Contents
Apa itu: Gaya manajemen (management style) adalah pendekatan seorang manajer dalam mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan. Itu termasuk tentang bagaimana seorang manajer mengatur pekerjaan, menjalankan otoritas, membuat keputusan, mendelegasikan wewenang, dan mengelola stafnya. Pendekatan yang diambil bisa bervariasi, mulai dari demokratis hingga otoriter. Dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, dan karena itu, cocok untuk situasi yang berbeda.
Manajemen adalah tentang menyatukan staf dan mendorong mereka bekerja untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Beberapa manajer mungkin mendikte apa yang harus dan tidak boleh dilakukan dengan tidak mentoleransi penyelewengan. Sementara yang lain mungkin lebih melibatkan bawahan untuk berpartisipasi aktif dan saling melengkapi, mendorong mereka bekerja sama.
Mengapa memahami gaya manajemen penting?
Memahami gaya manajemen penting bagi seorang manajer karena beberapa alasan. Pertama, manajer memahami cara terbaik untuk memanfaatkan sumber daya, terutama staf, untuk mencapai target yang mereka inginkan.
Kedua, manajer memahami tentang kekuatan diri mereka sendiri. Itu menjadi landasan mereka untuk memimpin staf.
Ketiga, manajer tahu bagaimana menyesuaikan gaya mereka untuk situasi yang berbeda. Memang, seringkali seorang manajer memiliki sebuah gaya yang dominan. Namun, seringkali, karena perubahan lingkungan atau keadaan darurat, mereka harus bisa menyesuaikan dan mengubah gaya kepemimpinan mereka, misalnya untuk mendukung keputusan yang cepat.
Ambil sebuah contoh sederhana. Sebuah perusahaan sedang mengalami krisis. Lingkungan bisnis menuntut seorang manajer untuk menjadi otoriter untuk membawa semua orang menjalankan langkah-langkah yang direncanakan untuk mencapai tujuan. Padahal, biasanya, dia mungkin lebih suka mengadopsi gaya demokratis.
Keempat, ketika manajer menunjukkan gaya manajemen yang jelas, itu memudahkan tim untuk lebih dalam terlibat. Mereka bisa lebih mudah untuk beradaptasi dengan gaya kepemimpinan manajer. Mereka memahami tentang bagaimana seharusnya berperilaku, menjalankan tugas, melakukan pekerjaan atau berperan dalam keputusan.
Tanpa kejelasan tentang gaya memimpin, itu akan menciptakan kebingungan diantara bawahan, yang mana bisa menciptakan rasa frustasi. Misalnya, seorang manajer menunjukkan gaya demokratis dan stafnya menganggap demikian. Tapi, ternyata, ketika mereka mengajukan pendapat, manajer tidak suka menerima pendapat mereka. Akhirnya, bawahan merasa gagasan mereka tidak dihargai.
Sebaliknya, jika manajer menunjukkan gaya otoriter sejak awal, bawahan kemungkinan sadar diri. Mereka tidak akan mengajukan pendapat dan cenderung menunggu arahan dari manajer.
Apa saja jenis gaya manajemen?
Ada berbagai gaya manajemen dan kita akan mengambil beberapa contoh. Masing-masing dibutuhkan atau efektif untuk situasi dan waktu yang berbeda. Mereka adalah:
- Gaya otokratis atau otoriter
- Gaya persuasif
- Gaya konsultatif
- Gaya demokratis
- Gaya inspiratif
- Gaya laissez-faire
Gaya otokratis
Gaya otokratis, atau dikenal juga dengan gaya otoriter, mengedepankan pendekatan top-down. Manajer memegang otoritas tunggal dan kuat. Manajer mendorong kepatuhan dari bawahan dan mengharapkan mereka untuk mengikuti perintah.
Gaya otokratis biasanya cocok ketika krisis atau situasi genting terjadi. Itu memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat dan keputusan diimplementasikan segera tanpa penyimpangan.
Meskipun demikian, gaya manajemen ini bisa memunculkan rasa frustasi diantara bawahan. Mereka merasa manajer tidak menghargai mereka. Mereka takut untuk menyuarakan aspirasi. Akibatnya, situasi ini bisa mengarah pada hubungan kerja yang buruk.
Gaya persuasif
Seperti gaya otokratis, manajer memegang otoritas yang kuat. Mereka mengontrol dan mengendalikan pengambilan keputusan.
Namun demikian, di bawah gaya persuasif, manajer terbuka untuk umpan balik dan diskusi. Dan mereka cenderung memberi bawahan alasan mengapa mereka harus melakukan apa yang diperintahkan. Yang terakhir ini tidak nampak dalam gaya otokratis.
