Contents
Apa itu: Sekolah Pemikiran Monetaris (monetarists school of thought) adalah salah satu aliran pemikiran mainstream makroekonomi yang percaya bahwa pasokan uang adalah penentu utama pertumbuhan ekonomi. Mereka yang memiliki pandangan tersebut kita sebut sebagai monetaris atau ekonom moneter.
Monetaris percaya kebijakan moneter lebih efektif untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi. Uang memiliki peran besar dalam perekonomian modern. Tidak hanya sebagai alat pembayar, uang juga telah menjadi komoditas untuk ditransaksikan. Permintaan dan penawaran uang menentukan suku bunga dalam perekonomian.
Pada akhirnya, suku bunga mempengaruhi keputusan-keputusan seperti konsumsi dan investasi. Beberapa pembelian rumah tangga mengandalkan pinjaman bank, begitu juga dengan investasi oleh bisnis.
Kebijakan moneter mempengaruhi jumlah uang yang beredar di dalam perekonomian. Selama periode pertumbuhan yang lemah, pembuat kebijakan seharusnya meningkatkan jumlah uang beredar. Dan, selama ledakan ekonomi (economic boom), pembuat kebijakan mengurangi jumlah uang yang beredar, sehingga memperlambat laju inflasi.
Perekonomian modern tidak bisa berjalan tanpa uang. Uang mewakili sisi moneter (keuangan) dari perekonomian, melengkapi sisi nonfinansial (barang dan jasa). Tanpanya anda tidak dapat membeli barang dan jasa atau menabung untuk pensiun.
Gagasan mendasar sekolah pemikiran monetaris
Monetarisme berakar dalam pemikiran Milton Friedman (bapak pendiri monetarisme). Dia dan Anna Schwartz menulis buku terkenal “A Monetary History of The United States, 1867 – 1960” dan berpendapat bahwa inflasi adalah fenomena moneter.
Karena fenomena moneter, kunci untuk mempengaruhi inflasi adalah jumlah uang dalam perekonomian. Kebijakan untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar kita sebut sebagai kebijakan moneter.
Friedman menyarankan bank sentral untuk menjaga pertumbuhan jumlah uang beredar pada tingkat yang konsisten dengan pertumbuhan produktivitas dan permintaan barang. Jika tidak, itu dapat menghasilkan konsekuensi negatif seperti hiperinflasi.
Perbedaan Monetaris dan Keynesian
Perbedaan utama antara Monetaris dan Keynesian terletak pada apa yang menggerakkan perekonomian. Keduanya kemudian memformulasikan beberapa solusi tentang bagaimana pembuat kebijakan seharusnya mempengaruhi aktivitas ekonomi.
Monetarisme melahirkan kebijakan moneter. Sedangkan, Keynesian melahirkan kebijakan fiskal. Keduanya adalah kebijakan mainstream dalam perekonomian modern saat ini.
Di bawah kebijakan moneter, bank sentral atau otoritas moneter mengambil peran. Mereka mempengaruhi perekonomian melalui sejumlah instrumen seperti suku bunga kebijakan, operasi pasar terbuka, dan cadangan wajib (reserve requirements).
Di bawah kebijakan fiskal, pemerintah memainkan peran melalui anggarannya. Mereka dapat mengubah pengeluaran atau pajak untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Kritik Monetaris terhadap Keynesian
Friedman mengkritik solusi Keynes tentang cara mempengaruhi perekonomian. Tiga kritikan utamanya adalah:
Pertama, Keynesian mengesampingkan peran uang.
Mereka tidak menjelaskan bagaimana uang mempengaruhi keputusan oleh aktor ekonomi. Tentu saja, keputusan tersebut pada akhirnya mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Friedman memandang uang adalah sisi penting lainnya dari perekonomian modern. Rumah tangga memperhitungkan uang yang mereka miliki sebelum mengambil keputusan untuk membeli barang dan jasa. Begitu juga, bisnis melihat uang dan harganya (suku bunga) ketika memutuskan investasi.
Kedua, Keynesian gagal menjelaskan dampak utang pemerintah terhadap tingkat bunga dan aktivitas ekonomi.
Dalam argumen Keynesian, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, pemerintah meningkatkan belanjanya atau menurunkan pajak. Itu seringkali mengarah pada defisit anggaran yang lebih tinggi.
