Contents
Rasio keuangan untuk analisis peringkat kredit biasanya fokus untuk menjawab pertanyaan “seberapa mampu perusahaan menghasilkan arus kas yang cukup untuk membiayai kewajibannya”. Itu membandingkan dua metrik: kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan kewajiban perusahaan (bunga dan utang).
Sebelum menyajikan apa saja rasio keuangan yang digunakan, mari kita bahas apa itu apa itu peringkat kredit dan apa itu risiko kredit.
Apa itu peringkat kredit?
Peringkat kredit (credit rating) adalah sebuah metrik untuk mencerminkan kelayakan dan kualitas kredit dari penerbit surat utang. Itu dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat kredit, yang mana tiga yang terkenal di dunia adalah Standard & Poor’s, Moody’s, dan Fitch. Sedangkan, penerbit surat utang bisa berasal dari perusahaan, pemerintah nasional atau pemerintah daerah. Di artikel ini, saya fokus pada peringkat kredit perusahaan.
Peringkat terbagi ke dalam beberapa kategori. Itu mungkin untuk peringkat jangka panjang atau jangka pendek, masing-masing memiliki kode tersendiri. Begitu juga, kode untuk tingkatan kredit juga bervariasi antar lembaga pemerintah.
AAA atau kode setaranya adalah peringkat tertinggi. Itu menunjukkan kelayakan kredit terbaik. Sedangkan, D adalah peringkat terendah, menunjukkan penerbit surat utang gagal bayar.
Dan, secara umum, peringkat kredit bisa kita kelompokkan menjadi dua kelas yang lebih luas:
- Investment grade mencakup peringkat BBB- hingga AAA atau setaranya. Penerbit memiliki kelayakan kredit yang relatif baik. Sehingga, ketika mereka menerbitkan surat utang, mereka bisa memperoleh biaya dana yang lebih murah daripada peringkat non-investment grade.
- Non-investment grade mencakup peringkat di bawah BBB-. Surat utang atau obligasi dengan peringkat tersebut sering kita sebut dengan junk bonds, high-yield bonds, dan speculative bonds.
Apa itu risiko kredit?
Risiko kredit (credit risk) mencerminkan ketidakpastian tentang kemampuan dan kemauan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kontraktualnya. Sementara itu, bagi kreditur atau pemegang surat utang, risiko yang mereka tanggung jika peminjam tidak dapat melakukan pembayaran tepat waktu kita sebut sebagai risiko gagal bayar. Sehingga, risiko kredit yang lebih tinggi mengarah pada risiko gagal yang lebih tinggi. Peminjam dengan karakteristik demikian akan memiliki peringkat yang rendah.
Risiko kredit perusahaan berasal dari dua aspek: risiko bisnis dan risiko keuangan. Dari kedua aspek, analis kredit kemudian menjabarkannya menjadi beberapa indikator untuk mengukur, baik kuantitatif maupun kualitatif.
Risiko bisnis (business risk) terkait dengan ketidakpastian dalam mewujudkan laba dan arus kas masa depan akibat faktor selain leverage keuangan. Melainkan, itu terkait dengan aktivitas operasi bisnis perusahaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi risiko tersebut, termasuk:
- Posisi pasar
- Diversifikasi pendapatan
- Diversifikasi pendapatan
- Dinamika persaingan
- Kondisi makroekonomi
Risiko keuangan (financial risk) terkait dengan ketidakpastian dalam merealisasikan keuntungan dan arus kas akibat faktor terkait dengan leverage keuangan. Itu melibatkan kerugian atau keuntungan finansial. Itu biasanya bisa diukur dengan beberapa metrik keuangan untuk mengukur struktur modal, solvabilitas, likuiditas, dan profitabilitasnya.
Apa saja rasio keuangan untuk analisis peringkat kredit perusahaan?
Analis kredit mengevaluasi profil risiko kredit dan kelayakan kredit perusahaan untuk menetapkan peringkat kredit. Kelayakan kredit menunjukkan kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kontraktualnya di masa depan.
