Contents
Apa itu: Pengangguran sukarela (voluntary unemployment) adalah situasi di mana seseorang memilih untuk tidak bekerja. Ini adalah terkait dengan pilihan dan preferensi, bukan karena lowongan kerja tidak tersedia. Dengan kata lain, individu sengaja memilih untuk menganggur meskipun pekerjaan tersedia.
Beberapa alasan menjelaskan mengapa orang memilih untuk menganggur. Misalnya, individu tidak mengambil sebuah pekerjaan karena upah rendah, tidak cukup untuk memenuhi biaya hidup. Atau, mereka tidak cocok dengan posisi pekerjaan yang tersedia. Tunjangan pengangguran yang murah hati juga bisa menjadi alasan mengapa mereka memilih untuk tidak bekerja.
Apakah pengangguran sukarela dihitung sebagai angkatan kerja?
Angkatan kerja mewakili populasi usia produktif yang saat ini sedang bekerja atau sedang menganggur tapi aktif mencari pekerjaan.
Individu yang menganggur secara sukarela dihitung dalam angkatan kerja. Mereka mungkin aktif mencari pekerjaan. Namun, misalnya, karena belum menemukan sebuah pekerjaan yang lebih baik atau cocok dengan keahliannya, mereka memutuskan untuk menganggur sementara waktu sampai bertemu dengan yang tepat.
Ekonom membedakan individu yang menganggur secara sukarela dengan kelompok seperti ibu rumah tangga dan mahasiswa. Keduanya kelompok mungkin berada pada usia produktif dan karena itu, mampu bekerja. Tapi, yang pertama dihitung dalam angkatan kerja. Sebaliknya, yang kedua tidak dihitung sebagai angkatan kerja. Meski yang kedua memiliki kemampuan untuk bekerja, tapi namun mereka tidak secara aktif mencari pekerjaan.
Kasus yang sama juga relevan untuk mereka yang mengasuh anak atau anggota keluarga lainnya. Mereka mungkin juga berada pada berusia produktif. Tapi, mereka bukanlah angkatan kerja karena tidak aktif mencari pekerjaan.
Apa perbedaan pengangguran sukarela dengan pengangguran tidak sukarela?
Pengangguran sukarela berbeda dari pengangguran tidak sukarela. Meskipun, kadang kita sulit membedakan keduanya.
Pengangguran sukarela terjadi karena pilihan atau preferensi kita. Misalnya, kita menemukan beberapa pekerjaan dan sesuai dengan keahlian kita. Namun, karena gaji di bawah standar kita, kita memutuskan untuk tidak melamar. Atau, kita tidak mengambil sebuah pekerjaan karena membosankan meski keterampilan dan gaji sesuai kualifikasi kita.
Sementara itu, pengangguran tidak sukarela terjadi karena pekerjaan tidak tersedia. Maksud saya, kita tidak menemukan lowongan pekerjaan, meski telah mencari-cari. Jadi, masalah berasal dari lapangan kerja yang tidak tersedia. Atau, beberapa pekerjaan mungkin tersedia, namun kita tidak memiliki kualifikasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja.
Sebagian besar pengangguran friksional bersifat sukarela. Pekerja yang menganggur memilih untuk terus mencari pekerjaan dengan gaji yang sesuai, daripada mengambil pekerjaan apa pun yang mereka temukan. Akhirnya, mereka cukup lama menemukan pekerjaan yang tepat. Dan, selama mereka belum menemukan yang tepat, ekonom memasukkan mereka sebagai pengangguran.
Mengapa pengangguran sukarela terjadi?
Beberapa alasan menjelaskan mengapa orang memilih untuk tidak bekerja, meskipun ada peluang. Pertama, kita tidak melamar karena pekerjaan yang lowong menawarkan gaji rendah atau tidak sesuai dengan standar kita. Misalnya, gaji tersebut tidak cukup untuk membiayai pengeluaran kita. Sehingga, karena gaji rendah, kita mencari alternatif yang lain sampai menemukan yang tepat.
Dalam teori ekonomi, standar gaji kita tersebut disebut dengan gaji reservasi atau upah reservasi. Itu mewakili upah minimum yang bersedia kita terima untuk mengambil sebuah pekerjaan. Jika upah di pasar lebih rendah dari upah reservasi, kita secara sukarela memilih untuk menganggur. Tapi, sebaliknya, jika upah di pasar sama dengan atau lebih tinggi daripada upah reservasi kita, kita mengambil pekerjaan tersebut.
Kedua, kita mungkin menolak pekerjaan tertentu karena gaji atau tunjangan mereka tidak sesuai dengan harapan. Jadi, kita sudah melamar sebuah pekerjaan, tapi ketika negosiasi, perusahaan menawarkan gaji di bawah standar kita. Sebagai hasilnya, kita memilih untuk tidak mengambil kesempatan ini.
