Contents
Fitur obligasi berbeda dari satu obligasi ke obligasi lainya. Fitur tersebut akhirnya mempengaruhi risiko dan pengembalian yang kita peroleh ketika kita membeli obligasi. Misalnya, kita membedakan obligasi berdasarkan penerbit mereka, yang mana bisa datang dari korporasi, pemerintah atau lembaga supranasional. Obligasi pemerintah memiliki risiko yang lebih rendah daripada obligasi korporasi.
Fitur lainnya adalah peringkat kredit penerbit dan jatuh tempo. Jika memiliki peringkat kredit yang rendah, penerbit lebih berisiko dalam membayar kewajiban (kupon dan pokok). Tapi, mereka datang dengan pengembalian yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko yang lebih tinggi.
Demikian juga, obligasi dengan jatuh tempo lebih lama lebih berisiko daripada yang jatuh tempo lebih pendek. Ketika jatuh tempo panjang, ada ketidakpastian yang lebih tinggi terkait pembayaran kupon dan pokok. Sebaliknya, ketidakpastian itu lebih rendah ketika obligasi jatuh tempo dalam jangka lebih pendek.
Apa fitur obligasi yang lain? Artikel ini secara ringkas akan membahas poin-poin berikut:
- Penerbit obligasi
- Tanggal jatuh tempo
- Nilai nominal
- Tingkat kupon
- Mata uang obligasi
- Peringkat kredit
- Provisi tertanam (embedded provision)
- Senioritas
Penerbit obligasi
Siapa saja penerbit obligasi? Mereka bisa perusahaan, pemerintah atau organisasi supranasional. Misalnya, perusahaan menerbitkan obligasi untuk mengumpulkan dana untuk membiayai ekspansi. Dan menerbitkan obligasi adalah alternatif selain menerbitkan saham.
Bagi perusahaan, menerbitkan obligasi mungkin menjadi alternatif yang lebih disukai daripada mengambil pinjaman bank. Itu karena obligasi biasanya dianggap lebih murah daripada pinjaman bank.
Sementara itu, pemerintah menerbitkan obligasi untuk menutup defisit anggaran. Mereka bisa merupakan pemerintah nasional, yang mana menerbitkan obligasi sovereign. Atau, mereka adalah pemerintah daerah, yang mana menerbitkan obligasi daerah (municipal bonds).
Sementara itu, obligasi supranasional berasal dari organisasi seperti Dana Moneter Internasional IMF) dan Bank Dunia. Mereka menerbitkan obligasi untuk membiayai program mereka. Misalnya, pada tahun 2021, Bank Dunia menerbitkan obligasi senilai GBP1 miliar bertenor 7 tahun dan jatuh tempo Juli 2028. Penerbitan tersebut untuk membiayai program kegiatan pembangunan berkelanjutan.
Obligasi pemerintah berisiko lebih rendah dibandingkan dengan obligasi korporasi. Oleh karena itu, obligasi sovereign biasanya memiliki peringkat yang lebih tinggi daripada peringkat korporasi, kecuali dalam kasus khusus. Karena alasan ini, investor meminta premi yang lebih tinggi ketika mereka membeli obligasi korporasi untuk mengkompensasi risiko yang lebih tinggi tersebut.
Peringkat kredit
Peringkat kredit adalah fitur utama obligasi selain nilai nominal dan kupon. Itu bervariasi antar obligasi, tergantung pada kelayakan kredit penerbit.
Kelayakan kredit menunjukkan seberapa mampu dan mau penerbit membayar kewajibannya, yakni membayar kupon rutin dan pokok pinjaman pada saat jatuh tempo. Ketika mereka tidak dapat memenuhi kewajibannya, mereka gagal bayar.
Tingkat gagal bayar berhubungan positif dengan tingkat kupon. Semakin tinggi risiko gagal bayar, semakin tinggi tingkat kupon yang dibayarkan. Investor menganggap mereka lebih berisiko, sehingga meminta kupon yang lebih tinggi. Bagi penerbit, kupon yang lebih tinggi membuat pendanaan melalui obligasi menjadi lebih mahal.