Dari risiko bisnis dan keuangan, analis menguraikan beberapa indikator untuk analisis. Selain itu, untuk peringkat global, peringkat negara (sovereign rating) juga dipertimbangkan. Dan, artikel ini tidak membahas semua indikator tersebut. Melainkan, di sini, saya hanya akan mengulas beberapa rasio keuangan untuk analisis peringkat kredit perusahaan, diantaranya:
- Debt to Capital
- FFO to debt
- Debt to EBITDA
- FFO to cash interest
- EBITDA to interest
- CFO to debt
- FOCF to debt
Debt to Capital
Dalam membiayai operasi dan pertumbuhannya, perusahaan tergantung pada modal. Itu berasal dari dua sumber: modal utang dan modal ekuitas.
Debt to capital memberitahu kita seberapa tergantung perusahaan terhadap modal utang. Tingginya utang berimplikasi pada leverage keuangan yang tinggi, yang mana mencerminkan risiko kredit yang tinggi.
Modal utang memiliki konsekuensi arus keluar reguler. Perusahaan harus membayar bunga secara periodik. Dan, pada saat jatuh tempo, mereka harus membayar pokok utang. Pembayaran semacam itu harus mereka lakukan bahkan ketika mereka tidak menghasilkan pendapatan.
Sementara itu, modal ekuitas mewakili kepemilikan di perusahaan. Pemasoknya kita sebut dengan pemegang saham atau pemilik.
Kemudian, kita membagi total utang berbunga (jangka pendek dan jangka panjang) dengan total modal untuk menghitung rasio debt to capital. Untuk mendapatkan total modal, kita menjumlahkan total utang dengan total ekuitas pemegang saham. Kita bisa menemukan keduanya di neraca keuangan. Adapun, rumus debt to capital adalah sebagai berikut:
- Debt to capital = Total utang / (Total utang + Total ekuitas)
Rasio debt to capital lebih tinggi menunjukkan risiko kredit yang lebih tinggi. Oleh karena itu, itu tidak disukai karena menunjukkan perusahaan mengambil lebih banyak utang, yang mana berdampak pada pembayaran bunga dan pokok yang lebih besar. Sebaliknya, rasio yang lebih rendah berarti perusahaan kurang tergantung pada utang.
Analis kredit mungkin masih bisa mentolerir debt to capital yang tinggi jika perusahaan mampu menghasilkan kas yang cukup dan rutin. Sehingga, mereka bisa membayar kewajiban kontraktual tepat waktu.
FFO to debt
Funds from operations (FFO) adalah alternatif untuk kas dari operasi (CFO). FFO mengukur kemampuan untuk menghasilkan arus kas berulang. Tapi, dibandingkan dengan CFO, FFO lebih halus karena mewakili arus kas yang tersedia bagi perusahaan sebelum disesuaikan dengan pengeluaran untuk operasi rutin dan untuk menumbuhkan bisnis di masa depan seperti modal kerja, belanja modal, dan item-item diskresioner seperti dividen dan akuisisi.
- FFO to debt (%) = FFO / Total debt
Rasio FFO to debt yang lebih tinggi adalah lebih disukai karena perusahaan membukukan FFO yang lebih tinggi relatif terhadap total utang. Dengan kata lain, perusahaan menghasilkan lebih banyak uang daripada utang yang diambil.
Debt to EBITDA
EBITDA adalah metrik untuk mengukur keuntungan perusahaan. Tapi, analis sering menggunakannya untuk mengindikasikan uang yang dihasilkan perusahaan. Berbeda dari laba bersih, EBITDA menyesuaikan laba dengan item-item non kas seperti beban depresiasi dan amortisasi. Sehingga, itu bisa mengindikasikan uang yang dihasilkan perusahaan sebelum membayar bunga dan pajak.
- Debt to EBITDA (x) = Total debt / EBITDA
Jadi, debt to EBITDA (x) menunjukkan ke kita berapa kali total utang perusahaan dibandingkan dengan uang yang dihasilkan. Misalnya, rasio debt to EBITDA sama dengan 2x berarti perusahaan harus mengumpulkan uang dua kali dari yang saat ini untuk bisa melunasi utang.
Karena EBITDA kita gunakan sebagai penyebut, rasio yang lebih rendah adalah lebih disukai, menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk melunasi hutangnya. Biasanya, rasio yang lebih tinggi dari 3x menjadi alarm.
