Contents
Apa itu: Hubungan industrial (industrial relation) adalah cara pekerja dan pemberi kerja terhubung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan sambil memenuhi hak dan menjalankan kewajiban masing-masing. Karyawan seringkali memiliki kepentingan yang berkebalikan dengan perusahaan, begitu juga sebaliknya. Misalnya, karyawan menuntut gaji yang lebih tinggi. Sebaliknya, perusahaan berkepentingan untuk memangkas biaya, yang mana berarti menurunkan gaji. Bagi perusahaan, kenaikan gaji tersebut berakibat pada kenaikan biaya produksi, yang mana akhirnya menekan profitabilitas.
Konflik kepentingan tersebut bisa mengarah pada perselisihan. Untuk menyelesaikannya, perusahaan dan karyawan mungkin pada awalnya bernegosiasi untuk mendapatkan solusi yang saling menguntungkan. Tapi, jika tidak berhasil, karyawan mungkin mengambil tindakan industrial seperti pemogokan. Sebaliknya, perusahaan mungkin juga mengambil tindakan seperti lock-out untuk mengajukan kepentingan mereka.
Mengapa hubungan industrial penting?
Mencapai hubungan industrial yang baik antara pekerja dan pemberi kerja penting karena beberapa alasan. Pertama, itu memberi manfaat bagi perusahaan karena menghasilkan tenaga kerja yang termotivasi. Pekerja memperoleh haknya dan apa yang diinginkan, misalnya gaji, tunjangan dan kesempatan karir yang lebih tinggi. Mereka merasa diperhatikan oleh perusahaan. Akhirnya, mereka termotivasi untuk menjalankan tugas dan kewajiban mereka, mengarah pada produktivitas yang lebih tinggi.
Kedua, perselisihan antara karyawan dan pengusaha minimal terjadi. Masing-masing memperoleh hak ketika menjalankan kewajiban. Akhirnya, hubungan yang saling menguntungkan tercipta antara kedua pihak. Perselisihan yang minim membuat operasi berjalan dengan lancar.
Ketiga, hubungan yang baik memperkuat citra perusahaan. Seringkali, publik memandang negatif tindakan industrial seperti pemogokan – yang mana dianggap terjadi akibat pekerja tidak puas terhadap perusahaan.
Dan hubungan yang baik antara karyawan dengan perusahaan meminimalkan aksi industrial. Akhirnya, perusahaan memiliki citra positif karena memperlakukan karyawan dengan baik.
Keempat, citra positif meningkatkan standar yang lebih tinggi dalam perekrutan. Itu menarik minat lebih banyak profesional di luar sana untuk melamar. Mereka beranggapan perusahaan adalah tempat yang tepat untuk bekerja karena dianggap ramah terhadap karyawan.
Kelima, itu mendorong rasa memiliki diantara karyawan. Mereka bekerja sama dengan baik dengan orang-orang dan manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan. Sebaliknya, hubungan yang buruk bisa menyebabkan pekerja tidak bekerja sama.
Rasa memiliki mendorong karyawan lebih berkomitmen pada organisasi. Sehingga, perusahaan lebih mungkin untuk memenuhi tujuannya.
Keenam, komitmen tinggi terhadap perusahaan membuat lebih mudah ketika menerapkan perubahan. Karyawan melihat perubahan sebagai sesuatu yang positif untuk masa depan yang lebih baik. Akhirnya, itu mengurangi resistensi diantara mereka. Mereka juga senang dan lebih fleksibel untuk menjalankan perubahan.
Kebijakan dan prosedur apa saja untuk membangun hubungan industrial yang baik?
Perusahaan menerapkan kebijakan dan prosedur untuk menangani hubungan industrial dengan baik. Kebijakan yang baik membantu perusahaan mengelola karyawan secara lebih efektif. Itu mendefinisikan secara jelas perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima di tempat kerja. Dan ketika ada penyimpangan, kebijakan menetapkan secara jelas apa implikasi dan konsekuensi yang akan diterima. Seringkali, kebijakan memperkuat dan memperjelas prosedur operasi standar di tempat kerja.
Melalui kebijakan dan prosedur yang baik, karyawan memahami apa yang diminta oleh perusahaan dari mereka. Selain itu, mereka juga memahami apa yang mereka dapatkan ketika menjalankan kewajiban mereka.
