Contents
Perilaku etis
Pada perspektif konvensional, bisnis bekerja untuk menciptakan kekayaan bagi pemilik mereka. Mereka menghasilkan keuntungan sebanyak mungkin dengan membangun keunggulan kompetitif. Jika berhasil menciptakan keunggulan kompetitif berkelanjutan, mereka menghasilkan pengembalian diatas rata-rata, yang mana pada akhirnya tertranslasi pada capital gain dan distribusi dividen secara rutin.
Tapi, tuntutan terhadap praktik bisnis yang etis semakin meningkat akhir-akhir ini. Itu mengharuskan bisnis untuk mengedepankan tiga motif: profit, people dan planet. Jadi, mereka harus menyeimbangkan ketiganya, tidak hanya mengejar profit sebagaimana dalam pendekatan konvensional. Selain memaksimalkan kekayaan pemilik, mereka juga bekerja dengan cara yang menguntungkan masyarakat dan lingkungan.
Bisnis yang etis bertindak dengan cara yang adil dan jujur. Di satu sisi, mereka beroperasi untuk memenuhi kebutuhan pemilik. Tapi, di sisi lain, mereka beroperasi dengan hati-hati dan mempertimbangkan implikasi dan dampak mereka terhadap masyarakat dan lingkungan.
Contoh perilaku etis dan ramah lingkungan
Ada banyak cara untuk berperilaku etis dan ramah lingkungan. Misalnya, bisnis kecil mulai mengurangi konsumsi energi karbon dan beralih ke energi ramah lingkungan seperti panel surya. Atau mereka menggunakan mesin atau peralatan yang hemat energi, mengurangi jejak karbon yang mereka hasilkan dari operasi mereka.
Beberapa perusahaan lain beralih ke paperless. Mereka mendigitalisasi proses bisnis dan mengurangi penggunaan kertas. Mereka mengubah dokumen dan kertas lain menjadi bentuk digital.
Contoh lainnya adalah:
- Menghindari pemborosan air
- Menghindari penggunaan kantong plastik
- Menggunakan bahan baku ramah lingkungan dan dapat didaur ulang
- Berinvestasi di proyek hijau, baik secara langsung atau tidak langsung
- Mendorong keragaman tempat kerja
- Menerapkan transparansi perusahaan ke publik
- Memberikan kompensasi yang adil ke karyawan
- Menghilangkan praktik diskriminatif
Biaya dan manfaat bisnis yang etis
Beroperasi secara etis dan ramah lingkungan menawarkan sejumlah manfaat. Misalnya, perusahaan bisa mengurangi biaya dengan paperless karena mereka tidak lagi perlu membeli kertas. Menggandakan dokumen juga menjadi lebih mudah melalui digitalisasi tanpa mengkonsumsi kertas tambahan.
Bahan dan kemasan daur ulang juga dapat menghemat biaya. Perusahaan dapat menggunakan mereka kembali untuk membuat produk baru. Mereka juga bisa mengurangi biaya terkait dengan pengelolaan limbah.
Praktik etis dan ramah lingkungan juga mendukung citra perusahaan. Perusahaan dapat menggunakannya sebagai unique selling point (USP) dan memberi keunggulan kompetitif.
Selain itu, praktik tersebut juga meningkatkan minat konsumen untuk berurusan dengan produk perusahaan. Peningkatan perhatian mereka terhadap praktik yang adil dan ramah lingkungan mendorong mereka untuk selektif dalam membeli produk.
Manfaat lainnya adalah publisitas yang baik. Misalnya, perusahaan mungkin mendapatkan penghargaan untuk praktik lingkungan yang baik. Atau, mereka menghindari dan meminimalkan biaya terkait dengan denda dari pemerintah atau kecaman publik.
Manajemen krisis
Manajemen krisis (crisis management) adalah langkah-langkah sistematis oleh perusahaan jika terjadi bencana, publisitas negatif atau kejadian tak terduga lainnya. Itu bertujuan untuk meminimalkan kerusakan, kerugian atau ancaman terhadap perusahaan akibat peristiwa-peristiwa tersebut.
Dalam kasus ini, perusahaan reaktif terhadap kejadian negatif yang tiba-tiba. Mereka merumuskan respon terbaik terhadap krisis untuk meminimalkan dampak. Selain itu, manajemen krisis juga membutuhkan tindakan dan kontrol yang cepat, komunikasi yang efektif, dan transparansi kepada pemangku kepentingan.
Manajemen krisis penting karena meminimalkan kerugian terhadap keuangan perusahaan, citra perusahaan, dan optimisme karyawan.
Manajemen krisis membutuhkan perusahaan untuk:
- Mendeteksi masalah yang akan potensial untuk terjadi atau sinyal bahaya;
- Merencanakan tanggapan terhadap semua kemungkinan potensi krisis;
- Menetapkan sistem pemantauan untuk mendeteksi sinyal peringatan dini untuk setiap potensi krisis;
- Mengembangkan rencana dan strategi yang tepat untuk menangani; dan
- Membentuk dan melatih tim manajemen krisis.
