Contents
Apa itu: Risiko nilai tukar mata uang asing, atau risiko valuta asing, (foreign exchange risk) adalah paparan yang merugikan akibat fluktuasi nilai tukar valuta asing. Di bawah nilai tukar mengambang, nilai tukar bergerak mengikuti fundamental permintaan dan pernawaran di pasar valuta asing.
Fluktuasi kecil adalah wajar dan ketidakpastiannya relatif rendah. Tapi, jika bergerak liar, itu menimbulkan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh bisnis. Itu pada akhirnya mengganggu stabilitas keuangan perusahaan.
Pergerakan nilai tukar mengekspos berbagai aspek dalam bisnis, mulai dari pendapatan, pembiayaan, investasi dan operasional. Pergerakan merugikan nilai tukar dapat membahayakan profitabilitas, arus kas perusahaan, dan nilai perusahaan.
Istilah lain risiko nilai tukar mata uang asing adalah dengan risiko valas atau risiko nilai tukar.
Cara kerja risiko nilai tukar
Risiko nilai tukar mengekspos berbagai perusahaan yang terlibat dalam transaksi internasional. Mereka termasuk:
- Investor yang berinvestasi di pasar modal. Nilai tukar mempengaruhi tingkat pengembalian investasi yang mereka peroleh.
- Eksportir dan importir. Bagi eksportir, nilai tukar mempengaruhi harga produk di pasar luar negeri. Bagi importir, itu mempengaruhi harga barang luar negeri (seperti bahan baku dan barang modal) ketika masuk ke pasar domestik.
- Perusahaan yang menerbitkan surat berharga di luar negeri. Beberapa perusahaan mengakses pendanaan di luar negeri melalui pinjaman luar negeri, atau penerbitan surat utang. Ketika nilai tukar berubah, itu mempengaruhi biaya untuk membayar bunga atau melunasi utang.
Secara umum, risiko nilai tukar mata uang asing timbul ketika perusahaan melakukan transaksi keuangan dalam mata uang asing. Sementara itu, dalam operasi dan pelaporan keuangan, mereka menggunakan mata uang domestik.
Misalnya, perusahaan Indonesia menggunakan rupiah dalam kegiatan sehari-hari dan laporan keuangan. Namun, untuk sumber pendapatan, perusahaan juga mendapatkannya dari pasar Amerika Serikat, yang mana berdenominasi dolar AS. Selain itu, perusahaan mungkin juga memiliki pinjaman dalam dolar AS. Jadi, ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berubah, itu mempengaruhi pendapatan dan beban bunga pinjaman.
Kemudian, di akhir periode akuntansi, perusahaan melaporkan hasil operasinya dalam rupiah. Oleh karena itu, perusahaan harus mengkonversi pendapatan dan beban bunga dalam dolar AS ke dalam rupiah.
Satu contoh lagi. Investor Amerika Serikat yang memegang obligasi pemerintah Indonesia juga menghadapi risiko nilai tukar. Pembayaran kupon dan pokok obligasi adalah dalam rupiah. Sedangkan, mata uang harian untuk operasional investor adalah dolar AS. Sehingga, ketika kupon dan pokok direalisasikan dan ditranslasikan ke dolar AS, nilainya akan bergantung pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Katakanlah, obligasi pemerintah menawarkan kupon 10% dengan nilai pokok sebesar IDR100 juta. Asumsikan, hanya satu investor Amerika Serikat yang membeli obligasi tersebut. Jika nilai tukar pada saat pembelian adalah IDR1/USD, maka investor akan menerima kupon sebesar USD10 juta (10% x Rp100 juta) dan pokok sebesar USD100 juta.
Selanjutnya, katakanlah, nilai tukar rupiah terdepresiasi menjadi IDR2/USD (2 rupiah = 1 dolar AS). Dalam kasus ini, pemerintah Indonesia tetap membayar pokok sebesar IDR100 juta dan kupon sebesar IDR10 juta (10% x IDR100 juta).