Mengukur kelayakan kredit
Kelayakan kredit terindikasi dari peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit. Tiga lembaga pemeringkat kredit global terbesar adalah Standard and Poor’s (S&P), Moody’s, dan Fitch. Dan, mereka memberikan peringkat dari sangat baik hingga paling buruk, yang mana secara berurutan adalah: AAA, AA +, AA, AA-, A +, A, A-, BBB+, BBB, BBB-, BB +, BB, BB-, B +, B, B – , CCC +, CCC, CCC-, CC +, CC, CC-, C +, C, C- dan D.
Harap dicatat, Moody’s dan lembaga pemeringkat kredit lainnya mungkin menggunakan notasi yang berbeda dari yang diatas, meski secara konsep sama. Misalnya, peringkat tertinggi AAA sama dengan Aaa oleh Moody’s. Peringkat tersebut menunjukkan emiten memiliki risiko gagal bayar terendah, relatif terhadap peringkat lainnya.
Kemudian, kita mengkategorikan obligasi berdasarkan peringkat-peringkat tersebut ke dalam dua kelompok:
- Investment grade
- Non-investment grade
Investment grade mewakili peringkat BBB- atau lebih tinggi (setara dengan Baa3 atau lebih tinggi oleh Moody’s). Obligasi ini memiliki risiko gagal bayar yang relatif rendah. Sehingga, mereka menawarkan imbal hasil yang relatif rendah.
Non-investment grade memiliki peringkat lebih rendah dari BBB- (setara dengan di bawah Baa3 oleh Moodys). Mereka memiliki imbal hasil yang tinggi karena lebih berisiko daripada obligasi investment grade. Karena itu, kita juga menyebut mereka sebagai obligasi berimbal hasil tinggi. Nama lainnya adalah obligasi spekulatif dan obligasi sampah.
Tanggal jatuh tempo
Tanggal jatuh tempo adalah fitur obligasi berikutnya. Itu mengacu pada tanggal di mana penerbit akan membayar kembali pokok. Periode antara tanggal penerbitan dengan tanggal jatuh tempo adalah apa yang kita sebut tenor.
Obligasi datang dengan berbagai tenor; ada yang 3 tahun, 3 tahun, sampai lebih dari 10 tahun. Secara spesifik, kita menamai mereka secara berbeda. Jika jatuh tempo kurang dari 1 tahun, mereka kita sebut dengan bill. Jika jatuh tempo adalah 10 tahun atau kurang, kita sebut mereka sebagai notes. Dan jika jatuh tempo adalah lebih dari 10 tahun, kita sebut sebagai obligasi.
Semakin panjang tenor, semakin berisiko. Tenor yang lebih panjang membawa lebih banyak ketidakpastian terkait dengan pembayaran kupon dan pokok. Oleh karena itu, mereka akan menawarkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko yang lebih tinggi. Jika kita memplot hubungan antara jatuh tempo dan imbal hasil, kita mendapatkan kurva imbal hasil.
Meski obligasi pada umumnya memiliki tanggal jatuh tempo, namun, kasus spesifik mungkin tidak ada. Kita menyebut mereka sebagai obligasi perpetual. Penerbit tidak perlu menebus pokoknya tapi akan membayar kupon abadi selamanya.
Kurva yield normal dan kurva yield terbalik
Dalam kurva normal imbal hasil, tenor yang lebih tinggi menawarkan imbal hasil lebih tinggi dan sebaliknya berlaku. Tapi, dalam kasus khusus, itu bisa terbalik di mana obligasi bertenor lebih panjang memiliki imbal hasil lebih rendah daripada tenor lebih pendek. Itu kita sebut kurva imbal hasil terbalik (inverted yield curve).
Imbal hasil berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika harga naik, imbal hasil turun, dan sebaliknya berlaku. Kenaikan harga memungkinkan kita memperoleh keuntungan modal saat menjual obligasi.
Selain itu, harga obligasi sensitif terhadap suku bunga pasar. Kenaikan suku bunga pasar menyebabkan harga obligasi turun dan karena itu, imbal hasil naik. Sebaliknya, penurunan suku bunga pasar mendorong harga naik dan imbal hasil turun.
