Contents
Diversifikasi menjadi salah satu jalan untuk mengurangi ketergantungan pendapatan dari lini bisnis tertentu. Diversifikasi sangat membantu terutama untuk mengkompensasi jika salah satu bisnis sedang lesu. Jadi, melalui diversifikasi, perusahaan berusaha untuk mengurangi risiko konsentrasi pendapatan.
Biasanya, akuisisi menjadi salah satu langkah yang paling banyak diambil perusahaan ketika ingin mendiversifikasi bisnis. Strategi ini relatif lebih cepat dibandingkan dengan membangun bisnis secara internal .
Jenis diversifikasi
Diversifikasi dapat mengambil beberapa bentuk. Ada perusahaan yang mendiversifikasi bisnis ke segmen yang masih terkait dengan bisnis saat ini. Misalnya, perusahaan otomotif mendiversifikasi bisnis dengan masuk pada bisnis ban atau bisnis dealer mobil.
Sebaliknya, ada juga diversifikasi yang dilakukan ke segmen yang benar-benar tidak terkait. Ini dikenal dengan strategi konglomerasi. Contohnya adalah ekspansi perusahaan otomotif ke sektor perkebungan.
Alasan kegagalan diversifikasi
Kita banyak melihat perusahaan konglomerat yang telah sukses membangun berbagai bisnis, yang mana masing-masing tidak terkait. Contohnya adalah Astra International Tbk. Perusahaan ini tidak hanya memiliki usaha otomotif, tetapi juga bank, perusahaan pembiayaan, dan perkebungan.
Meski banyak yang sukses, namun tidak sedikit pula perusahaan yang tidak suses. Bahkan, itu memaksa mereka mengurangi ruang lingkup pasar produk mereka melalui divestasi.
Ada sejumlah alasan mengapa diversifikasi gagal, berikut adalah diantaranya:
- Setiap organisasi memiliki budaya yang unik. Oleh karena itu, sangat penting bahwa budaya yang berbeda dari hasil diversifikasi masih cukup kompatibel untuk menghindari benturan budaya perusahaan secara berlebihan.
- Kesalahan identifikasi pasar. Perusahaan mungkin mengakuisisi bisnis ketika pasar sedang booming, yang mana terlihat menarik. Padahal, permintaan di bisnis tersebut tidak berkesinambungan, misalnya karena pengaruh teknologi.
- Banyak perusahaan yang ingin mendiversifikasi bisnis tetapi tidak memiliki kapasitas untuk melakukannya. Mereka tidak memiliki keterampilan manajerial untuk berhasil mengintegrasikan kegiatan baru.
- Usaha baru seringkali luput dari perhatian dewan direksi.
- Bias identifikasi. Banyak perusahaan yang mendiversifikasi ke industri yang tampaknya terkait, ternyata tidak. Misalnya, perusahaan pembuat minuman kopi mungkin melakukan diversifikasi ke kafe sebagai cara menjual lebih banyak minuman kopi, tanpa menyadari bahwa penjualan minuman kopi adalah komponen kecil dalam operasi kafe yang sukses.
- Terlalu konservatif untuk tumbuh. Banyak perusahaan yang memulai langkah diversifikasi untuk pertama kalinya cenderung mengadopsi pendekatan yang pemalu, dan hanya membuat langkah yang relatif kecil. Selain tidak mencapai keunggulan kompetitif di industri di mana perusahaan melakukan diversifikasi, langkah-langkah kecil juga menderita karena kurangnya perhatian direksi dan kesulitan integrasi.
- Keterampilan fungsional yang tidak memadai. Jika perusahaan yang melakukan diversifikasi tidak memiliki kompetensi inti yang menjadi penentu keberhasilan, ini harus diimpor dengan cepat atau langkah tersebut mungkin gagal.
- Diversifikasi sering kali melibatkan masuk ke industri baru, di mana gaya manajemen mungkin sangat berbeda dari yang dibutuhkan di bisnis inti. Manajemen puncak sering gagal mengenali perbedaan-perbedaan seperti itu, dan berusaha untuk memperkenalkan budaya, nilai-nilai, dan sistem kontrol yang, walaupun relevan dengan bisnis inti, sepenuhnya tidak sesuai dengan bisnis baru.