Contents
Survei kepercayaan konsumen (consumer confidence survey) merupakan sebuah survei ekonomi yang mengukur optimisme/pesimisme konsumen, biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendapatan. Survei biasanya juga mengungkap ekspektasi konsumen terkait tiga variabel tersebut di masa mendatang. Dikenal juga dengan istilah Survei Keyakinan Konsumen.
Lebih dalam tentang “Survei Kepercayaan Konsumen”
Secara umum, survei konsumen menjadi salah satu sumber informasi terkait dengan belanja konsumen. Ketika konsumen optimis, mereka akan tetap berbelanja. Sebaliknya, ketika pesimis, mereka cenderung akan menghemat dan membeli lebih sedikit barang.
Jadi, keyakinan konsumen memengaruhi keputusan ekonomi. Karena konsumsi rumah tangga, mencakup sebagian besar Produk Domestik Bruto (PDB), hasil survei konsumen menjadi indikator yang mengukur kesehatan perekonomian suatu negara.
Kepercayaan konsumen biasanya tinggi ketika ekonomi sedang berekspansi. Ini karena aktivitas bisnis tinggi dan lapangan pekerjaan relatif melimpah. Kondisi tersebut membuat pendapatan konsumen tetap prospektif.
Sebaliknya, kepercayaan konsumen turun ketika ekonomi berkontraksi. Aktivitas bisnis jatuh. Semakin banyak perusahaan yang memberhentikan pekerja mereka sebagai opsi untuk memperbaiki efisiensi operasional.
Survei Kepercayaan Konsumen di Indonesia
Di Indonesia, Bank Indonesia merilis survei konsumen dan terbit setiap bulan. Indeks dihitung dari rata-rata indeks kepercayaan konsumen terhadap ekonomi saat ini dan indeks ekspektasi konsumen. Variabel yang diukur diantaranya adalah kondisi ekonomi, lapangan pekerjaan, kondisi pendapatan dan ketepatan waktu belanja.
Survei ini juga mengungkap tren kepercayaan konsumen terhadap beberapa harga komoditas, yang mana terbagi menjadi ke dalam beberapa kelompok:
- Bahan makanan
- Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
- Perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar
- Sandang
- Kesehatan, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan
- Pendidikan, rekreasi, dan olahraga.
Cara membaca indeks ini: nilai di atas 100 menunjukkan konsumen lebih banyak yang optimis daripada yang pesimis. Sebaliknya, nilai di bawah 100 mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen cenderung pesimis.
Mengapa penting?
Produsen, bank, investor dan pengambil kebijakan menggunakan hasil survei kepercayaan konsumen untuk merencanakan tindakan mereka. Misalnya, jika kepercayaan konsumen lemah (yang mana berarti ada potensi penurunan belanja konsumen), produsen akan mengurangi persediaan mereka. Mereka mungkin menunda investasi pembelian mesin baru atau pembangunan pabrik baru.
Bank akan mempersiapkan pengurangan penyaluran kredit seperti pinjaman hipotek dan kartu kredit untuk mengantisipasi potensi kredit macet. Investor mulai merelokasi ke saham-saham yang defensif untuk mengantisipasi penurunan penjualan di perusahaan-perusahaan siklikal.
Bagi pemerintah, kepercayaan konsumen yang rendah menandai bahwa mereka perlu intervensi. Mereka dapat mengambil langkah-langkah pelonggaran kebijakan ekonomi (seperti penurunan suku bunga) untuk mencegah pelemahan perekonomian secara keseluruhan.