Par value
Nilai nominal (disebut juga dengan par value atau face value) mengacu pada jumlah pokok yang akan dibayarkan penerbit pada tanggal jatuh tempo. Biasanya, harga obligasi dikutip sebagai persentase nilai nominalnya. Misalnya, obligasi dikutip pada harga 95. Katakanlah, itu memiliki nilai nominal $1.000. Kutipan 95 menunjukkan harga obligasi saat ini adalah $950 (95% × $1.000).
Kutipan memudahkan kita apakah obligasi diperdagangkan dengan harga premium, diskon, atau par. Ketika harga di atas 100%, obligasi berada pada premium. Sedangkan kuotasi 100% menunjukkan obligasi tersebut diperdagangkan pada nominal (at par). Terakhir, jika di bawah 100%, maka obligasi berada pada diskon.
Pada saat jatuh tempo, harga obligasi selalu mengarah pada nilai nominalnya (100%). Jadi, saat diperdagangkan dengan harga premium, harga obligasi cenderung turun mendekati tanggal jatuh tempo. Sebaliknya, obligasi diskon akan melihat kenaikan harga mendekati tanggal jatuh tempo.
Kupon
Kupon mengacu pada nominal bunga yang dibayarkan oleh penerbit ke pemegang obligasi. Jika kita membagi itu dengan nilai nominal, kita mendapatkan tingkat kupon, dinyatakan sebagai persentase. Itu mirip dengan tingkat bunga pinjaman bank, yang mana mewakili persentase dan bunga mewakili nilai nominalnya.
Misalnya, sebuah obligasi senilai $100 dengan tingkat kupon 6%. Penerbit akan membayar $6 ( $100 x 6%) kupon kepada pemegang obligasi secara rutin.
Penerbit membayar kupon secara berkala sampai jatuh tempo. Pembayaran bisa tahunan, setengah tahunan, triwulanan, atau bulanan. Jadi ketika pembayaran obligasi pada contoh di atas adalah triwulanan, pemegang obligasi akan menerima kupon sebesar $1,5 ($6/4) setiap tiga bulan.
Obligasi tingkat kupon tetap vs. obligasi tingkat kupon mengambang
Fitur kupon membedakan obligasi menjadi dua kategori:
- Obligasi tingkat kupon tetap (fixed-rate bonds)
- Obligasi tingkat kupon mengambang (floating-rate bonds)
Fixed-rate bonds membayar tingkat kupon tetap dari penerbitan pertama hingga jatuh tempo. Misalnya, perusahaan menerbitkan obligasi dan menawarkan tingkat kupon 6% setahun, dibayar setiap semester. Katakanlah, obligasi tersebut memiliki nilai nominal $100. Maka, perusahaan tersebut akan membayar tingkat kupon 3% per semester atau senilai $3. Persentase kupon tersebut tidak berubah meski suku bunga pasar dan tingkat inflasi berubah.
Sementara itu, floating-rate bonds menawarkan kupon variabel. Persentasenya berubah dari waktu ke waktu. Misalnya, rumus tingkat kupon adalah 2% + Suku bunga referensi. Katakanlah London Interbank Offered Rate (LIBOR) tiga bulan adalah suku bunga referensi. Maka tingkat kupon tersebut adalah 2% + LIBOR 3 bulan. Ketika LIBOR berubah, tingkat kupon juga ikut berubah.
Floating-rate bonds mungkin menggunakan tingkat inflasi sebagai referensi. Contohnya adalah Treasury Inflation-Protected Security (TIPS). TIPS melindungi investor dari inflasi. Nilai nominalnya akan meningkat ketika inflasi dan turun ketika deflasi.
Selain kedua jenis, ada juga obligasi tanpa kupon (zero-coupon bond). Dalam kasus ini, penerbit tidak membayar kupon sama sekali. Sebaliknya ,mereka menjualnya dengan harga diskon untuk menarik investor. Dan karena dijual dengan harga diskon, harganya perlahan akan naik sampai mendekati jatuh tempo, dan investor mendapatkan keuntungan modal saat menjualnya.