FFO to cash interest
FFO to cash interest membandingkan uang yang dihasilkan perusahan dari operasi dengan pembayaran bunga. Itu menunjukkan ke kita berapa kali uang yang dihasilkan dibandingkan dengan uang untuk membayar bunga.
Cash interest mengecualikan bunga nontunai yang dibayarkan pada, misalnya, instrumen pembayaran dalam bentuk barang atau jasa (payment-in-kind instruments). Jadi, itu hanya mencakup pembayaran bunga tunai.
- FFO to Cash interest (x) = FFO / Cash Interest
Rasio yang lebih tinggi adalah lebih diinginkan. Perusahaan menghasilkan lebih banyak uang relatif terhadap uang untuk membayar beban bunga.
EBITDA to interest
EBITDA to interest mirip dengan FFO to cash interest. Keduanya mengukur seberapa mudah perusahaan dapat membayar bunga utang. Tapi, alih-alih-alih menggunakan metrik di laporan arus kas, kita menggunakan ukuran dari laporan laba rugi, yakni EBITDA, yang mana merupakan proxy berapa banyak uang yang dihasilkan oleh perusahaan.
- EBITDA to interest (x) = EBITDA / Interest expense
Rasio EBITDA to interest yang lebih tinggi adalah lebih lebih disukai karena menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam membayar bunga. Tapi, sebagaimana rasio lainnya, rasio yang ideal bervariasi antar industri.
Selain itu, beberapa analis mungkin menggunakan EBIT alih-alih EBITDA. Sehingga, rasio kita hitung dengan membagi EBIT dengan beban bunga.
- EBIT to interest expense = EBIT / Interest expense
Seperti EBITDA to interest, rasio yang lebih tinggi adalah lebih diinginkan karena menunjukkan kemampuan membayar bunga yang lebih baik.
CFO to debt
CFO to debt mengukur berapa persen uang yang dihasilkan dari operasi bisa menutup total utang perusahaan. Berbeda dari FFO, CFO adalah murni kas yang didapat dari operasi karena tidak memperhitungkan pengeluaran untuk belanja modal. Jadi, itu mengasumsikan perusahan tidak menyisihkan dana untuk membiayai investasi modal untuk menumbuhkan bisnis di masa depan.
- CFO to debt (%) = CFO / Total debt
CFO to debt yang lebih tinggi adalah lebih disukai. Karena menggunakan CFO sebagai pembilang, mengasumsikan kedua item meningkat, itu berarti perusahaan menghasilkan lebih banyak uang daripada peningkatan utangnya. Sehingga, perusahaan menghasilkan lebih banyak uang untuk membayar utang.
FOCF to debt
Arus kas operasi bebas (free operating cash flow atau FOCF) mengukur uang dari aktivitas operasi setelah dikurangi dengan belanja modal. Kadang kita juga menyebutnya sebagai arus kas bebas (FCF). Kita menghitung rasio dengan membagi FOCF dengan total utang.
- FOCF to debt (%) = FOCF / Total debt
FOCF yang lebih tinggi adalah lebih diinginkan. Itu menunjukkan perusahaan memiliki sisa kas setelah membayar pengeluaran untuk membiayai operasi dan pertumbuhan di masa depan, yang mana dapat digunakan untuk melunasi utang.
Bacaan selanjutnya
- Jenis Rasio Keuangan: Analisis dan Interpretasinya
- Rasio Aktivitas: Jenis, Rumus dan Interpretasi
- Rasio Likuiditas: Contoh, Formula, Cara Menghitung
- Rasio Solvabilitas: Formula, Contoh dan Perhitungannya
- Rasio Profitabilitas: Formula, Jenis dan Contoh
- Rasio Valuasi: Formula Dan Interpretasinya
- Gearing: Cara Mengukur, Keuntungan dan Kelemahan
- Rasio Keuangan Untuk Analisis Peringkat Kredit
- Rasio Arus Kas: Contoh, Formula dan Interpretasinya
- Analisis DuPont: Formula, Perhitungan, Dekomposisi, Pro, Kontra