Contents
Apa itu: Penetapan biaya penuh (full costing) adalah teknik akuntansi biaya yang memperhitungkan semua biaya untuk menghasilkan satu unit produk, baik overhead tetap maupun variabel. Biaya tersebut termasuk biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan semua biaya overhead. Istilah lain penetapan biaya penuh adalah istilah penetapan biaya penyerapan (absorption costing).
Komponen full costing
Metode full costing memperhitungkan biaya overhead tetap. Oleh karena itu, nilainya akan melekat pada harga pokok persediaan, baik untuk barang jadi maupun persediaan barang dalam proses. Itu berbeda dengan metode penetapan biaya variabel (variable costing) yang mana hanya memasukkan biaya overhead variabel.
Dengan demikian, biaya produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai berikut :
Biaya bahan baku (raw material costs) | xx |
+ Biaya tenaga kerja langsung (direct labor costs) | xx |
+ Biaya overhead tetap (fixed overhead costs) | xx |
+ Biaya overhead variabel (variable overhead costs) | xx |
= Harga Pokok Produksi | xx |
- Biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung adalah biaya yang berkaitan langsung dengan proses produksi. Perusahaan dapat melacaknya secara langsung ke output. Mereka mencakup upah staf, dan biaya bahan baku apa pun yang digunakan.
- Biaya overhead tetap adalah biaya yang tidak berubah, terlepas dari volume produksi. Contohnya adalah sewa fasilitas produksi. Perusahaan harus membayarnya, bahkan jika tidak menghasilkan output.
- Biaya overhead variabel adalah biaya tidak langsung dari operasi bisnis dan nilainya berfluktuasi seiring dengan aktivitas manufaktur. Misalnya, gaji tenaga kerja tambahan di bagian produksi.
Dalam akuntansi penetapan biaya penuh, berbagai pengeluaran ini bergerak bersama produk melalui akun persediaan hingga produk tersebut terjual. Perusahaan kemudian mengakuinya dalam laporan laba rugi sebagai beban pokok penjualan (cost of good sold atau COGS).
Perbedaan full costing dengan variable costing
Penentuan biaya variabel (variable costing) adalah alternatif untuk metode full costing. Perbedaan keduanya terletak pada perlakuan biaya overhead tetap, seperti gaji dan sewa gedung.
Di bawah variable costing, perusahaan mengecualikan biaya overhead tetap dalam perhitungan biaya produksi. Dengan kata lain, metode ini hanya mengakui biaya yang berkontribusi langsung terhadap proses produksi. Selanjutnya, perusahaan membebankan biaya overhead tetap selama periode terjadinya.
Sebaliknya, di bawah full costing, perusahaan mengakui biaya overhead tetap sebagai beban ketika barang atau jasa dijual. Sehingga, biaya tetap tersebut akan melekat pada produk sampai produk terjual.
Pemilihan keduanya memiliki efek yang cukup besar terhadap laporan keuangan perusahaan.
Meskipun demikian, dalam praktiknya, tidak ada metode mana yang lebih baik. Beberapa perusahaan menemukan variable costing lebih efektif, sementara yang lain lebih menyukai full costing. Pemilihan kedua metode penetapan biaya tersebut tergantung pada sikap manajerial, perilaku, dan desain perusahaan yang berkaitan dengan pengambilan dan penilaian biaya input yang akurat.
Kelebihan dan kekurangan metode full costing
Full costing menawarkan beberapa kelebihan.
Pertama, full costing menghasilkan biaya produksi yang lebih akurat. Perusahaan mempertimbangkan semua biaya overhead.
Kedua, angka persediaan lebih tinggi. Karena memasukkan biaya tetap dalam perhitungan biaya produksi, maka selama produk belum terjual, biaya tersebut melekat pada produk. Sehingga, itu mengakibatkan angka persediaan yang lebih tinggi.
Ketiga, laba operasional dan laba bersih yang dilaporkan lebih tinggi. Karena melekat pada produk, perusahaan akan mengakui biaya overhead tetap ke dalam harga pokok penjualan hanya ketika produk terjual. Jika belum terjual, biaya overhead masih tetap melekat di persediaan. Itu menghasilkan angka laba operasional yang lebih tinggi dibandingkan dengan variable costing. Sebaliknya, di bawah variable costing, perusahaan mengakui biaya overhead tetap dalam beban operasional meski barang belum terjual.
Penetapan biaya penuh juga memiliki beberapa kelemahan.
Pertama, perusahaan lebih sulit untuk membandingkan keuntungan dari lini produk yang berbeda. Full costing mempertimbangkan semua biaya, bahkan untuk yang tidak tidak terkait langsung dengan lini produk tertentu. Karena menggunakan fasilitas produksi yang sama untuk menghasilkan beberapa lini produk, perusahaan mengalami kesulitan untuk membebankan biaya overhead tetap ke masing-masing lini.
Kedua, analisis biaya-volume-laba lebih sulit. Perusahaan tidak dapat menghitung secara akurat biaya dan keuntungan masing-masing lini. Itu membuat perusahaan sulit untuk menentukan berapa banyak produk yang harus diproduksi dan dijual untuk mencapai titik profitabilitas, dan meningkatkan efisiensi operasional untuk masing-masing lini.
Ketiga, itu membuat harga jual lebih tinggi ketika perusahaan menggunakan markup pricing. Di bawah markup pricing, perusahaan menambahkan persentase keuntungan ke biaya unit. Karena full costing memperhitungkan semua biaya, maka harga jual akan lebih tinggi dibandingkan dengan variable costing.