Mata uang
Obligasi datang dengan denominasi mata uang berbeda. Umumnya, penerbit menerbitkan obligasi mata uang domestik (local currency bond) bila target mereka adalah investor lokal. Obligasi ini tidak memiliki risiko translasi karena investor dan penerbit obligasi menggunakan mata uang lokal dalam operasi mereka – kecuali investor adalah investor asing.
Namun, pasar yang kurang likuid mungkin membuat obligasi mata uang lokal relatif kurang menarik bagi investor asing. Selain risiko likuiditas, investor asing harus menanggung risiko translasi karena berinvestasi dalam mata uang yang berbeda dari mata uang operasi mereka.
Untuk menjangkau lebih banyak investor, penerbit mungkin menerbitkan obligasi mereka di pasar internasional. Obligasi mereka berdenominasi mata uang internasional seperti dolar AS dan Euro. Kita menyebut mereka sebagai obligasi global.
Terkait dengan obligasi global, ada beberapa nama yang mungkin anda pernah mendengarnya:
- Samurai bonds – obligasi berdenominasi yen yang diterbitkan di Jepang oleh penerbit non-Jepang. Mereka tunduk pada peraturan khas Jepang. Misalnya, perusahaan Indonesia menerbitkan obligasi yen di Tokyo.
- Eurobonds – obligasi yang diterbitkan dalam mata uang selain mata uang lokal di pasar di mana itu diterbitkan. Misalnya, perusahaan Indonesia menerbitkan surat utang berdenominasi rupiah di Amerika Serikat.
- Euroyen – obligasi berdenominasi yen yang diterbitkan di luar pasar Jepang dan pasar lokal penerbit. Dengan kata lain, mereka adalah eurobonds yang diterbitkan dalam yen Jepang. Misalnya, perusahaan Indonesia menerbitkan obligasi berdenominasi yen di Amerika Serikat.
- Eurodollars – eurobond yang diterbitkan dalam mata uang dolar AS di luar pasar Amerika dan pasar lokal penerbit. Misalnya, perusahaan Indonesia menerbitkan obligasi berdenominasi dolar AS di Jepang.
Risiko translasi
Ketika menerbitkan obligasi global, penerbit potensial menarik lebih banyak permintaan dari investor global. Namun, itu datang tidak tanpa risiko. Mereka juga menanggung resiko translasi ketika nilai tukar lokal mereka berfluktuasi terhadap dolar AS atau Euro.
Efek translasi bisa positif atau negatif. Misalnya, ketika mata uang lokal mereka terdepresiasi terhadap dolar AS, penerbit harus menanggung beban utang yang lebih tinggi. Mereka harus mengumpulkan lebih banyak mata uang lokal dan menukarnya ke dolar AS untuk menebus obligasi.
Ambil contoh yang disederhanakan. Perusahaan Indonesia menerbitkan obligasi global senilai $1 pada saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sama dengan Rp14.000 per dolar AS. Ketika rupiah terdepresiasi menjadi Rp28.000, perusahaan tersebut harus mengumpulkan lebih banyak rupiah (Rp28.000) untuk mendapatkan $1 dan menebus obligasi.
Sebaliknya, apresiasi menurunkan beban utang. Penerbit mengumpulkan lebih sedikit mata uang lokal untuk menukarnya ke dolar AS, membuat penebusan lebih murah.
Risiko translasi juga berlaku bagi investor. Misalnya, ketika investor asing membeli obligasi rupiah, mereka harus menukar dolar AS ke rupiah. Jika rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS, mereka bisa mendapatkan lebih banyak rupiah untuk nominal dolar yang sama, memungkinkan mereka bisa membeli lebih banyak obligasi rupiah. Misalnya, nilai tukar rupiah adalah Rp14.000 per dolar AS. Dengan berinvestasi $1, mereka bisa membeli 14.000 obligasi rupiah. Jika itu terdepresiasi menjadi Rp28.000, mereka mendapatkan 28.000 obligasi rupiah untuk setiap $1 yang diinvestasikan.
Tapi, ketika merealisasikan keuntungan, depresiasi membuat pengembalian dalam dolar lebih sedikit. Mereka mendapatkan pengembalian dalam rupiah dan karena terdepresiasi, mereka akan mendapatkan pengembalian dolar yang lebih sedikit. Misalnya, ketika mereka menukar Rp28.000 pengembalian dalam rupiah, mereka mendapatkan 1 dollar AS. Sebaliknya, jika rupiah masih di Rp14.000 per dolar AS, mereka mendapatkan $2.