Kebijakan dan prosedur industrial dapat mencakup:
- Keluhan (grievance)
- Ketidakhadiran (absenteeism)
- Disiplin (discipline)
- Pemecatan (dismissal)
- Redundansi (redundancy)
Keluhan (grievance)
Manajemen menetapkan kebijakan dan prosedur keluhan. Sehingga, karyawan tahu bagaimana seharusnya mereka melaporkan keluhan ketika ada, misalnya, masalah dengan kondisi kerja.
Di satu sisi, karyawan senang karena memiliki saluran resmi untuk mengadukan keluhan. Di sisi lain, perusahaan dapat menangani keluhan secara efektif karena lebih terstruktur dan dijabarkan secara jelas melalui kebijakan dan prosedur. Penanganan keluhan yang efektif memungkinkan hubungan karyawan-manajemen yang lebih baik.
Ketidakhadiran (absenteeism)
Hubungan karyawan yang memburuk seringkali mengarah pada ketidakhadiran yang tinggi. Jika tidak ditangani dengan efektif, itu dapat menimbulkan biaya tambahan. Misalnya, karyawan mungkin tidak betah di perusahaan, mengarah pada turnover yang tinggi. Dan mempertahankan karyawan yang ada biasanya lebih murah daripada merekrut tenaga kerja baru. Proses perekrutan membutuhkan biaya. Selain itu, karyawan baru mungkin membutuhkan beberapa pelatihan untuk bekerja seproduktif dengan yang meninggalkan perusahaan.
Kemudian, ketidakhadiran membuat beban pekerja yang ada menumpuk. Situasi ini bisa menyebabkan produktivitas perusahaan menurun. Dan itu juga bisa mengganggu operasi.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, perusahaan seharusnya memiliki kebijakan ketidakhadiran (absenteeism policy) untuk mendorong karyawan tetap hadir di tempat kerja. Misalnya, kebijakan tersebut mungkin terkait dengan waktu luang, hari libur, cuti, dan tunjangan waktu kerja.
Disiplin (discipline)
Perusahaan memiliki kebijakan dan prosedur disiplin yang jelas dan terstandarisasi untuk menegakkan aturan. Sehingga, karyawan memahami konsekuensi jika mereka tidak mengikuti aturan.
Standarisasi juga penting untuk mencegah diskriminasi. Sehingga, setiap penyimpangan mendapatkan sanksi yang setara, terlepas dari jabatan mereka. Itu meminimalkan ketidakpuasan diantara karyawan.
Sanksi yang umum biasanya melibatkan proses seperti peringatan lisan. Jika tidak ampuh, manajemen memberi peringatan tertulis pertama. Jika tidak efektif, peringatan tertulis terakhir adalah langkah sebelum pemecatan. Beberapa perusahaan mungkin memberlakukan penangguhan dan penurunan pangkat diantara peringatan tertulis terakhir dengan pemecatan. Sehingga, jika diurutkan, prosedur disiplin mencakup:
- Peringatan lisan
- Peringatan tertulis resmi
- Peringatan tertulis terakhir
- Penangguhan
- Penurunan pangkat
- Pemecatan
Pemecatan (dismissal)
Perusahaan tidak bisa memecat karyawan sembarangan. Selain menciptakan ketidakpuasan, itu juga bisa mengarah pada tuntutan kepada mereka, yang mana biayanya sangat mahal.
Karena itu, perusahaan harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas dan sesuai dengan peraturan pemerintah. Sebelum menghentikan kontrak karyawan, perusahaan harus mengikuti prosedur disiplin formal. Dan prosedur tersebut harus diselesaikan sebelum keputusan memecat diambil.
Redundansi (redundancy)
Redundansi adalah ketika sebuah peran atau pekerjaan tidak lagi dibutuhkan perusahaan. Biasanya, perusahaan akan memberikan pembayaran redudansi. Perusahaan memberitahukan periode di mana karyawan dapat mencari pekerjaan baru.
Pembayaran redudansi tidak berlaku jika manajemen menawarkan alternatif pekerjaan di dalam perusahaan dan karyawan menerimanya. Atau, mereka menolaknya tanpa alasan yang kuat.
Apa saja metode hubungan industrial yang digunakan oleh karyawan?