Proses-proses di atas idealnya melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan. Mereka terlibat dalam semua tahap, mulai dari perencanaan hingga tindakan.
Elemen sebuah krisis
Sebuah krisis mengandung tiga elemen umum, yakni:
- Ancaman bagi bisnis
- Kejutan
- Waktu pengambilan keputusan yang singkat
Ancaman bagi bisnis. Krisis menimbulkan ancaman bagi perusahaan. Misalnya, sebuah bisnis mengalami krisis akibat kebakaran di fasilitas produksinya. Itu mengakibatkan aktivitas normal sehari-hari terganggu. Perusahan tidak dapat berproduksi seperti biasanya.
Krisis tersebut membutuhkan penanganan yang tepat. Misalnya, dalam jangka pendek, perusahaan mungkin mengambil tindakan dengan memanfaatkan persediaan di gudang untuk memenuhi permintaan sambil memperbaiki fasilitas produksi.
Sebaliknya, jika tidak ditangani dengan tepat, itu bisa membuat perusahaan kehilangan pendapatan dan pelanggan. Bahkan, perusahaan tersebut mungkin harus terpaksa menghentikan operasi. Dalam kasus lain, kreditur mungkin akan mengajukan kebangkrutan karena kecil kemungkinan perusahaan dapat memulihkan keuangannya.
Kejutan. Krisis menghasilkan kejutan bagi bisnis, yang mana potensial menghasilkan kerugian atau ancaman bagi bisnis.
Krisis mungkin terjadi karena peristiwa yang tidak terduga dan tidak dapat diprediksi, seperti akibat bencana alam seperti gempa bumi, badai, dan banjir.
Atau, krisis mungkin juga terjadi sebagai konsekuensi yang tidak terduga dari risiko potensial. Misalnya, kebakaran akibat tangan manusia mungkin adalah risiko potensial bagi sebuah perusahaan. Perusahaan tersebut seharusnya memiliki kebijakan dan prosedur untuk mencegah itu terjadi. Tapi, meski prosedur telah diterapkan, kebakaran mungkin tetap terjadi karena beberapa karyawan abai.
Waktu pengambilan keputusan yang singkat. Krisis membutuhkan tindakan segera untuk menanganinya. Manajemen harus mengambil keputusan dengan cepat untuk membatasi ancamannya kepada perusahaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen krisis yang efektif
Beberapa faktor mempengaruhi manajemen krisis yang efektif, termasuk:
- Transparansi
- Komunikasi
- Kecepatan
- Kontrol
Transparansi. Ini membutuhkan perusahaan untuk jujur tentang apa yang terjadi. Pemangku kepentingan, seperti pemilik, ingin mendapat informasi tentang apa yang terjadi karena mereka memiliki kepentingan di perusahaan. Oleh karena itu, manajemen harus transparan kepada mereka. Mereka juga harus menguraikan langkah-langkah tentang bagaimana menangani dampaknya.
Komunikasi. Manajemen harus mengkomunikasikan secara jujur kepada pemangku kepentingan tentang apa yang terjadi, bagaimana dampaknya dan cara untuk menghadapi dampaknya. Komunikasi yang teratur diperlukan untuk memberitahu perkembangan terbaru dan kemajuan untuk menghadapi dampaknya. Komunikasi yang efektif akan meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan dan mencegah mereka mengambil tindakan yang merugikan bisnis.
Kecepatan. Manajemen harus mengambil tindakan cepat dan merancang langkah cadangan jika pendekatan pertama tidak berhasil. Segera mengambil tindakan adalah penting untuk mencegah kepanikan dan dampak yang lebih besar.
Tapi, kecepatan juga harus disertai dengan hati-hati dan pertimbangan. Bereaksi dengan cepat seringkali menghasilkan keputusan yang terburu-buru dan tidak dipikirkan dengan matang, yang mana tidak menyelesaikan masalah tapi justru memperburuk keadaan.
Kontrol. Manajemen harus mengambil langkah-langkah kunci untuk mengendalikan situasi sesegera mungkin. Mereka merancang rencana tindakan untuk mengatasi situasi dan memonitor kemajuannya. Selain itu, mereka juga harus membangun rencana cadangan jika rencana awal tidak bekerja efektif untuk mengatasi keadaan.
Perencanaan kontinjensi
Perencanaan kontinjensi (contingency planning) adalah upaya perusahaan untuk menerapkan prosedur untuk menangani krisis dan mengantisipasinya melalui perencanaan skenario. Perusahaan proaktif dalam menanggapi perubahan lingkungan bisnis dengan mengembangkan rencana sebelum krisis atau kejadian yang merugikan terjadi. Itu mengurangi mengurangi risiko dan dampaknya terhadap perusahaan.
Perusahaan membuat rencana krisis dan merinci prosedur, peran, dan tanggung jawab untuk setiap skenario yang mungkin terjadi. Karena lingkungan terus berubah, perusahaan harus menguji dan mungkin memperbaruinya secara berkala.
