Contents
Required reserve atau cadangan wajib adalah dana minimum yang harus dipertahankan bank dalam rekening giro di bank sentral atau pada bank koresponden. Bank tidak dapat menggunakannya untuk memberikan pinjaman. Jumlah dana cadangan bervariasi sesuai dengan rasio cadangan wajib yang ditetapkan oleh bank sentral. Istilah ini juga dikenal dengan nama persyaratan cadangan.
Bank sentral biasanya menetapkan persyaratan cadangan sebagai persentase dari total simpanan atau dana pihak ketiga, katakanlah, sebesar 10%. Itu berarti jika total simpanan pelanggan sebesar Rp100, bank harus menyimpan cadangan sebesar Rp10 dan dapat menggunakan Rp90 untuk melakukan pinjaman.
Rasio persyaratan cadangan = Persyaratan cadangan / Total tabungan
Selain pinjaman kepada debitur non-bank, bank yang memiliki kelebihan cadangan dapat meminjamkan ke bank lain yang kurang. Transaksi berlangsung di pasar antar bank.
Tujuan dari cadangan wajib
Bank sentral menetapkan persyaratan cadangan untuk mempengaruhi pertumbuhan jumlah uang beredar. Bank sentral menggunakan persyaratan cadangan sebagai alat kebijakan moneter untuk mengendalikan likuiditas di pasar.
Ketika menerapkan kebijakan moneter ekspansif (untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ), bank sentral menurunkan rasio cadangan wajib. Dengan begitu, bank memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan. Melalui efek pengganda uang , jumlah uang berlipat ganda dalam perekonomian.
Sebaliknya, jika bank sentral mengadopsi kebijakan moneter kontraktif, mereka menaikkan rasio cadangan wajib. Sekarang, bank komersial memiliki lebih sedikit uang untuk dipinjamkan. Akibatnya, likuiditas dalam perekonomian menjadi lebih ketat, mendorong suku bunga naik. Peningkatan suku bunga menurunkan permintaan agregat dan melemahkan tekanan inflasi.
Mengapa bank menyimpan uang sebagai cadangan?
Bank-bank komersial menyimpan cadangan tidak hanya untuk menghindari gagal bayar hutang tetapi juga untuk memastikan mereka memiliki uang ketika deposan menarik uang tunai. Dengan demikian, cadangan yang cukup diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ini dan menjaga kepercayaan pelanggan.
Ketika mereka tidak memiliki cukup uang, mereka dapat memiliki konsekuensi serius. Tidak hanya menyebabkan bank gagal, tetapi juga dapat berdampak sistemik pada sistem perbankan. Itu bisa memicu bank run, di mana banyak pelanggan menarik uang tunai secara besar-besaran dan tiba-tiba karena runtuhnya kepercayaan terhadap sistem perbankan.
Bagaimana cara kerja rasio cadangan wajib?
Mari kita ambil contoh sederhana. Karena ekonomi lesu, bank sentral mengadopsi kebijakan moneter ekspansif dengan mengurangi rasio persyaratan cadangan, katakanlah dari 10% menjadi 5%. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah uang beredar sehingga merangsang permintaan agregat dan pertumbuhan ekonomi.
Penurunan rasio cadangan membuat bank memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan. Katakanlah, bank mendapat setoran Rp100 dari seorang pelanggan. Sekarang, dengan rasio cadangan yang lebih rendah, bank menyimpan Rp5 (5% x Rp100) sebagai cadangan dan dapat meminjamkan Rp95, lebih banyak dari sebelumnya (Rp90).
Melalui proses penciptaan uang, uang berlipat ganda 20 kali saat beredar di ekonomi dan sistem perbankan. Itu berarti setiap uang Rp100 akan menghasilkan jumlah Rp2.000 yang beredar. Kita menghitung efek pengganda uang menggunakan rumus berikut:
Pengganda uang = 1 / Rasio cadangan wajib
Semakin rendah rasio cadangan, semakin besar pengganda uang. Sebaliknya, rasio cadangan yang tinggi mengurangi efek pengganda uang.
Persyaratan cadangan sebagai instrumen kebijakan moneter
Jika bank sentral memilih untuk mengurangi rasio cadangan melalui kebijakan moneter ekspansif, bank komersial diharuskan menghemat lebih sedikit uang tunai. Sebagai pemegang cadangan yang lebih rendah, bank memiliki lebih banyak uang untuk memberikan pinjaman kepada konsumen dan bisnis. Akibatnya, likuiditas ekonomi meningkat, mendorong suku bunga turun.
Suku bunga yang lebih rendah membuat biaya pinjaman lebih murah. Semakin banyak konsumen dan bisnis mengakses pinjaman baru untuk membeli barang dan jasa, meningkatkan permintaan agregat. Meningkatnya permintaan mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksi. Ketika pasar tumbuh lebih kuat, mereka juga mulai merekrut lebih banyak pekerja dan menaikkan harga jual untuk mengimbangi kenaikan biaya produksi. Akibatnya, PDB riil tumbuh, pengangguran menurun, dan tekanan inflasi mulai meningkat.
Sebaliknya, dengan meningkatkan persyaratan cadangan, bank sentral mengurangi akses ke kredit dalam perekonomian karena pinjaman bank berkurang. Likuiditas menjadi lebih ketat dan mendorong suku bunga naik.
Peningkatan suku bunga mengurangi permintaan konsumen dan bisnis terhadap kredit. Mereka juga mulai mengurangi permintaan akan barang dan jasa yang telah dibiayai melalui pinjaman. Akibatnya, permintaan agregat melemah, memaksa bisnis untuk merasionalisasi biaya produksi, baik dengan mengurangi output atau mengurangi tenaga kerja. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi melambat, pengangguran mulai meningkat, dan tekanan inflasi mereda.