Kemudian, jika rupiah terapresiasi, investor asing harus berinvestasi dalam lebih banyak dolar AS untuk membeli obligasi rupiah pada nominal yang sama. Tapi, ketika mereka merealisasikan pengembalian dari rupiah ke dolar AS, apresiasi memungkinkan mereka mendapatkan dollar yang lebih banyak.
Provisi tertanam
Beberapa obligasi juga menyertakan provisi tertanam. Fitur obligasi ini memberikan hak kepada pemegang atau penerbit untuk melakukan tindakan tertentu. Mereka termasuk fitur callable, puttable dan convertible.
Fitur putable memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menjual kepemilikan kepada penerbit sebelum tanggal jatuh tempo pada harga tertentu. Fitur puttable memungkinkan kita mengurangi eksposur risiko ketika harga obligasi turun. Misalnya, kita mengaktifkan opsi puttable ketika suku bunga pasar naik. Kenaikan suku bunga mendorong harga turun. Sehingga dengan menjualnya lebih awal, kita membatasi risiko kita karena harga obligasi mungkin turun lebih lebih lanjut. Kemudian, kita bisa menginvestasikan kembali hasil untuk membeli obligasi lain yang lebih menarik.
Fitur callable adalah kebalikan fitur putable. Obligasi callable memberi penerbit hak untuk membeli kembali obligasi dari pemegang obligasi sebelum tanggal jatuh tempo pada harga yang ditentukan. Penerbit biasanya meng-call obligasi saat suku bunga pasar turun. Dengan menebus lebih awal, mereka dapat menerbitkan kembali obligasi lain dengan bunga lebih murah.
Provisi tertanam berikutnya adalah konversi. Obligasi konversi (convertible bonds) adalah surat berharga hibrida, yang menawarkan hak kepada pemegang obligasi untuk mengubah obligasi menjadi beberapa saham biasa sebelum tanggal jatuh tempo obligasi. Setelah konversi, pemegang obligasi tidak lagi berhak atas kupon. Sebaliknya, mereka berhak atas dividen yang dibagikan karena menjadi pemegang saham.
Senioritas
Senioritas terkait dengan peringkat dalam urutan pembayaran. Obligasi senior memiliki prioritas lebih tinggi untuk menerima pembayaran daripada obligasi junior.
Sebagaimana kita ketahui, beberapa obligasi menawarkan agunan kepada pemegang obligasi sementara yang lain tidak. Agunan tersebut mungkin adalah aset berwujud, seperti properti, pabrik, atau peralatan.
Berdasarkan faktor ini, ada dua jenis obligasi:
- Obligasi terjamin (secured bonds)
- Obligasi tidak terjamin (unsecured bonds)
Di bawah secured bonds, pemegang obligasi secara hukum berhak menyita aset yang dijaminkan ketika default terjadi. Mereka dapat menjual agunan tersebut untuk memulihkan investasi mereka. Sebaliknya, fitur semacam itu tidak ada dalam unsecured bonds.
Sehingga, secured bonds lebih aman daripada unsecured bonds. Karena alasan ini pemegang obligasi meminta tingkat kupon yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko yang lebih tinggi pada unsecured bonds.
Kemudian, secara khusus, beberapa unsecured bonds memiliki prioritas yang lebih rendah daripada unsecured bonds lainnya. Obligasi tanpa jaminan dengan prioritas lebih rendah disebut sebagai obligasi subordinasi (subordinated bonds), yang menerima pembayaran hanya setelah klaim dengan prioritas lebih tinggi dilunasi. Selanjutnya, obligasi subordinasi juga dapat diurutkan berdasarkan prioritas, dari senior hingga junior.
Bacaan selanjutnya untuk anda
- Obligasi: Jenis, Fitur, Risiko, Pro dan Kontra untuk Berinvestasi
- Fitur Obligasi Secara Lengkap. Apa Saja Yang Anda Perlu Ketahui.
- Penerbit Obligasi: Siapa Saja Mereka?