Contents
Biaya hangus (sunk cost) adalah biaya yang telah dikeluarkan bisnis dan tidak dapat dipulihkan. Ini kontras dengan biaya prospektif, yaitu biaya yang akan dihadapi perusahaan di masa depan, seperti biaya pembelian persediaan atau biaya bahan baku.
Karena sunk cost tidak dapat dipulihkan, itu tidak boleh dipertimbangkan ketika membuat keputusan untuk terus berinvestasi dalam proyek yang sedang berlangsung. Ini tidak relevan dalam pengambilan keputusan karena tidak mempengaruhi jalannya keputusan dan tidak akan membutuhkan pengeluaran uang tunai di masa depan.
Contoh sunk cost
Biaya tetap seperti mesin dan peralatan adalah biaya hangus. Contoh lain adalah biaya semu (quasi cost) seperti utilitas, yang tetap sama pada rentang output tertentu tetapi pindah ke tingkat konstan lainnya di luar kisaran.
Ambil kasus, untuk meningkatkan kapasitas produksi, pabrikan membeli mesin baru. Karena telah dibeli, jumlah rupiah pembelian telah hilang secara permanen. Bisnis juga tidak akan menghitungnya sebagai biaya dalam penganggaran di periode mendatang.
Dalam kasus lain, perusahaan ingin memasuki pasar baru untuk produk saat ini. Perusahaan memutuskan untuk menghabiskan Rp20 juta untuk riset pasar. Penelitian menunjukkan bahwa produk tersebut akan gagal di pasar baru. Perusahaan tidak melanjutkan ekspansi ke pasar baru dan karenanya, Rp20 juta merugi.
Sunk cost fallacy
Sunk cost fallacy muncul ketika perusahaan secara ketat mendukung keputusan awal karena telah menempatkan uang pada suatu proyek. Perusahaan berpikir dapat memulihkan uang yang hilang. Padahal itu hanya akan menghasilkan kerugian yang lebih tinggi dan pengambilan keputusan yang tidak rasional.
Misalnya, perusahaan telah membeli mesin untuk menghasilkan produk baru. Riset pasar menunjukkan bahwa produk tersebut tidak akan berhasil karena konsumen tidak menginginkannya. Alih-alih segera menjual aset ini sebelum usang, perusahaan meningkatkan pengeluaran iklan. Perusahaan berharap bahwa dengan pengeluaran iklan yang lebih tinggi, konsumen akan menjadi sadar dan tertarik untuk membeli produk. Dengan demikian, perusahaan dapat terhindar dari kerugian pembelian mesin.
Namun, apa yang dilakukan perusahaan justru menimbulkan lebih banyak kerugian. Konsumen tidak membeli produk, misalnya, karena tidak secanggih produk pesaing.