Contents
Penghitungan ganda (double counting) dapat menyebabkan kesalahan perhitungan dalam produk domestik bruto (PDB). Kesalahan ini akan melebih-lebihkan angka PDB karena menghitung item yang sama lebih dari sekali. Untuk menghindari kesalahan tersebut, kita dapat menggunakan pendekatan nilai tambah.
Bagaimana perhitungan ganda bisa terjadi?
Menurut definisi, PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir yang diproduksi di suatu negara selama tahun tertentu. Di sini, kata kunci kami adalah “barang dan jasa akhir”.
Penghitungan ganda terjadi ketika kita menghitung item yang sama lebih dari satu kali. Hal itu dimungkinkan karena produksi melibatkan berbagai input barang dan jasa, tidak hanya produk mentah tetapi juga barang setengah jadi.
Misalnya dalam pembuatan mobil, pabrikan membutuhkan beberapa input seperti aluminium dan ban. Masing-masing bersumber dari pemasok eksternal. Jika kita menghitung nilai pasar kendaraan, ban, aluminium sebagai output ekonomi, akan menghasilkan penghitungan ganda. Mengapa?
Itu karena harga mobil sudah termasuk harga ban dan logam aluminium. Ingat, untuk menentukan harga jual mobil, pembuat mobil memperhitungkan biaya produksi (yaitu, harga ban dan aluminium) dalam perhitungannya ditambah markup keuntungan.
Oleh karena itu, ketika mengukur PDB, menghitung nilai pasar dari ketiga output itu salah. Kesalahan ini dapat menyebabkan Anda melebih-lebihkan PDB karena menghitung item yang sama lebih dari sekali.
Gunakan angka nilai tambah untuk menghindari penghitungan ganda
Menghitung PDB menggunakan pendekatan output sangat rumit. Output suatu perekonomian melibatkan berbagai barang dan jasa.
Anda dapat menghitung PDB dari nilai semua barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian. Namun, ini tidak sepenuhnya benar, karena Anda mungkin menghitung output yang sama beberapa kali, pada berbagai tahap produksi. Beberapa barang merupakan input (seperti bahan mentah dan produk setengah jadi) untuk produksi barang lain, sehingga bukan barang jadi.
Mari kita gunakan ilustrasi sederhana dari masalah ini. Bayangkan, produksi roti melibatkan tiga tahap berbeda: gandum, tepung terigu, dan roti.
Perusahaan A, sebuah perusahaan pertanian, menanam benih gandum dan menjual gandum kepada Perusahaan B sebesar Rp100,-. Perusahaan B, sebuah perusahaan tepung, mengolah biji gandum menjadi tepung terigu. Perusahaan kemudian menjualnya ke produsen roti, Perusahaan C, seharga Rp250.
Perusahaan C akhirnya menjual roti ke konsumen seharga Rp300. Jika Anda menghitung PDB dengan menambahkan harga jual pada setiap tahap (Rp100 + Rp250 + Rp300), hasilnya adalah Rp650. Angka itu akan melebih-lebihkan jumlah output karena Anda menghitung nilai gandum tiga kali dan nilai tepung terigu dua kali.
Cara untuk menghindari penghitungan yang berlebihan adalah dengan fokus pada penambahan nilai. Kami menghitungnya dengan mengurangi nilai output ke nilai input. Lebih tepatnya, nilai tambah sama dengan harga jual barang atau jasa dikurangi biaya semua input non-kerja yang digunakan untuk memproduksinya.
Dalam kasus di atas, kita perlu menghitung nilai tambah dari tiga tahap produksi. Karena Perusahaan A menjual gandum seharga Rp100 dan diasumsikan tidak membeli input material, maka menghasilkan nilai tambah ekonomi sebesar Rp100. Perusahaan B menambah lagi Rp150 karena membayar Rp100 untuk input dari Perusahaan A dan menjual tepung ke Perusahaan C sebesar Rp250.
Terakhir, Perusahaan C menambah lagi nilai Rp50, setelah membeli tepung Rp250 dan menjual roti Rp300 ke konsumen. Jika kita jumlahkan nilai tambah pada setiap tahap (Rp100 + Rp150 + Rp50), kita akan menemukan bahwa nilainya sama dengan Rp300 dari harga roti (produk akhir).