Pemerintah menutupi anggaran defisit melalui utang. Menaikkan pajak di masa depan untuk menutupi defisit adalah kurang populer secara politis. Oleh karena itu, opsi yang lebih mudah adalah dengan utang.
Nah, disinilah poinnya. Keynesian tidak menjelaskan bagaimana utang mempengaruhi perekonomian.
Peningkatan utang oleh pemerintah mendorong naik suku bunga di perekonomian domestik. Naiknya suku bunga mempengaruhi biaya modal dan keputusan investasi sektor swasta (melalui efek crowding-out).
Ketiga, kebijakan fiskal melibatkan jeda. Itu tidak efektif untuk segera memberi dampak ke perekonomian.
Penganggaran (pajak dan pengeluaran) memakan waktu lebih panjang dan lebih kompleks karena melibatkan proses politik. Jadi, ketika diimplementasikan, perekonomian kemungkinan telah berubah arah.
Gagasan sekolah pemikiran monetaris
Landasan utama monetaris adalah Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory of Money). Teori ini mencoba menghubungkan antara jumlah uang yang beredar dalam perekonomian dengan PDB nominal.
Mereka juga memandang bahwa intervensi pemerintah seharusnya minimal. Intervensi seringkali menghasilkan konsekuensi yang tidak lebih baik. Oleh karena itu, pasar seharusnya dibiarkan untuk bekerja dengan sendirinya.
Terkait dengan konsep jangka panjang dan jangka pendek Keynesian, monetaris percaya bahwa perekonomian secara inherent stabil. Mereka memandang kurva penawaran agregat lebih vertikal, menunjukkan perekonomian selalu dekat atau dengan cepat mendekati kesempatan kerja penuh. Oleh karena itu, kebijakan stabilisasi fiskal tidak begitu penting untuk mengarahkan perekonomian menuju ekuilibrium makroekonomi jangka panjang.
Teori kuantitas uang
Monetaris memandang jumlah uang beredar dan sirkulasinya adalah fungsi dari tingkat harga dan output riil perekonomian. Mereka kemudian merumuskan formula teori kuantitas uang sebagai berikut:
M × V = P × Y
di mana:
- M = Jumlah uang yang beredar
- V = Velositas uang
- P = Tingkat harga
- Y = Output riil (PDB riil)
Velositas uang menunjukkan ke anda berapa kali uang yang sama berpindah tangan selama satu tahun. Sementara itu, perkalian antara tingkat harga dengan output riil merepresentasikan PDB nominal.
Untuk menjelaskan formula tersebut, saya akan coba mengambil contoh sederhana. Asumsikan output perekonomian berasal dari satu produsen. Katakanlah produsen memproduksi 100 unit dan menjualnya pada harga Rp200. Jadi, dengan kata lain, PDB nominal adalah sebesar Rp10.000 (100 unit x Rp200).
Katakanlah, bank sentral menyuplai uang dalam perekonomian sebanyak Rp500. Maka, uang beredar tersebut akan berpindah tangan sebanyak 20 kali (Rp10.000/Rp500) untuk membeli barang yang sama.
Selanjutnya, bank sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar menjadi Rp1.000. Asumsikan velositas uang tetap (20 kali) dan output riil stagnan (100 unit). Maka, itu akan mendorong kenaikan harga dari Rp200 menjadi 2.000 (20 xRp1.000/100).
Teori kuantitas uang jangka pendek
Monetaris mengasumsikan velositas uang dalam jangka pendek adalah konstan. Oleh karena itu, dari persamaan di atas, kita tahu bahwa peningkatan jumlah uang beredar adalah penentu utama PDB nominal. Karena alasan inilah, monetaris memandang bahwa kunci untuk menstabilkan perekonomian adalah dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar.
Meningkatnya jumlah uang beredar akan menghasilkan dua kemungkinan konsekuensi: naiknya tingkat harga (inflasi), naiknya output riil, atau kombinasi keduanya. Jika perekonomian dapat meningkatkan output riil, maka efek peningkatan uang beredar terhadap inflasi relatif minimal.
Sebaliknya, jika output riil stagnan, maka meningkatnya jumlah uang beredar hanya akan menghasilkan inflasi tinggi. Tapi, jika bank sentral menurunkan jumlah uang beredar, itu hanyanakan menghasilkan penurunan tingkat harga (deflasi). Inilah alasan mengapa selama stagflasi, stimulus perekonomian melalui kebijakan moneter ekspansif bukanlah pilihan yang tepat.