Tapi, depresiasi tersebut mengubah pokok dan kupon ketika investor mentranslasikan ke dalam dolar AS. Secara spesifik, investor mendapatkan pokok sebesar USD50 juta dan kupon sebesar USD5 juta. Oleh karena itu, secara keseluruhan, investor kehilangan sebagian dari investasinya karena depresiasi.
Jenis risiko nilai tukar mata uang asing
Eksposur risiko nilai tukar mata uang asing terhadap perusahaan terbagi ke dalam tiga kategori:
- Risiko transaksi
- Risiko translasi
- Risiko ekonomi
Risiko transaksi
Risiko atau eksposur transaksi adalah risiko yang dihadapi perusahaan ketika melakukan transaksi langsung menggunakan mata uang asing. Misalnya, perusahan domestik membeli produk dari perusahaan luar negeri. Harga produk akan ditentukan dalam mata uang penjual.
Jika mata uang domestik terdepresiasi terhadap mata uang mitra, maka perusahaan yang melakukan pembelian harus melakukan pembayaran yang lebih tinggi dalam mata uang mereka. Singkat cerita, depresiasi membuat produk impor menjadi lebih mahal bagi pembeli domestik.
Misalnya, pembuat mobil Indonesia mengimpor baja dari Amerika Serikat. Harga baja tidak berubah, namun, rupiah terdepresiasi dari IDR14.000/USD menjadi IDR14.500/USD. Oleh karena itu, pembuat mobil harus mengeluarkan rupiah lebih banyak untuk mendapatkan 1 dolar AS (dari 14.000 menjadi 14.500).
Sebaliknya, apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang negara mitra membuat barang impor menjadi lebih murah. Katakanlah, dalam kasus di atas, nilai tukar rupiah terapresiasi IDR14.000/USD menjadi IDR13.000/USD. Itu berarti pembuat mobil mengeluarkan lebih sedikit rupiah untuk mendapatkan 1 dolar AS.
Jadi, pergerakan nilai tukar mempengaruhi arus kas keluar dari perusahaan. Selain kontrak pembelian, beberapa transaksi yang potensial tersekspos oleh nilai tukar adalah ekspor, pinjaman luar negeri, dan repatriasi dividen.
Risiko translasi
Risiko translasi berkaitan dengan penyajian dalam laporan keuangan. Standar akuntansi mensyaratkan perusahaan menyajikan laporan keuangan dalam mata uang tertentu. Sehingga, ketika memiliki beberapa aset atau kewajiban dalam mata uang asing, mereka harus mentransalkasikannya ke mata uang pelaporan.
Misalnya, perusahaan domestik yang memiliki anak perusahaan di luar negeri. Dalam hal ini, perusahaan induk harus menyajikan laporan konsolidasi dengan mentranslasikan akun-akun dalam laporan anak perusahaan ke mata uang domestik, sesuai dengan mata uang perusahaan induk.
Meski risiko translasi mungkin tidak mempengaruhi arus kas perusahaan, tapi itu berdampak pada profitabilitas perusahaan. Fluktuasi nilai tukar menghasilkan kerugian (keuntungan) translasi. Anda dapat melihatnya pada laporan laba rugi, biasanya di bagian setelah laba operasi. Selanjutnya, karena berdampak pada profitabilitas, itu juga kemungkinan besar berdampak pada harga saham, terutama ketika eksposurnya signifikan.
Risiko ekonomi
Risiko ekonomi menyangkut dampak perubahan nilai tukar terhadap pendapatan dan biaya operasi. Pergerakan nilai tukar mengekspos ketidakpastian terhadap nilai sekarang dari arus kas operasi masa depan. Itu mempengaruhi valuasi nilai perusahaan.