Gaya manajemen ini cocok ketika manajer lebih memahami materi dan apa yang baik dan buruk bagi organisasi. Manajer kemudian mengkomunikasikan secara efektif pemikiran dan rencana mereka. Manajer memberi alasan kepada bawahan tentang mengapa mereka harus menjalankan rencana dan mengapa itu adalah ide yang bagus dan menarik. Manajer kemudian mendorong bawahan untuk berkomitmen pada tugas yang diberikan untuk menjalankan ide mereka.
Gaya konsultatif
Gaya konsultatif melibatkan bawahan untuk berpartisipasi secara lebih dalam. Sementara manajer memegang otoritas untuk pengambilan keputusan, mereka mempertimbangkan pendapat tim dengan lebih serius sebelum mengambil keputusan. Manajer mencoba berkonsultasi dan menggali pemikiran mereka untuk memutuskan yang terbaik.
Gaya manajemen ini memang meningkatkan keterlibatan tim. Namun, pengambilan keputusan – dan implementasinya – bisa datang terlambat karena manajer harus mempertimbangkan banyak pendapat. Karena alasan ini, gaya ini bisa tidak cocok ketika krisis terjadi di dalam perusahaan.
Gaya demokratis
Gaya demokratis hampir mirip dengan gaya konsultatif. Keduanya sama karena melibatkan partisipasi karyawan. Tapi, keduanya berbeda dalam apakah bawahan dalam pengambilan keputusan atau tidak.
Di bawah gaya konsultatif, manajer meminta umpan balik dan pendapat bawahan untuk mencapai keputusan. Setelah selesai, dia mengambil keputusan dan memiliki otoritas tunggal untuk melakukan itu.
Sebaliknya, di bawah gaya demokratis, bawahan tidak hanya terlibat dalam diskusi untuk mencapai keputusan. Tapi, mereka juga terlibat dalam pengambilan keputusan. Manajer mempercayai mereka untuk mengambil beberapa keputusan mandiri. Sehingga, otoritas pengambilan keputusan terbagi antara manajer dengan bawahan. Dalam beberapa kasus, manajer bisa saja menawarkan bantuan dan bimbingan bila diperlukan.
Sama seperti gaya konsultatif, gaya demokratis esensial untuk keterlibatan yang kuat diantara bawahan. Itu juga memberi ruang bagi mereka untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka.
Tapi, gaya demokratis juga bisa menghasilkan keputusan yang lambat. Selain itu, keputusan bawahan mungkin buruk karena mereka bukan pengambil keputusan yang baik – mungkin karena tidak terlatih dan lebih sering terlibat dalam tugas rutin daripada pengambilan keputusan.
Gaya inspiratif
Manajer mengedepankan mendorong keterlibatan dan kepatuhan bawahan dengan menginspirasi. Manajer berkeinginan tulus untuk membantu mereka baik secara profesional maupun pribadi. Manajer berusaha menciptakan perubahan positif dan memotivasi mereka menuju tujuan atau kesuksesan.
Gaya inspiratif didorong oleh nilai. Dan manajer memiliki tanggung jawab mendalam atas apa yang mereka rencanakan dan atas apa yang mereka miliki saat ini, termasuk tim.
Gaya kepemimpinan ini mungkin bawaan lahir. Atau, itu membutuhkan pengalaman yang panjang dengan berbagai kesuksesan dan kegagalan dialami. Selain itu, keterampilan komunikatif sangat dibutuhkan gaya manajemen ini.
Gaya laissez-faire
Gaya laissez-faire kontras dengan gaya otoriter. Dan gaya ini lebih luas daripada demokratis. Manajer mendorong bawahan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan mereka. Manajer memberikan lebih banyak kepercayaan dan kebebasan kepada karyawan dengan mendorong mereka untuk mengatur diri sendiri, cara mengerjakan dan mengambil keputusan mereka sendiri.
Gaya manajemen ini memungkinkan karyawan untuk mengaktualisasikan diri. Mereka memiliki kesempatan untuk mengeluarkan kemampuan terbaik mereka, bereksperimen dengan sesuatu yang baru dan mengimplementasikannya. Mereka melakukan itu semua tanpa manajer harus mengawasi ketat.
Memang, gaya manajemen ini memungkinkan bawahan untuk melakukan yang terbaik. Tapi, bagi beberapa bawahan, itu mungkin menciptakan kebingungan karena tidak terbiasa dengan bekerja secara independen dan lebih suka bimbingan. Selain itu, laissez-faire sering mengarah pada budaya yang santai, yang mana bisa berbahaya ketika lingkungan bisnis menuntut perubahan yang cepat.
