Contents
Apa itu: Kepercayaan konsumen (consumer confidence) menggambarkan seberapa optimis dan pesimis konsumen tentang keseharian mereka. Itu biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi dan keuangan mereka. Ketika konsumen optimis dengan kondisi ekonomi dan keuangan mereka, kita mengharapkan mereka akan meningkatkan konsumsi.
Kenaikan konsumsi mendorong permintaan agregat naik dan menggeser kurvanya ke kanan. Sebagai hasilnya, PDB riil tumbuh dan perekonomian menghasilkan lebih banyak output. Bisnis melihat permintaan terhadap produk mereka meningkat, mendorong mereka untuk meningkatkan produksi. Mereka mulai berinvestasi di barang modal dan merekrut tenaga kerja baru. Sebagai hasilnya, permintaan agregat meningkat lebih tinggi dan tingkat pengangguran turun.
Mengapa kepercayaan konsumen penting?
Optimisme dan pesimisme konsumen mempengaruhi keputusan mereka dalam membelanjakan uang. Ketika mereka optimis, kita mengharapkan mereka akan membelanjakan lebih banyak uang uang ke barang dan jasa. Sebaliknya, ketika mereka pesimis, mereka berbelanja lebih sedikit dan berhemat lebih banyak.
Dan keyakinan semacam itu berdampak besar terhadap permintaan agregat dan perekonomian karena konsumsi rumah tangga berkontribusi dominan produk domestik bruto (PDB). Konsumsi rumah tangga umum menyumbang sekitar 60% dari PDB. Misalnya, di Amerika Serikat, persentasenya adalah 68,5% di tahun 2011. Di Inggris Raya, itu menyumbang 61,5% di 2020. Sedangkan, di Indonesia, itu berkontribusi sekitar 55,6% di 2020.
Keyakinan konsumen yang tinggi merangsang perekonomian untuk tumbuh melalui efeknya terhadap belanja. Itu akhirnya berkontribusi terhadap penurunan tingkat pengangguran, kenaikan profitabilitas bisnis, dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Situasi ini mengarah pada perekonomian yang makmur.
Dari mana datangnya kepercayaan konsumen?
Kepercayaan konsumen datang dari optimisme dan pesimisme mereka terhadap kondisi ekonomi dan keuangan mereka saat ini dan di masa mendatang. Mereka mempertimbangkan faktor seperti pekerjaan dan pendapatan mereka. Misalnya, mereka optimis ketika pendapatan mereka naik, pekerjaan tersedia lebih banyak dan prospeknya di masa depan membaik. Sebaliknya, jika prospek pendapatan dan pekerjaan mereka memburuk, itu meningkatkan pesimisme mereka.
Kondisi ekonomi dan kondisi bisnis juga berperan mempengaruhi kepercayaan konsumen. Ambil tingkat inflasi sebagai contoh. Jika tingkat inflasi tinggi dan diperkirakan terus naik di masa mendatang, mereka optimis untuk berbelanja sekarang. Mereka menghindari keharusan membayar harga yang lebih tinggi di kemudian hari. Sebaliknya, jika mereka melihat itu akan turun, mereka akan menunda belanja saat ini untuk mendapatkan harga murah di masa mendatang.
Bagaimana kepercayaan konsumen mempengaruhi permintaan agregat dan perekonomian?
Kepercayaan konsumen mempengaruhi keputusan untuk menghabiskan uang. Ketika mereka optimis, mereka akan cenderung menghabiskan lebih banyak uang untuk berbelanja. Sebaliknya, ketika kepercayaan mereka rendah, mereka akan cenderung menabung lebih banyak dan mengurangi konsumsi untuk mengantisipasi kondisi yang lebih buruk di masa depan.
Kepercayaan konsumen tinggi
Kepercayaan konsumen meningkat ketika perekonomian tumbuh. Mereka melihat kondisi ekonomi dan bisnis membaik. Sehingga, mereka merasa optimis dengan penghasilan dan stabilitas pekerjaan mereka.
Konsumen yang optimis cenderung menghabiskan lebih banyak uang untuk berbelanja. Sebagai hasilnya, permintaan terhadap barang dan jasa meningkat. Permintaan agregat tumbuh lebih tinggi dan menggeser kurvanya ke kanan.
Dalam situasi ini, bisnis juga lebih percaya diri dengan kinerja mereka. Peningkatan permintaan membuat prospek profitabilitas mereka meningkat. Mereka kemudian berusaha untuk meningkatkan produksi untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan. Dan mereka akan beroperasi pada atau dekat dengan kapasitas penuh untuk memaksimalkan produksi di fasilitas yang ada saat ini.
Kemudian, jika permintaan masih kuat, bisnis mulai memesan barang modal untuk meningkatkan output. Mereka juga merekrut tenaga kerja baru. Selain itu, permintaan yang tinggi juga memberi mereka kesempatan untuk menaikkan harga jual.
Sebagai hasilnya, optimisme konsumen pada gilirannya membantu ekonomi mempertahankan ekspansi. Akhirnya, itu mengarah pada penurunan tingkat pengangguran dan peningkatan pendapatan di dalam perekonomian. Meskipun demikian, itu juga menghasilkan tekanan inflasi yang lebih tinggi.
Kepercayaan konsumen rendah
Ketika kepercayaan rendah, konsumen cenderung menunda pembelian. Konsumsi mereka turun. Sebaliknya, mereka akan menabung lebih banyak.
Biasanya, item seperti barang tahan lama adalah yang paling terkena dampak. Karena mereka lebih mahal, konsumen harus menghabiskan lebih banyak uang untuk membeli mereka. Oleh karena itu, ketika konsumen pesimis, mereka pertama kali akan memangkas pengeluaran untuk barang tahan lama.