Karyawan memiliki beberapa metode untuk menyuarakan kepentingan mereka. Perundingan bersama adalah yang pertama. Mereka, biasanya diwakili oleh serikat pekerja, bernegosiasi dengan manajemen mengenai masalah seperti:
- Kenaikan gaji atau perbaikan paket tunjangan
- Kondisi kerja atau kesempatan yang lebih baik, seperti pelatihan
- Keamanan kerja melalui kontrak kerja permanen
- Perlindungan terhadap pelecehan dan diskriminasi
Ketika negosiasi tidak efektif, karyawan mungkin menggunakan metode lainnya seperti:
Work-to-rule. Pekerja hanya mau melakukan tugas dan pekerjaan sesuai dengan yang dinyatakan secara eksplisit di kontrak kerja. Jika perusahaan meminta mereka untuk melakukan tugas tambahan, mereka tidak akan melakukannya. Mereka bertujuan untuk mengganggu atau memperlambat operasi perusahaan, yang mana bisa berbiaya mahal.
Go-slow. Karyawan secara sengaja menunda atau memperlambat produksi untuk mencoba membujuk perusahaan untuk memenuhi tuntutan mereka. Meski tetap bekerja sesuai dengan ketentuan kontrak mereka, tapi karyawan melakukannya dengan sedikit usaha daripada biasanya. Akibatnya, perusahaan tidak bisa berproduksi pada kapasitas penuh.
Overtime ban. Pekerja menolak untuk bekerja lembur. Itu menandai langkah awal tindakan industrial yang lebih keras. Misalnya, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, mereka akan mengambil tindakan kolektif lebih lanjut, seperti pemogokan.
Aksi mogok (strike action) atau mogok tenaga kerja (labor strike). Pekerja menolak untuk bekerja, mengakibatkan proses produksi berhenti. Langkah ini biasanya menjadi metode pamungkas yang digunakan oleh tenaga kerja untuk memaksa perusahaan. Pekerja melakukannya jika metode sebelumnya, yang mana relatif lebih lunak, gagal memecahkan perselisihan. Tindakan ini membawa malapetaka bagi bisnis karena operasi berhenti.
Walkout. Ini adalah jenis aksi mogok. Karyawan secara kolektif meninggalkan tempat kerja untuk memprotes perusahaan atau bahkan pemerintah. Misalnya, aksi ini terjadi di Amerika Serikat pada 20 Juli 2020 dan berlangsung di seluruh negeri, diikuti oleh pekerja di industri makanan cepat saji, berbagi tumpangan, dan bandara.
Apa saja metode hubungan industrial yang digunakan oleh pemberi kerja?
Konflik tidak hanya datang dari karyawan terhadap perusahaan, tetapi juga sebaliknya. Perusahaan memiliki kepentingan, yang mana mungkin bertentangan dengan kepentingan karyawan. Misalnya, perusahaan berkepentingan untuk memangkas biaya, terutama selama periode sulit seperti resesi. Mereka harus memangkas upah untuk menurunkan biaya dan mempertahankan profitabilitas. Tapi, karyawan tidak menginginkan itu.
Selain gaji, kepentingan perusahaan terhadap karyawan juga mencakup:
- Produktivitas yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan lebih banyak output dari input yang sama.
- Tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah, sehingga mengurangi biaya dan meminimalkan gangguan pada operasi.
- Kontrak kerja sementara, sehingga lebih fleksibel dalam mempertahankan pekerja yang produktif melalui kontrak permanen dan memutuskan kontrak pekerja yang tidak produktif.
- Menurunkan daya tawar serikat pekerja, sehingga tekanan mereka terhadap perusahaan menurun.
- Fleksibilitas pekerjaan, misalnya, pekerja dapat melakukan tugas tambahan di luar kontrak.
Seperti metode yang digunakan oleh karyawan, perusahaan menginisiasi negosiasi pertama kali untuk mendorong karyawan untuk menyetujui tuntutan mereka. Langkah ini menjadi cara yang lemah lembut untuk mendapatkan solusi yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Tapi, jika tidak berhasil, perusahaan mungkin mengambil langkah lainnya, seperti:
Pemecatan (dismissal). Perusahaan mengancam karyawan dengan pemecatan. Tapi, mereka tidak bisa melakukan itu sembarangan karena bisa mengarah pada pemecatan tidak adil dan tuntutan balik ke perusahaan. Sehingga, mereka harus mengakomodasi undang-undang yang berlaku untuk memastikan pemecatan yang adil.
