Contents
Apa itu: Integrasi vertikal (vertical integration) adalah upaya untuk memperluas bisnis dengan masuk tahap lain dalam rantai pasokan saat ini di bawah kepemilikan atau kendali sebuah perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan masuk ke bisnis hilir atau bisnis hulu. Caranya mungkin melalui merger, akuisisi, atau pertumbuhan internal.
Perusahaan berusaha untuk mengontrol semua tahapan dalam rantai pasokan, mulai dari ekstraksi bahan baku hingga penjualan produk akhir. Contoh integrasi vertikal adalah sebuah perusahaan manufaktur yang mengakuisisi distributor atau pemasok bahan bakunya.
Tujuan integrasi vertikal adalah mengamankan rantai pasokan dan menangkap penciptaan nilai dan keuntungan di setiap rantai nilai. Strategi ini memungkinkan perusahaan untuk memiliki kendali yang lebih tinggi terhadap pasokan dan penjualan, sehingga mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi.
Tapi, strategi integrasi tersebut juga memiliki kelemahan. Selain membutuhkan investasi yang besar, kegagalan juga muncul karena perusahaan menjadi kurang fokus pada bisnis atau kompetensi inti mereka.
Jenis integrasi vertikal
Rantai pasokan melibatkan berbagai perusahaan dan aktivitas. Untuk perusahaan manufaktur, tahapannya mulai dari aktivitas ekstraksi sumber daya alam, produksi bahan baku, hingga penjualan produk ke pelanggan akhir.
Sebelumnya terintegrasi, sebuah perusahaan fokus pada satu aktivitas, misalnya manufaktur produk konsumen. Sementara aktivitas produksi bahan baku dan penjualan berada di bawah perusahaan lain. Perusahaan tidak dapat mengontrol pemasok bahan baku ataupun distributornya karena tidak memiliki saham mereka.
Untuk meningkatkan kendali atas pasokan bahan baku dan penjualan, perusahaan menempuh strategi integrasi vertikal. Motif utamanya adalah untuk mengurangi biaya produksi dan memastikan kualitas dan ketepatan waktu pengiriman bahan baku. Selain itu, perusahaan dapat lebih mengontrol distribusi, termasuk terkait dengan pergudangan dan pengiriman produk ke pengguna akhir.
Secara umum, integrasi vertikal terbagi ke dalam dua jenis berdasarkan pada posisi perusahaan dalam urutan rantai pasokan:
- Integrasi vertikal ke belakang (backward vertical integration)
- Integrasi vertikal ke depan (forward vertical integration)
Integrasi vertikal ke belakang
Integrasi vertikal ke belakang adalah ketika perusahaan memperluas bisnis dengan masuk ke pasar hulu. Atau, dengan kata lain, perusahaan masuk ke pasar input. Tujuan utamanya adalah untuk mengamankan pasokan input (spesifikasi dan waktu pengiriman) untuk memastikan kualitas output akhir yang konsisten.
Contoh integrasi vertikal ke belakang adalah perusahaan minyak goreng mendirikan anak perusahaan minyak kelapa sawit mentah. Atau, dalam kasus lain, perusahaan mobil mengambialih perusahaan ban.
Integrasi vertikal ke depan
Integrasi vertikal ke depan adalah kebalikan dari integrasi ke belakang. Di sini, perusahaan memperluas bisnis ke pasar hilir mereka (distribusi atau ritel). Misalnya, produsen mobil mengambil alih sebuah distributor mobil.
Tujuan integrasi vertikal ke depan adalah untuk memastikan produk sampai di tangan pelanggan tanpa merusak citra perusahaan. Selain itu, perusahaan juga dapat menggali informasi dan menerima umpan balik dari pelanggan. Itu berguna untuk pengembangan produk baru dan menciptakan nilai superior.
Perbedaan integrasi vertikal dan integrasi horizontal
Strategi integrasi terbagi ke dalam dua jenis, integrasi vertikal dan horizontal. Integrasi vertikal mengkonsolidasikan beberapa bisnis di tahap rantai pasokan berbeda (pemasok dan distributor) . Sedangkan, integrasi horizontal mengkonsolidasikan bisnis di rantai pasokan yang sama (pesaing).
Untuk menjalankan integrasi horizontal, perusahaan mengakuisisi pesaing mereka. Pilihan lain adalah melalui merger. Selain itu, perusahaan dapat mendirikan anak usaha di negara lain dengan bisnis inti yang sama.
Di bawah integrasi horizontal, ukuran perusahaan tumbuh lebih besar, memungkinkannya untuk memiliki lebih banyak kekuatan pasar, baik secara langsung maupun melalui anak usahanya. Keuntungan seharusnya meningkat karena perusahaan memiliki lebih banyak pelanggan, yang mana mendukung penjualan output dan skala ekonomi yang lebih tinggi.
Beberapa integrasi horizontal berhasil, dan beberapa gagal. Kegagalan bisa berasal dari konflik budaya dan kegagalan mensinergikan kompetensi inti. Dalam kasus akuisisi, kegagalan juga terjadi karena biaya pengambilalihan lebih tinggi daripada nilai akuisisi.
Dibandingkan dengan integrasi horizontal, integrasi vertikal kurang rentan terhadap pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah. Itu tidak menjadikan kekuatan monopoli seperti pada integrasi horizontal.
Sebaliknya, dalam integrasi horizontal, akuisisi dan merger dengan pesaing harus tunduk pada ketentuan undang-undang anti monopoli. Keduanya meningkatkan kekuatan pasar dan rentan terhadap praktik anti persaingan. Di pasar duopoli, misalnya, merger horizontal menghasilkan monopoli dan itu ilegal di beberapa negara.