Pesimisme biasanya muncul selama perekonomian sulit seperti kontraksi. Perekonomian menghadapi pertumbuhan negatif. Dan PDB riil jatuh. Pasar tenaga kerja menghadapi lebih sedikit pekerjaan tersedia karena bisnis mengambil langkah efisiensi untuk mempertahankan profitabilitas. Sebagai akibatnya, prospek pekerjaan dan pendapatan rumah tangga memburuk. Akhirnya, kondisi keuangan mereka tertekan, meningkatkan pesimisme mereka.
Pesimisme tersebut bisa membuat perekonomian menuju kondisi yang lebih buruk. Dengan kata lain, kontraksi ekonomi bisa mengarah ke resesi. Jika konsumen masih tidak percaya diri dengan kondisi ekonomi dan keuangan mereka di masa depan, mereka akan memangkas pengeluaran lebih jauh dan lebih banyak berhemat. Sebagai akibatnya, permintaan terhadap barang dan jasa jatuh lebih dalam. Permintaan agregat menurun dan menggeser kurvanya ke kiri.
Permintaan yang jatuh lebih dalam membuat prospek profitabilitas bisnis memburuk. Kinerja bisnis dan keuangan mereka semakin tertekan. Sebagai akibatnya, mereka akan mengambil langkah efisiensi lebih ketat. Misalnya, mereka mungkin hanya memotong jam dan membekukan perekrutan di awal resesi. Tapi, ketika situasi semakin buruk, mereka akhirnya mem-PHK karyawan mereka. Mereka mungkin juga memotong harga untuk menghindari pembengkakan biaya akibat penumpukan barang di gudang.
Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran meningkat dan prospek pendapatan rumah tangga semakin jatuh. Rumah tangga semakin pesimis dengan kondisi masa depan mereka. Akhirnya, kontraksi bisa menjadi lebih buruk, mengarah ke resesi atau bahkan depresi.
Situasi tersebut juga mengarah pada deflasi di mana tingkat inflasi berada pada teritori negatif. Harga barang dan jasa jatuh, mendorong konsumen menunda konsumsi saat ini.
Bagaimana kepercayaan konsumen dilacak?
Indeks kepercayaan konsumen banyak dilihat untuk mengetahui perekonomian di masa mendatang. Itu salah satu indikator ekonomi yang populer.
Indeks mengukur optimisme konsumen terhadap kesehatan ekonomi dan keuangan mereka saat ini dan di masa depan. Namun, bagaimana itu diukur, itu bervariasi antar negara, baik terkait dengan metode dan variabel yang dilacak.
Komponen indeks kepercayaan konsumen
Indeks dihasilkan dari dua indeks pembentuknya, yakni:
- Indeks kondisi ekonomi saat ini
- Indeks ekspektasi konsumen
Indeks kondisi ekonomi saat ini menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi saat ini dibandingkan dengan dengan masa lalu. Variabel yang dilacak termasuk pendapatan dan ketersediaan lapangan kerja. Itu juga melacak pembelian konsumen, terutama dikaitkan dengan ketepatan waktu dengan rencana pembelian untuk barang-barang tahan lama seperti mobil, rumah, dan peralatan utama, yang mana pengeluaran untuk mereka melibatkan lebih banyak uang dan pertimbangan.
Sedangkan, indeks ekspektasi konsumen melacak keyakinan konsumen terhadap kondisi mereka di depan, misalnya di 6 bulan mendatang. Variabel yang dilacak termasuk ekspektasi terhadap penghasilan, kondisi bisnis, kondisi ekonomi dan ketersediaan lapangan kerja.
Kemudian, indeks keyakinan konsumen dihitung dengan mengambil menghitung rata-rata sederhana kedua indeks tersebut. Praktik ini mungkin berbeda antara negara. Di Indonesia, itu menggunakan rata-rata sederhana. Dengan kata lain, indeks kondisi ekonomi saat ini dan indeks ekspektasi konsumen memiliki bobot setara untuk membentuk indeks keyakinan konsumen. Di negara lain, itu mungkin menggunakan bobot berbeda, katakanlah 60% untuk indeks ekspektasi dan 40% untuk indeks kondisi saat ini.
Cara membaca indeks kepercayaan konsumen
Di Indonesia, indeks di atas 100 menunjukkan respon optimis lebih banyak dibandingkan respon pesimis. Sebaliknya, indeks di bawah 100 menunjukkan respon pesimis lebih banyak dibandingkan respon optimis. Sementara itu, untuk indeks milik The Conference Board, indeks menggunakan 1985 sebagai tahun dasar dengan angka 100. Sehingga, sehingga, jika angka lebih tinggi daripada 100, konsumen lebih percaya diri daripada tahun 1985. Pembacaan sebaliknya berlaku jika itu berada di bawah 100.
Sehingga, secara umum, angka yang lebih tinggi menunjukkan optimisme konsumen yang lebih tinggi. Itu biasanya berlangsung selama ekspansi ekonomi. Sebaliknya, indeks mengarah ke arah pesimis selama perekonomian sulit seperti resesi.
Bacaan selanjutnya
- Bagaimana Kebijakan Fiskal Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Bagaimana Kekayaan Rumah Tangga Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Bagaimana Nilai Tukar Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Cara Kebijakan Moneter Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Guncangan Permintaan: Definisi dan Penjelasan Singkat
- Kepercayaan Bisnis: Pengaruhnya Terhadap Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Kepercayaan Konsumen: Efeknya Terhadap Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Kurva Permintaan Agregat: Concept, Alasan Miring ke Bawah, dan Faktor yang Mempengaruhi
- Permintaan Agregat: Definisi, Alasan Miring, Determinan
- Utilisasi Kapasitas: Hubungannya Dengan Profitabilitas, Permintaan Agregat dan Ekonomi