Contents
Apa itu: Efek Fisher Internasional (International Fisher Effect) menunjukkan ke anda perubahan nilai tukar dua mata uang berkorelasi dengan perbedaan suku bunga nominal antar dua negara tersebut. Istilah tersebut sesuai dengan nama penemunya, yakni Irving Fisher, seorang ekonom Amerika Serikat.
Hipotesis tersebut penting untuk memprediksi pergerakan mata uang spot dan future spot price. Singkat cerita, ketika suku bunga nominal domestik lebih tinggi daripada mitra dagang, kita mengekspektasikan nilai tukar mata uang domestik akan terdepresiasi terhadap mata uang negara mitra.
Prinsip efek Fisher internasional
Fisher menekankan bahwa suku bunga memberikan indikasi kuat tentang kinerja mata uang suatu negara. Dalam melihat hubungan perbedaan suku bunga nominal dengan perubahan nilai tukar, dia mengambil beberapa asumsi:
- Modal bebas mengalir antar negara
- Suku bunga riil sama antar negara
- Perbedaan suku bunga nominal antar negara sama dengan ekspektasi inflasi (expected inflation)
- Pasar modal terintegrasi secara internasional
- Tidak ada kontrol mata uang
Adapun, rumus efek Fisher internasional adalah sebagai berikut:
Dari persamaan efek Fisher di atas, anda dapat melihat bahwa persentase perubahan nilai tukar antara dua negara kira-kira sama dengan selisih suku bunga nominal keduanya.
Mari kita ambil contoh dua mata uang, dolar AS (USD) dan rupiah (IDR). Saat ini, nilai tukar spot IDR/USD adalah 14.000, dan tingkat bunga Amerika Serikat adalah 2,0% sedangkan Indonesia adalah 6,0%.
Berdasarkan rumus di atas, karena suku bunga di Indonesia lebih tinggi daripada suku bunga di Amerika Serikat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan terdepresiasi. Persentase depresiasi kira-kira sekitar 4% (6%-2%). Dan, secara spesifik, kita dapat menghitung nilai tukar rupiah menggunakan rumus kedua di atas:
et = [(1+6%)/(1+2%) x 14.000] = 14.549
Jika kita jadikan persentase, maka depresiasi adalah sebesar 3.9% = (14.549/14.000) – 1.
Implikasi efek Fisher Internasional
Pertama, jika suku bunga nominal di pasar domestik lebih tinggi daripada negara mitra, maka nilai tukar domestik seharusnya terdepresiasi. Suku bunga nominal yang lebih tinggi mencerminkan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.
Menurut Fisher, suku bunga nominal sama dengan suku bunga riil plus tingkat inflasi. Sehingga, jika kita mengekspektasikan tingkat inflasi naik, suku bunga nominal juga akan naik.
Karena mengasumsikan suku bunga riil sama antar negara, maka selisih suku bunga nominal antar negara pada dasarnya sama dengan selisih expected inflation.
Inflasi merepresentasikan kenaikan tingkat harga produk di dalam perekonomian, termasuk produk ekspor. Sehingga, jika inflasi domestik lebih tinggi daripada negara mitra, produk domestik menjadi lebih mahal bagi pembeli di negara mitra, menurunkan ekspor.
Sebaliknya, karena inflasi negara mitra lebih rendah, produk-produk mereka lebih murah bagi pembeli domestik sehingga meningkatkan permintaan impor.
Peningkatan impor membuat permintaan terhadap mata uang negara mitra meningkat. Pembeli domestik harus mengkonversi mata uang mereka ke mata uang negara mitra untuk membayar produk impor.
Sebaliknya, karena ekspor turun, permintaan terhadap mata uang domestik oleh pembeli di negara mitra turun. Sebagai hasilnya, daya beli mata uang domestik terhadap mata uang negara mitra melemah (depresiasi).
Kedua, jika suku bunga nominal domestik lebih rendah daripada di negara mitra, nilai tukar terhadap mata uang negara mitra seharusnya terapresiasi. Prinsip kerjanya mirip dengan yang telah saya sebutkan, namun dalam arah yang berkebalikan.
Suku bunga lebih rendah berarti inflasi domestik lebih rendah dibandingkan dengan di negara mitra. Itu berarti, produk domestik lebih murah dan produk negara mitra lebih mahal. Oleh karena itu, ekspor seharusnya meningkat dan impor seharusnya turun. Sebagai hasilnya, permintaan mata uang domestik meningkat dan permintaan terhadap mata uang negara mitra turun, menghasilkan apresiasi nilai tukar mata uang domestik.
Kritik terhadap efek Fisher Internasional
Pengkritik menyampaikan beberapa kelemahan dari pendekatan Fisher. Mereka menganggap konsep tersebut kurang andal dalam memperkirakan nilai tukar jangka pendek.
Pertama, suku bunga nominal bukanlah satu-satunya penentu nilai tukar nominal. Perdagangan internasional, yang mana menentukan nilai tukar, tidak hanya bekerja melalui harga, tetapi juga kualitas. Itu mungkin mengimbangi efek perbedaan inflasi (suku bunga nominal) antar kedua negara.
Selain itu, beberapa negara juga mengontrol nilai tukar. Mereka melakukanya untuk tujuan proteksi perekonomian dalam negeri dan mendongkrak ekspor.
Kedua, arus modal tidak mengalir bebas. Dalam asumsi Fisher, modal mengalir bebas antar negara sehingga mengarah pada suku bunga riil yang setara di seluruh dunia. Karena suku bunga riil sama, maka selisih suku bunga nominal kira-kira akan setara dengan perbedaan ekspektasi inflasi (expected inflation) di masing-masing negara.
Tapi, pada dalam praktiknya, modal tidak mengalir bebas. Beberapa negara masih mengadopsi pembatasan arus modal. Selain itu, pajak, biaya transaksi, dan hambatan hukum juga menyebabkan suku bunga riil berbeda antar negara.
Ketiga, nilai tukar tidak hanya bekerja melalui perdagangan internasional, tetapi juga aliran modal. Ketika suku bunga domestik lebih tinggi, investor asing tertarik untuk masuk, meningkatkan permintaan terhadap mata uang domestik dan menyebabkan apresiasi. Sehingga, pergerakan modal mengimbangi efek perbedaan inflasi terhadap nilai tukar.