Teori kuantitas uang jangka panjang
Output riil jangka panjang adalah tetap, sebagaimana tercermin dari garis vertikal kurva penawaran agregat jangka panjang. Velositas juga konstan.
Oleh karena itu, peningkatan jumlah uang yang beredar (M) hanya akan menghasilkan naiknya tingkat harga. Itu menjelaskan mengapa Friedman memandang bahwa inflasi selalu ada karena itu merupakan fenomena moneter. Dalam jangka panjang, perubahan jumlah uang beredar hanya akan menyebabkan inflasi.
Kebijakan moneter
Monetaris memandang perubahan jumlah uang beredar adalah kunci untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi. Untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar harus berubah pada tingkat pertumbuhan yang sesuai.
Bank sentral harus mempertimbangkan output riil dalam perekonomian dalam menetapkan tingkat pertumbuhan uang beredar. Misalnya, jika output riil stagnan, kenaikannya hanya akan melonjakkan inflasi. Sebaliknya, jika bank sentral menurunkan jumlah uang yang beredar, itu akan mengarah pada deflasi. Jadi, bank sentral harus mengubah jumlah uang yang beredar pada tingkat yang konsisten dengan perkembangan output riil.
Dua jenis kebijakan moneter adalah:
- Kebijakan moneter ekspansif (expansionary monetary policy) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan merangsang tingkat inflasi. Dalam hal ini, bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar. Istilah lain kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan moneter longgar (loose monetary policy atau easy monetary policy).
- Kebijakan moneter kontraktif (contractionary monetary policy) untuk memperlambat laju pertumbuhan ekonomi agar tidak terlalu panas, sehingga menghindari hiperinflasi. Dalam hal ini, bank sentral mengurangi jumlah uang yang beredar. Anda mungkin mengenalnya dengan istilah kebijakan moneter ketat (tight monetary policy) atau kebijakan kebijakan moneter restriktif (restrictive monetary policy).
Bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi perekonomian
Seperti telah saya sebutkan, di bawah kebijakan moneter, bank sentral mempengaruhi jumlah uang beredar. Itu dapat melalui tiga alat kebijakan moneter. Ketiganya mempengaruhi aktivitas ekonomi melalui sejumlah jalur transmisi kebijakan moneter seperti suku bunga pasar keuangan, nilai tukar, kekayaan, ekuitas, pinjaman bank, dan neraca pembayaran.
Pertama adalah suku bunga kebijakan (policy rate). Ini adalah suku bunga resmi untuk mempengaruhi suku bunga jangka pendek dan panjang di pasar keuangan.
Definisi spesifiknya beragam antar sejumlah negara. Salah satunya, itu adalah suku bunga bank sentral untuk pinjaman semalam ke bank jika cadangan mereka turun di bawah tingkat yang dipersyaratkan.
Kenaikan suku bunga acuan menurunkan jumlah uang beredar. Sebaliknya, jika turun, itu meningkatkan jumlah uang yang beredar.
Kedua adalah rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Ini adalah porsi simpanan yang harus dipertahankan bank dan tidak boleh dipinjamkan atau diinvestasikan. Misalnya, rasio 10% berarti bank harus menyisihkan Rp10 dari Rp100 simpanan sebagai cadangan. Sisanya, mereka dapat meminjamkannya.
Jadi, ketika rasio turun, bank memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan, meningkatkan jumlah uang beredar di dalam perekonomian. Efek sebaliknya berlaku ketika bank sentral menaikkan rasio.
Ketiga adalah operasi terbuka (open market operation). Dalam kasus ini, bank sentral menjual dan membeli surat berharga pemerintah. Jika dilakukan secara masif, kita menyebutnya sebagai pelonggaran kuantitatif (quantitative easing).
Ketika membeli surat berharga dari bank, uang beralih dari bank sentral ke bank. Mereka dapat menggunakannya untuk membuat pinjaman. Itu pada akhirnya meningkatkan jumlah uang beredar.
Sebaliknya, jika bank sentral menjual surat berharga, uang beralih dari bank ke kantong bank sentral. Jumlah uang beredar berkurang dan bank memiliki lebih sedikit uang tunai untuk dipinjamkan.
Kebijakan moneter ekspansif
Ketika ekonomi mengalami kontraksi, bank sentral merangsang pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan jumlah uang beredar. Katakanlah, bank sentral memilih untuk memangkas suku bunga kebijakan.