Perbedaan antara manajemen krisis dan perencanaan kontinjensi
Manajemen krisis adalah untuk tindakan reaktif. Itu menjabarkan langkah-langkah sistematis dan upaya perusahaan untuk membatasi ancaman akibat krisis yang tiba-tiba. Perusahaan mengambil tindakan setelah krisis terjadi untuk mempertahankan kredibilitas dan reputasi baiknya.
Sementara itu, perencanaan kontinjensi adalah untuk tindakan proaktif. Perusahaan mengantisipasi krisis untuk terjadi. Mereka mengembangkan perencanaan skenario untuk pencegahan. Dan mereka juga memiliki rencana tindakan dan menerapkan prosedur untuk menghadapi krisis dan merespons secara efektif.
Tahapan dalam perencanaan kontijensi
Memprediksi sesuatu yang akan terjadi di masa depan adalah tidak selalu akurat. Tapi, perencanaan kontijensi penting untuk mengurangi risiko ketika kejutan yang serius terjadi.
Melalui perencanaan kontijensi, perusahaan mengembangkan seperangkat prosedur untuk diterapkan dalam menangani, mencegah, dan mengatasi keadaan darurat ke dalam langkah-langkah terencana dan terkoordinasi. Tujuannya adalah memastikan bisnis dapat melanjutkan aktivitasnya.
Perencanaan kontijensi menggunakan pendekatan perencanaan skenario “apa yang terjadi jika”. Secara sederhana, langkahnya mencakup:
- Mempertanyakan apa yang mungkin terjadi dan mengidentifikasi bencana potensial
- Menilai peluang untuk terjadi – termasuk seberapa sering itu terjadi
- Mengidentifikasi potensi dampak dan alternatif solusi untuk menyelesaikan masalah atau meminimalkan efeknya
- Mengembangkan sistem peringatan dini dan langkah terkait untuk mengatasi atau mencegahnya menjadi lebih besar
- Memonitor, menguji dan mengupdate secara rutin prosedur yang ada untuk tetap relevan dan konsisten dengan potensi risiko di masa depan
Keuntungan dan keterbatasan perencanaan kontinjensi
Biaya. Mengembangkan dan mengimplementasikan perencanaan kontijensi bisa mahal. Itu melibatkan manajer senior dengan penuh tanggung jawab. Perusahaan juga mungkin melibatkan konsultan spesialis untuk membantu.
Namun demikian, biaya di atas mungkin lebih kecil daripada biaya krisis. Misalnya, jika krisis tidak diatasi, itu bisa menyebabkan perusahaan kehilangan pendapatan, bangkrut atau bahkan menutup bisnisnya.
Waktu. Perencanaan kontijensi memakan waktu dan usaha untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Selain itu, itu mungkin membutuhkan perusahaan untuk terus memperbaharuinya agar relevan dengan konteks. Dan lingkungan eksternal yang terus berubah bisa membuatnya lebih memakan waktu.
Tapi, waktu dan upaya yang dihabiskan mungkin lebih baik daripada membiarkan krisis terjadi. Krisis tidak hanya menghabiskan energi untuk menangani. Tapi, itu juga menguras pikiran dan melibatkan tekanan dan stress karena membutuhkan kecepatan untuk mengatasi keadaaan.
Risiko. Perencanaan kontinjensi tidak selalu akurat karena memprediksi apa yang terjadi di masa depan dengan peluang 100% adalah mustahil. Begitu juga, mengembangkan rencana tindakan untuk menangani bisa menjadi usaha sia-sia karena ketidakakuratan prediksi.
Namun, perencanaan kontijensi esensial untuk mencegah krisis terjadi. Atau, jika krisis terjadi, itu mencegahnya untuk menjadi lebih besar dan menimbulkan lebih banyak kerugian. Sehingga, melalui perencanaan kontijensi, perusahaan mengurangi risiko karena kerusakan dapat diatasi dan diminimalkan.
Keselamatan. Perencanaan kontinjensi tidak dapat sepenuhnya mencegah bencana atau menghindari guncangan. Itu juga tidak seratus persen menghilangkan risiko dan ancaman.
Tapi, perencanaan kontijensi membuat krisis lebih terukur dengan mengembangkan rencana darurat yang lebih baik. Bagi perusahaan, itu mengurangi potensi kerugian.
Sementara itu, bagi karyawan, itu memenuhi kebutuhan terhadap rasa aman terhadap pekerjaan dan pendapatan mereka karena risiko bisnis diminimalkan. Akhirnya, itu meningkatkan partisipasi dan motivasi mereka untuk terlibat dalam mengimplementasikan prosedur dan program dalam perencanaan kontijensi.
Bacaan Lanjutan: #Manajemen Operasi
- Pengantar Manajemen Operasi
- Metode Produksi
- Lean Production
- Manajemen Mutu
- Lokasi Bisnis, Pemasok, dan Reorganisasi Produksi
- Perencanaan Produksi
- Riset dan Pengembangan
- Manajemen Persediaan
- Perilaku Etis, Manajemen Krisis dan Perencanaan Kontinjensi