Tiga cara integrasi bisnis
Tiga alternatif untuk integrasi vertikal adalah:
- Merger,
- Akuisisi, atau
- Pengembangan internal.
Di bawah pertumbuhan internal, perusahaan masuk sebagai pemain baru di pasar distribusi atau input. Perusahaan mendirikan anak usaha baru, membangun fasilitas produksi, dan merekrut tenaga kerja secara sendiri. Itu biasanya lambat dan membutuhkan sumber daya yang signifikan.
Alternatif yang lebih cepat adalah dengan mengakuisisi pemasok atau distributor. Strategi ini juga untuk menghindari pembalasan dan reaksi kompetitif pesaing di pasar target. Ketika perusahaan masuk sebagai pemain baru, itu menambah pasokan di pasar dan menekan harga dan keuntungan. Oleh karena itu, petahana berkepentingan untuk mencegahnya.
Selanjutnya, merger melibatkan penggabungan dua perusahaan dan menyisakan satu entitas yang bertahan. Katakanlah, pemanufaktur merger dengan distributornya dan meninggalkan pemanufaktur sebagai entitas yang bertahan. Dalam hal ini, manajemen dan karyawan melebur ke pemanufaktur dan di bawah satu manajemen.
Berbeda dengan merger, dalam akuisisi, pengakuisisi dan perusahaan target masih menjadi dua entitas yang bertahan dengan manajemen yang independen. Paska akuisisi, perusahaan target menjadi anak usaha pengakuisisi.
Keuntungan dan kelemahan integrasi vertikal
Biasanya, perusahaan mengadopsi strategi integrasi vertikal untuk mendapatkan kontrol yang lebih kuat atas jaringan pasokan atau jaringan distribusi. Dan rincian keuntungan dari integrasi vertikal adalah sebagai berikut:
- Penjualan dan profitabilitas yang lebih tinggi. Perusahaan dapat menangkap lebih banyak laba dan nilai di setiap rantai pasokan. Paska integrasi berarti mengkonsolidasikan pendapatan dan keuntungan, yang mana sebelumnya dinikmati oleh pemasok atau distributor mereka.
- Biaya produksi yang lebih rendah. Di bawah satu kontrol, perusahaan dapat menghemat biaya terkait dengan produksi, transportasi, inspeksi kualitas input, dan waktu pengiriman. Perusahaan dapat mentransfer penghematan biaya di salah satu rantai pasokan ke konsumen (melalui harga yang lebih rendah).
- Mengurangi ketergantungan terhadap pihak eksternal. Itu penting ketika pihak eksternal mengalami kesulitan keuangan atau kegagalan bisnis. Dengan demikian, integrasi mengurangi gangguan karena pihak eksternal tidak dapat diandalkan.
- Posisi tawar yang lebih kuat. Melalui integrasi, pasokan dan distribusi di bawah kendali perusahaan. Perusahaan mungkin memiliki ruang untuk menegosiasikan spesifikasi kualitas, harga atau persyaratan kredit; yang mana mungkin tidak mereka dapatkan sebelum integrasi.
- Memperoleh umpan balik pelanggan. Perusahaan mendapatkan informasi tentang pemasaran dan persaingan, yang mana berguna untuk mengembangkan produk baru dan memberikan penawaran yang unggul.
- Meningkatkan keandalan. Misalnya, perusahaan memastikan produk sampai ke pelanggan sesuai pesanan dan tepat waktu dengan meningkatkan sinergi dan koordinasi antara pasokan, produksi dan distribusi.
- Membangun kekuatan pasar dan hambatan masuk. Perusahaan dapat memonopoli pasar di seluruh rantai dan memberikan akses yang lebih sedikit kepada pesaing.
Di sisi lain, integrasi vertikal juga mengandung sejumlah kelemahan berikut:
- Mengalihkan perhatian bisnis. Perusahaan memiliki berbagai bisnis di luar kompetensi inti, membuat proses koordinasi lebih kompleks. Mereka kehilangan fokus pada bisnis inti. Bisnis yang berbeda membutuhkan keahlian yang berbeda untuk menciptakan nilai dan keuntungan.
- Menambah risiko. Masuk ke bisnis baru berarti menambah risiko bisnis, tidak hanya menambah keuntungan potensial.
- Pengelolaan menjadi lebih kompleks. Operasi menjadi lebih gemuk dan birokrasi menjadi lebih rumit, sehingga lebih sulit untuk mengatur dan mengkoordinasikan proses bisnis. Itu juga mengurangi fleksibilitas perusahaan dalam menanggapi dinamika persaingan dan permintaan.
- Membutuhkan modal besar. Perusahaan harus menginvestasikan banyak modal untuk mengambil alih perusahaan lain atau mendirikan anak perusahaan. Seringkali, perusahaan mendanainya melalui utang, yang mana meningkatkan leverage keuangan. Ketika integrasi gagal menciptakan nilai yang lebih besar daripada biaya modal, itu menurunkan nilai perusahaan.
- Inefisiensi operasi. Membeli input dari pemasok mungkin lebih murah dan efisien. Karena lebih fokus, pemasok dapat mencapai skala ekonomi dan keunggulan kompetitif yang lebih baik, misalnya karena dapat menjangkau penjualan dan pelanggan yang lebih luas. Inefisiensi juga muncul karena manajemen tidak memiliki fokus bisnis inti.
- Rentan terhadap kegagalan internal. Kegagalan di satu rantai pasokan mengganggu operasional secara keseluruhan. Jika terpaksa mengalihdayakan ke pihak eksternal, itu akan menambah biaya.