Misalnya, perusahaan Indonesia menjual sebagian besar produknya ke pasar Amerika Serikat. Dalam penganggaran, perusahaan menggunakan asumsi nilai tukar untuk mengestimasi penjualan.
Katakanlah, perusahaan mengasumsikan nilai tukar stabil dalam satu tahun ke depan, seperti levelnya saat ini. Dengan asumsi tersebut, perusahaan menetapkan harga jual tidak berubah dan memproyeksi penjualan meningkat sekitar 5%.
Dalam realisasinya, nilai tukar ternyata terapresiasi. Itu membuat produk menjadi lebih mahal bagi pembeli di Amerika Serikat. Sebagai akibatnya, proyeksi penjualan meleset dan perusahaan mencatatkan penjualan jatuh 10%. Karena menyimpang dari asumsi awal, arus kas perusahaan kemungkinan terganggu.
Bagaimana risiko valuta asing dikelola
Ada beberapa alternatif untuk mengelola risiko valuta asing, diantaranya adalah:
- Menggunakan mata uang tunggal untuk seluruh transaksi. Misalnya, perusahaan Indonesia hanya membuat dan menerima pembayaran dalam rupiah, alih-alih mata uang asing.
- Lindung nilai seperti forward exchange rates, futures contracts, FX swap, dan FX options. Misalnya, ketika mengambil forward, perusahaan mengunci nilai tukar pembayaran di masa depan dalam mata uang asing.
- Diversifikasi sumber pendapatan dengan menerima pembayaran dalam berbagai mata uang. Itu mengurangi risiko konsentrasi pendapatan pada mata uang tertentu.
- Fleksibilitas manajemen rantai pasokannya. Misalnya, perusahaan memiliki berbagai alternatif pemasok dengan berbagai mata uang pembayaran.
- Membangun fasilitas produksi di berbagai negara. Dengan begitu, eksposur risiko operasional juga terdiversifikasi.
Menggunakan mata uang tunggal dalam semua transaksi
Meski bebas terhadap risiko nilai tukar, namun, strategi ini mengandung beberapa kelemahan. Pergerakan nilai tukar tidak hanya merugikan tapi, kadang-kadang itu menguntungkan.
- Depresiasi membuat harga produk lebih murah bagi pembeli asing. Perusahaan tidak harus secara sengaja menurunkan harga jual secara langsung untuk merangsang penjualan.
- Apresiasi memungkinkan pembayaran yang lebih murah. Bunga pinjaman luar negeri lebih murah, begitu juga ketika membeli bahan baku dan barang modal dari luar negeri.
Selanjutnya, menggunakan mata uang tunggal mengurangi fleksibilitas. Pesaing mungkin menawarkan lebih banyak fleksibilitas mata uang, yang mana membuatnya menarik bagi beberapa pelanggan. Sebagai hasilnya, perusahaan potensial kehilangan daya saing.
Ukuran risiko valas
Diantara ukuran dalam manajemen risiko nilai tukar adalah value at risk(VaR). VaR mengukur kemungkinan nilai kerugian dan probabilitasnya, mempertimbangkan kondisi pasar normal, dalam periode waktu tertentu seperti sehari.
VaRbergantung pada tiga parameter, yakni hold period, tingkat kepercayaan dan satuan mata uang yang akan digunakan untuk denominasi VaR. Hold period merujuk pada lamanya waktu yang direncanakan untuk memegang posisi valuta asing, misalnya sehari. Tingkat kepercayaan mengukur probabilitas nilai berada pada rentang estimasi, biasanya adalah 99 persen dan 95 persen.
Misalnya, VaR harian dengan probabilitas 95% adalah IDR1 juta. Itu berarti ada probabilitas 0,05 bahwa portofolio akan turun nilainya lebih dari IDR1 juta selama periode satu hari. Kita juga dapat mengartikannya, dalam periode 20 hari kedepan, terdapat kemungkinan rugi harian sebesar paling tidak IDR1 juta.