Contents
Hiperinflasi merupakan kondisi ketika tingkat inflasi sangat tinggi. Persentasenya bisa lebih dari 50% per bulan dan dalam kasus ekstrim, harga bisa berlipat ganda dalam satu hari. Uang menjadi tidak berharga dan orang-orang merasa kesulitan untuk membeli produk dan jasa. Mereka ingin segera mengkonversi uang tunai menjadi barang riil karena harga naik sangat cepat.
Hiperinflasi adalah peristiwa ekonomi makro yang menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan mata uang. Ketika mata uang dianggap memiliki nilai sedikit atau tidak sama sekali, orang mulai menimbun komoditas dan barang yang memiliki nilai. Ketika harga mulai naik, barang-barang pokok menjadi langka, menyebabkan harga terus melonjak.
Penyebab hiperinflasi
Hiperinflasi terjadi karena pertumbuhan pasokan uang yang berlebihan. Ini sering terjadi ketika pemerintah menjalankan defisit anggaran yang besar dan untuk membiayai defisit, mereka mencetak uang. Tetapi, peningkatan tinggi dalam jumlah uang beredar tidak didukung oleh pertumbuhan dalam output barang dan jasa. Akibatnya, lebih banyak uang dicetak untuk mendukung pengeluaran pemerintah dan lebih banyak uang tunai mengejar barang dan jasa yang terbatas.
Harga yang lebih tinggi pada akhirnya menyebabkan jumlah uang baru terus meningkat demi mendanai defisit pemerintah. Ini kemudian menciptakan lingkaran setan dalam perekonomian.
Inflasi yang tinggi membuat orang tidak mau memegang mata uang lokal. Mereka dengan cepat menghabiskan setelah mereka menerima uang, sehingga meningkatkan perputaran uang. Perputaran uang yang tinggi akan mempercepat inflasi jika output tidak tumbuh pada tingkat yang sesuai.
Guncangan pasokan juga menyebabkan inflasi di luar kendali. Biasanya dikaitkan dengan perang, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh penderitaan ekonomi (economic distress), ketidakstabilan politik atau bencana alam.
Kesalahan manajemen dalam perekonomian juga dapat memainkan peran penting mendorong inflasi tinggi. Selama boom komoditas, banyak negara seperti Venezuela menikmati harga komoditas yang sangat tinggi. Pendapatan pemerintah meningkat, demikian juga pengeluaran. Tetapi, alih-alih meningkatkan pengeluaran untuk mendorong kapasitas produksi ekonomi di masa depan, lebih banyak pengeluaran dihabiskan untuk komponen yang tidak produktif. Dan ketika harga turun, pendapatan pemerintah juga turun, tetapi pengeluaran tidak serta merta jatuh. Ini menciptakan defisit yang problematis bagi ekonomi.
Efek hiperinflasi
Hiperinflasi akan membuat uang kehilangan fungsinya sebagai penyimpan nilai dan hanya berfungsi sebagai alat tukar saja. Oleh karena itu, orang lebih suka memegang barang riil daripada uang tunai. Ini karena nilai uang jatuh dengan sangat cepat. Jadi, uang berpindah tangan dengan sangat cepat selama hiperinflasi.
Dalam upaya untuk menghindari membayar harga yang lebih tinggi di hari berikutnya karena hiperinflasi, individu biasanya akan mulai menimbun barang tahan lama seperti peralatan, mesin, perhiasan, dll. Ketika situasi tersebut berlangsung berkepanjangan, individu akan mulai menimbun barang yang mudah rusak.
Namun, praktik tersebut menyebabkan lingkaran setan – ketika harga naik, orang menimbun lebih banyak barang, pada gilirannya, menciptakan permintaan barang yang lebih tinggi dan semakin meningkatkan harga. Jika hiperinflasi berlanjut, itu menyebabkan keruntuhan perekonomian.
Hiperinflasi yang parah dapat menyebabkan ekonomi domestik beralih ke ekonomi barter, dengan dampak signifikan terhadap kepercayaan bisnis. Ini juga dapat menghancurkan sistem keuangan karena bank tidak mau meminjamkan uang.
Solusi mengontrol hiperinflasi
Hiperinflasi perlu diatasi dengan reformasi fiskal. Pengurangan besar dalam pengeluaran memungkinkan pemerintah tidak perlu lagi mencetak uang besar-besaran. Ini, pada gilirannya, mengurangi kebutuhan seigniorage dan mengurangi tekanan pada harga barang dan jasa dalam perekonomian.