Perubahan kontrak. Perusahaan mungkin mengubah kontrak untuk memaksa karyawan mengakomodasi kepentingan mereka. Misalnya, mereka tidak memberi kesempatan kepada karyawan yang menolak untuk memperpanjang masa kerja mereka.
Lock-out. Perusahaan menutup operasi selama perselisihan perburuhan. Ini berkebalikan dari pemogokan, yang mana diprakarsai oleh karyawan. Selama lock-out, perusahaan mungkin tidak membayar gaji karyawan. Sehingga, metode ini mungkin efektif untuk menekan karyawan, meskipun juga dapat berdampak buruk pada citra perusahaan.
Penutupan (closure). Perusahaan menutup bisnis, biasanya untuk menanggapi tindakan mogok. Tindakan ini adalah ekstrim. Oleh karena itu, perusahaan biasanya melakukan ini ketika alternatif lain telah habis.
Bagaimana hubungan industrial yang buruk berdampak pada perusahaan?
Hubungan industrial yang buruk adalah merugikan dan memunculkan masalah. Itu tidak hanya berdampak pada karyawan atau perusahaan. Tapi, itu juga bisa mempengaruhi pemangku kepentingan lainnya misalnya konsumen.
Misalnya, pemogokan membuat produksi terhenti. Akibatnya, barang menjadi langka jika perusahaan tidak memiliki persediaan yang cukup untuk dikirimkan ke pasar. Konsumen sulit menemukan produk di toko ritel. Akibatnya, kelangkaan dan permintaan yang tinggi mendorong peritel menetapkan harga tinggi.
Kenaikan harga membuat konsumen harus membayar lebih mahal untuk mendapatkan barang. Beberapa mungkin bersedia membeli. Tapi, sebagian besar konsumen tidak menyukai itu dan berhenti membeli. Akibatnya, beberapa mengurangi permintaan.
Hubungan industrial yang buruk juga mengakibatkan masalah lain, diantaranya:
Disharmoni. Karyawan dan manajemen tidak bisa bersinergi. Itu mengarah pada lebih banyak konflik di dalam perusahaan, yang mana mahal untuk diselesaikan.
Aksi industri. Karyawan mogok ketika mereka tidak puas dengan perusahaan. Aksi ini menyebabkan produksi berhenti.
Tekanan pada laba. Penghentian operasi akibat pemogokan meningkatkan biaya. Misalnya, perusahaan masih harus membayar tagihan dan biaya tetap lainnya, yang mana tidak pernah nol bahkan ketika operasi berhenti. Di sisi lain, pendapatan berkurang karena pemogokan menyebabkan produksi berhenti.
Reputasi buruk. Publik memandang negatif tindakan industrial seperti pemogokan. Mereka memandang perusahaan bukanlah tempat kerja yang ramah terhadap karyawan. Pemogokan mencerminkan karyawan yang ada tidak puas dengan perusahaan.
Mesin dan peralatan rusak. Pemogokan membuat mesin berhenti, bisa berdampak negatif jika berlangsung lama. Selain itu, selama mogok, tidak ada pemeliharaan rutin. Akhirnya, mesin tidak bisa beroperasi pada kapasitas lama setelah produksi mulai berjalan paska pemogokan.
Karir dipertaruhkan. Hubungan buruk berpengaruh pada karir, menyulitkan karyawan untuk menduduki posisi yang lebih tinggi.
Turnover tinggi. Karyawan cenderung tidak bertahan lama di perusahaan ketika mereka diperlakukan secara tidak adil. Misalnya, mereka mungkin mendapatkan gaji tinggi. Tapi, diskriminasi dan lingkungan kerja yang tidak mendukung meningkatkan stress dan mendemotivasi mereka.
Perilaku menipu. Karyawan mungkin lebih sering terlibat dalam perilaku menipu untuk menunjukkan kinerja yang baik, meski realitanya tidak demikian.
Upah hilang. Katakanlah, pekerja dibayar per jam kerja. Sehingga, mereka kehilangan upah selama mengikuti mogok.