Mana gaya manajemen yang terbaik?
Masing-masing gaya manajemen memiliki pro dan kontra. Mereka dibutuhkan pada situasi dan waktu yang berbeda. Idealnya, seorang manajer efektif untuk menerapkan gaya berbeda, tergantung pada situasi yang mereka hadapi. Mereka fleksibel untuk mengubah gaya. Namun, seringkali itu sulit dilakukan. Dan, biasanya, seorang manajer akan memiliki satu gaya yang dominan.
Lantas kapan masing-masing gaya manajemen cocok untuk diterapkan?
Gaya otokratis atau otoriter cocok ketika lingkungan membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat tanpa penyimpangan. Manajer harus memiliki visi besar dan mampu menjabarkannya ke sejumlah langkah atau tugas spesifik yang mana harus dijalankan oleh bawahan. Perusahaan besar dengan struktur organisasi yang mapan mungkin mengadopsi ini. Selain itu, situasi krisis biasanya juga membutuhkan seorang manajer untuk bertindak otoriter.
Gaya persuasif membutuhkan manajer untuk menjadi komunikator yang efektif. Tanpa itu, mereka tidak bisa mendorong bawahan untuk lebih terlibat. Ketika manajer menghadapi masalah pelik dan sulit diselesaikan dengan gaya otoriter, gaya ini mungkin cocok.
Dalam kasus lain, manajer mungkin memiliki rencana yang baik dan memahami bagaimana mengimplementasikannya. Kemudian, mereka mempersuasi karyawan untuk menjalankannya dengan memberikan alasan mengapa mereka seharusnya melakukan itu dan apa manfaat bagi mereka.
Kemudian, pendekatan persuasif juga cocok ketika aturan atau keputusan baru diperkenalkan. Dalam situasi ini, gaya persuasif bisa cocok di mana manajer menyampaikan manfaat atau alasan di balik keputusan tersebut. Sebaliknya, memaksa bawahan menjalankannya bisa berisiko, mungkin membuat frustasi atau mendemotivasi mereka.
Gaya konsultatif cocok ketika manajer mengharapkan lebih banyak ide dan saran sebelum keputusan diambil. Manajer mungkin kekurangan ide dan berusaha menggali ide-ide segar dari bawahan. Atau, manajer menghindari bias dalam pengambilan keputusan ketika hanya tergantung pada ide diri sendiri.
Gaya demokratis cocok ketika tim terdiri dari orang-orang yang kompeten tapi kurang termotivasi, mungkin karena bosan dengan keseharian. Memberi kesempatan bawahan untuk memberikan pendapat dan mengambil keputusan mandiri membantu mereka untuk meningkatkan moral dan kepercayaan diri mereka. Akhirnya, itu mengarah pada produktivitas yang lebih tinggi. Gaya ini juga cocok di lingkungan di mana wawasan dan ide segar dibutuhkan untuk mendorong inovasi.
Gaya inspiratif mungkin dibutuhkan ketika perubahan besar dibutuhkan. Manajer membagikan nilai-nilai mereka untuk menggerakkan emosi karyawan untuk terlibat lebih dalam. Bawahan termotivasi dan bersemangat untuk mencapai apa yang manajer inginkan, bahkan ketika itu membutuhkan mereka untuk mencoba atau melakukan sesuatu yang baru atau dianggap mustahil.
Gaya laissez-faire cocok ketika bawahan kompeten dan memahami hak dan tanggung jawab mereka. Misalnya, mereka tahu apa yang harus mereka kerjakan dan kapan harus menyelesaikan tugas terlepas bagaimana dan dimana mereka melakukannya. Mereka tidak membutuhkan terlalu banyak panduan atau instruksi untuk efektif di tempat kerja. Gaya ini membutuhkan manajemen untuk menetapkan sasaran untuk masing-masing karyawan dan membiarkan mereka bekerja mandiri dengan memanfaatkan kreativitas dan pengalaman mereka.
Bacaan Selanjutnya
- Gaya Manajemen: Pentingnya, Jenis, Kapan Cocok Diadopsi
- Level Manajemen: Mengapa Penting, 3 Tingkatan
- Manajemen Tingkat Atas: Contoh, Peran, Tanggung Jawab, Keterampilan
- Manajemen Tingkat Bawah: Contoh, Peran dan Keterampilan
- Manajemen Tingkat Menengah: Contoh, Peran, Keterampilan
- Manajemen: Definisi dan Fungsi Utama
- Manajer Fungsional: Peran dan Tanggung Jawab, Keterampilan
- Manajer Umum: Definisi dan Penjelasan Singkat
- Manajer: Kepentingan, Jenis, Fungsi