Selain itu, bank sentral juga dapat mengendalikan inflasi melalui kebijakan moneter kontraktif, yakni mengurangi jumlah uang beredar dalam perekonomian. Karena ada penurunan jumlah uang beredar, mereka yang memiliki uang cenderung lebih menyukai untuk menabung. Ini, pada gilirannya, mengurangi pengeluaran, memperlambat ekonomi, dan menurunkan tingkat inflasi.
Alat yang digunakan oleh bank sentral untuk menerapkan kebijakan kontraksioner termasuk meningkatkan suku bunga, menaikkan rasio cadangan wajib, dan operasi pasar terbuka dengan menjual surat utang berharga.
Contoh hiperinflasi yang pernah terjadi
Berikut ini adalah rincian fenomena hiperinflasi di sejumlah negara:
Lokasi | Tingkat inflasi bulanan tertingi | Setara sehari | Tanggal |
Hongaria | 4.19 × 1016% | 207% | Jul-46 |
Zimbabwe | 7.96 × 1010% | 98.00% | Mid-Nov-2008 |
Yugoslavia | 313,000,000% | 64.60% | Jan-94 |
Republika Srpska | 297,000,000% | 64.30% | Jan-94 |
Jerman | 29,500% | 20.90% | Oct-23 |
Yunani | 13,800% | 17.90% | Oct-44 |
Cina | 5,070% | 14.10% | Apr-49 |
Kota Gratis Danzig | 2,440% | 11.40% | Sep-23 |
Armenia | 438% | 5.77% | Nov-93 |
Turkmenistan | 429% | 5.71% | Nov-93 |
Taiwan | 399% | 5.50% | Aug-45 |
Peru | 397% | 5.49% | Aug-90 |
Bosnia dan Herzegovina | 322% | 4.92% | Jun-92 |
Perancis | 304% | 4.77% | Mid-Aug-1796 |
Cina | 302% | 4.75% | Jun-45 |
Ukraina | 285% | 4.60% | Jan-92 |
Polandia | 275% | 4.50% | Oct-23 |
Nikaragua | 261% | 4.37% | Mar-91 |
Kongo (Zaire) | 250% | 4.26% | Nov-93 |
Rusia | 245% | 4.22% | Jan-92 |
Bulgaria | 242% | 4.19% | Feb-97 |
Moldova | 240% | 4.16% | Jan-92 |
Rusia / Uni Soviet | 212% | 3.86% | Feb-24 |
Georgia | 211% | 3.86% | Sep-94 |
Tajikistan | 201% | 3.74% | Jan-92 |
Georgia | 198% | 3.70% | Mar-92 |
Argentina | 197% | 3.69% | Jul-89 |
Bolivia | 183% | 3.53% | Feb-85 |
Belarus | 159% | 3.22% | Jan-92 |
Kirgistan | 157% | 3.20% | Jan-92 |
Kazakhstan | 141% | 2.97% | Jan-92 |
Austria | 129% | 2.80% | Aug-22 |
Bulgaria | 123% | 2.71% | Feb-91 |
Uzbekistan | 118% | 2.64% | Jan-92 |
Azerbaijan | 118% | 2.63% | Jan-92 |
Kongo (Zaire) | 114% | 2.57% | Nov-91 |
Peru | 114% | 2.57% | Sep-88 |
Taiwan | 108% | 2.46% | Oct-48 |
Hongaria | 98% | 2.30% | Jul-23 |
Chili | 88% | 2.12% | Oct-73 |
Estonia | 87% | 2.11% | Jan-92 |
Angola | 84% | 2.06% | May-96 |
Brazil | 82% | 2.02% | Mar-90 |
Republik Demokratik Kongo | 79% | 1.95% | Aug-98 |
Polandia | 77% | 1.93% | Jan-90 |
Armenia | 73% | 1.85% | Jan-92 |
Tajikistan | 65% | 1.69% | Nov-95 |
Latvia | 64% | 1.67% | Jan-92 |
Turkmenistan | 63% | 1.63% | Jan-96 |
Filipina | 60% | 1.58% | Jan-44 |
Yugoslavia | 60% | 1.57% | Dec-89 |
Jerman | 57% | 1.51% | Jan-20 |
Kazakhstan | 56% | 1.48% | Nov-93 |
Lithuania | 54% | 1.45% | Jan-92 |
Belarus | 53% | 1.44% | Aug-94 |
Taiwan | 51% | 1.38% | Feb-47 |