Menemukan pekerjaan yang tepat mungkin tidak terlalu memaksa secara finansial. Misalnya, kita memiliki tabungan yang cukup untuk membiayai pengeluaran selama menganggur. Sehingga, kita tidak akan mengambil pekerjaan jika gaji tidak sesuai dengan harapan kita.
Ketiga, tarif pajak marjinal terlalu tinggi. Akibatnya, itu mencegah orang mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi. Tarif pajak yang tinggi mengurangi gaji efektif yang mereka bawa pulang. Mereka mungkin berpikir, untuk apa bekerja, jika apa yang kita seharusnya peroleh tidak kita nikmati, melainkan dibayarkan sebagai pajak.
Keempat, pencarian pekerjaan membutuhkan waktu lama. Akhirnya, kita menyerah. Dalam kasus ini, preferensi kita untuk tidak bekerja muncul sebagai pengangguran sukarela.
Kelima, tunjangan pengangguran yang murah hati. Misalnya, pemerintah menawarkan tunjangan pengangguran yang tinggi, mungkin melebihi biaya hidup minimum kita. Kita berpikir kita sudah makmur secara finansial dengan tunjangan pengangguran daripada mengambil pekerjaan bergaji rendah. Akhirnya, kita memilih untuk tetap menganggur. Singkat cerita, tunjangan yang murah hati mengurangi insentif orang untuk mengambil pekerjaan.
Keenam, orang-orang menganggur secara sukarela karena tidak menemukan pekerjaan yang sesuai. Lowongan yang tersedia mungkin kurang cocok dengan keterampilan atau kualifikasi mereka.
Atau, pekerjaan tersebut sesuai dengan keahlian, tapi terlalu sepele dan membosankan. Jadi, mereka tidak mengambilnya. Misalnya, seorang akuntan profesional mencari pekerjaan di departemen keuangan. Katakalah, dia menemukan lowongan. Dan itu menawarkan pekerjaan sebagai tenaga pembukuan keuangan. Meski dia memiliki kualifikasi tapi karena tidak sesuai dengan preferensi dia, dia mungkin tidak mengambilnya karena lebih suka bekerja sebagai analis keuangan atau di bidang corporate finance.
Bagaimana cara mengurangi pengangguran sukarela?
Mengurangi pengangguran sukarela mungkin lebih sulit daripada pengangguran tidak sukarela. Itu karena alasan untuk memilih tidak bekerja adalah preferensi. Dan setiap orang memiliki preferensi berbeda-beda.
Misalnya, menaikkan gaji adalah solusi untuk merekrut mereka yang menganggur secara sukarela. Tapi, berapa standar gaji tinggi yang tepat? Setiap orang memiliki upah reservasi yang berbeda. Sehinga, upah mungkin tinggi bagi seseorang, tapi tidak bagi yang lain.
Begitu juga, beberapa orang memiliki preferensi tentang pekerjaan yang bersedia mereka terima. Seorang profesional mungkin tidak mau bekerja sebagai buruh teknis. Atau, dalam contoh sebelumnya, seorang akuntan profesional lebih menyukai bekerja sebagai analis keuangan daripada sebagai tenaga pembukuan keuangan.
Meskipun demikian, untuk beberapa kasus, pengangguran sukarela bisa dikurangi dengan meningkatkan insentif ke mereka. Pertama, pemerintah menurunkan tarif pajak marginal. Tarif yang lebih rendah membuat bekerja menjadi lebih menarik daripada waktu luang. Itu meng-insentif orang untuk mengambil pekerjaan.
Tarif pajak juga mengurangi upah reservasi. Misalnya, orang memperhitungkan tarif pajak ketika menghitung upah reservasi, tidak hanya biaya hidup. Sehingga, jika tarif turun, orang bersedia menerima pekerjaan tertentu, yang mana sebelumnya tidak mau karena pajak tinggi mengurangi take home pay mereka.
Kedua, pemerintah mereformasi tunjangan pengangguran. Jika tunjangan yang murah hati memberi pengangur insentif untuk tidak bekerja, maka mengurangi itu seharusnya menghasilkan efek sebaliknya. Tunjangan yang lebih rendah mendorong orang untuk mencari pekerjaan untuk menopang biaya hidup mereka. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan tunjangan karena tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Ketiga, membuat informasi tentang lowongan pekerjaan lebih tersedia adalah cara lainnya. Itu meningkatkan pilihan yang tersedia. Sehingga, orang lebih mudah untuk menemukan pekerjaan yang tepat.