yang terakhir biasanya merujuk pada barang-barang yang berteknologi tnggi.
- Nilai tukar. Depresiasi mata uang membuat produk domestik lebih murah bagi orang asing. Sebaliknya, apresiasi membuat domestik lebih mahal bagi pembeli asing.
- Pertumbuhan ekonomi global. Permintaan barang-barang domestik oleh konsumen luar negeri akan tinggi ketika perekonomian mereka tumbuh kuat. Sebaliknya, penurunan pertumbuhan ekonomi global mengakibatkan penurunan permintaan barang dan jasa domestik.
Apa yang terjadi ketika ada ketidakseimbangan ekspor dan impor?
Ketika impor melebihi ekspor, suatu negara mengalami defisit perdagangan. Ini berarti bahwa permintaan domestik atas barang dan jasa luar negeri lebih banyak daripada yang diminta oleh orang asing. Kondisi ini mungkin karena hasil dari tabungan domestik yang tidak memadai untuk membiayai investasi domestik. Selain itu, defisit fiskal pemerintah juga bertanggung jawab atas defisit tersebut.
Di pasar valuta asing, defisit menunjukkan permintaan yang lebih rendah atas mata uang domestik. Tapi, ekonomi domestik membutuhkan lebih banyak mata uang asing untuk membiayai defisit. Dengan demikian, defisit perdagangan menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi. Depresiasi akan berlanjut sampai barang dan jasa domestik cukup murah untuk orang asing, membuat mereka membeli lebih banyak.
Ketika ekspor lebih tinggi dari impor, negara itu mengalami surplus perdagangan. Dalam situasi ini, negara menjadi pemberi pinjaman ke seluruh dunia. Surplus perdagangan mencerminkan permintaan yang lebih besar untuk mata uang domestik. Ini menyebabkan mata uang domestik terapresiasi.
Apresiasi mata uang membuat harga barang domestic menjadi lebih mahal. Apresiasi akan berlanjut sampai barang-barang domestik cukup mahal bagi orang asing, sehingga membuat mereka enggan untuk membeli.