Penurunan suku bunga kebijakan mendorong turun suku bunga pinjaman bank. Itu merangsang rumah tangga untuk mengajukan pinjaman baru untuk membeli barang tahan lama seperti rumah dan mobil.
Suku bunga yang lebih rendah juga menurunkan biaya modal. Itu merangsang bisnis untuk berinvestasi pada aset modal. Biasanya, mereka akan membeli lebih banyak peralatan ringan yang berkontribusi terhadap efisiensi operasional.
Kenaikan konsumsi dan investasi mendorong naik permintaan agregat di dalam perekonomian. Itu merangsang produsen untuk meningkatkan produksi. Pada awalnya, mereka akan meningkatkan jam lembur alih-alih menambah tenaga kerja baru.
Jadi, pada awal pemulihan ekonomi, tingkat pengangguran masih relatif tinggi. Tapi, prospek pendapatan membaik seiring peningkatan jam lembur.
Jika permintaan semakin menguat, bisnis akan meningkatkan kembali produksi mereka. Mereka juga mulai merekrut lebih banyak pekerja dan memesan barang modal berat (seperti mesin) untuk meningkatkan produksi. Tingkat pengangguran turun. Perekonomian kemudian memasuki fase ekspansi. Pada fase ini, tingkat inflasi mulai merangkak naik.
Penurunan tingkat pengangguran menyebabkan pasar tenaga kerja mulai mengetat. Itu mendorong upah nominal naik, menghasilkan peningkatan biaya produksi. Bisnis meneruskan biaya produksi yang lebih tinggi kepada konsumen dengan menaikkan harga jual.
Harga yang lebih tinggi menciptakan tekanan ke atas terhadap tingkat harga. Tingkat inflasi mulai melonjak. Situasi ini biasanya terjadi selama ledakan ekonomi (economic boom), bagian akhir dari fase ekspansi sebelum puncak.
Untuk menghindari ekonomi yang terlalu panas, bank sentral mengerem laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Jika tidak dikendalikan, tingkat inflasi dapat melaju pada tingkat yang tidak terkendali dan dapat mengarah ke hiperinflasi. Untuk mencegah hal tersebut, bank sentral mengadopsi kebijakan moneter kontraktif.
Kebijakan moneter kontraktif
Selama fase ledakan ekonomi, tingkat inflasi melaju begitu tinggi, membuat perekonomian terlalu panas. Itu memaksa bank sentral untuk menerapkan kebijakan moneter kontraktif.
Ekonomi yang terlalu panas dapat menyebabkan ledakan jika tidak ditangani dengan benar. Dampaknya bisa parah dan sering menyebabkan hiperinflasi.
Di bawah kebijakan kontraktif, bank sentral dapat mengambil alternatif kebijakan berikut:
- Menaikkan suku bunga kebijakan
- Menaikkan rasio cadangan wajib
- Menjual surat berharga pemerintah
Katakanlah, bank sentral memilih untuk menaikan suku bunga kebijakan. Itu mendorong naik suku bunga di pasar keuangan. Suku bunga yang lebih tinggi membuat pinjaman baru lebih mahal.
Konsumen mengurangi pinjaman ke bank. Mereka menunda pembelian barang tahan lama. Begitu juga, bisnis menunda investasi karena biaya modal menjadi lebih tinggi, membuat investasi tidak menghasilkan pengembalian yang menguntungkan. Sebagai hasilnya, permintaan agregat dalam perekonomian melemah. Melemahnya permintaan mendorong produsen mengurangi laju produksi.
Pandangan monetaris terhadap siklus bisnis
Monetaris percaya bahwa variasi dalam tingkat pertumbuhan pasokan uang menyebabkan siklus bisnis. Keputusan untuk mengubah jumlah uang beredar menyebabkan permintaan agregat berfluktuasi.
Ledakan ekonomi (economic boom) terjadi karena pertumbuhan jumlah uang beredar melampaui pertumbuhan output riil. Itu menghasilkan tekanan ke atas terhadap tingkat harga.
Sebaliknya, selama resesi, pertumbuhan jumlah uang beredar tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan output riil. Kuantitas barang dan jasa meningkat pesat, tapi perekonomian tidak memiliki uang untuk membelinya. Itu menghasilkan penurunan permintaan agregat dan memaksa produsen memangkas produksinya.